Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Monday, November 29, 2010

Melepas keperawanan

Sebenarnya aku dilahirkan
menjadi anak yang
beruntung. Papa punya
kedudukan di kantor dan
Mama seorang juru rias /
ahli kecantikan terkenal.
Sering jadi pembicara
dimana-mana bahkan sering
menjadi perias pengantin
orang-orang beken di
kotaku. Sayangnga mereka
semua orang-orang sibuk.
Kakakku, Kak Luna, usianya
terpaut jauh diatasku 5
tahun. Hanya dialah
tempatku sering mengadu.
Semenjak dia punya pacar,
rasanya semakin jarang aku
dan kakakku saling berbagi
cerita.
Saat itu aku masih SMP kelas
2, Kak Luna sudah di SMA
kelas 2. Banyak teman-
temanku maupun teman
kakakku naksir kepadaku.
Kata mereka sih aku cantik.
Walaupun aku merasa biasa-
biasa saja (Tapi dalam hati
bangga lho.., he.., he..) Aku
punya body bongsor
dengan kulit putih bersih.
Rambut hitam lurus, mata
bulat dan bibir seksi
(katanya sich he.., he..). Saat
itu aku merasa bahwa
payudaraku lebih besar
dibandingkan teman-
temanku, kadang-kadang
suka malu saat olah raga,
nampak payudaraku
bergoyang-goyang. Padahal
sebenarnya hanya
berukuran 34B saja. Salah
seorang teman kakakku, Kak
Agun namanya, sering sekali
main ke rumah. Bahkan
kadang-kadang ikutan tidur
siang segala. Cuma
seringnya tidur di ruang
baca, karena sofa di situ
besar dan empuk.
Ruangannya ber AC, full
music. Kak Agun bahkan
dianggap seperti saudara
sendiri. Mama dan orang
tuanya sudah kenal cukup
lama.
Saat itu hari Minggu, Mama,
Papa, dan Kak Luna pergi ke
luar kota. Mak Yam
pembantuku pulang
kampung, Pak Rebo tukang
kebun sedang ke tempat
saudaranya. Praktis aku
sendirian di rumah. Aku
sebenarnya diajak Mama
tapi aku menolak karena PR
bahasa Inggrisku
menumpuk.
Tiba-tiba aku mendengar
bunyi derit rem. Aku melihat
Kak Agun berdiri sambil
menyandarkan sepeda
sportnya ke garasi.
Tubuhnya yang dibalut kaos
ketat nampak basah
keringat.
“ Barusan olah raga…, muter-
muter, terus mampir…, Mana
Kak Luna?”, tanyanya. Aku
lalu cerita bahwa semua
orang rumah pergi keluar
kota. Aku dan Kak Agun
ngobrol di ruang baca
sambil nonton TV. Hanya
kadang-kadang dia suka
iseng, menggodaku.
Tangannya seringkali
menggelitik pinggangku
sehingga aku kegelian.
Aku protes, “Datang-
datang…, bikin repot.
Mending bantuin aku
ngerjain PR”. Eh…, Kak Agun
ternyata nggak nolak,
dengan seriusnya dia
mengajariku, satu persatu
aku selesaikan PR-ku.
“ Yess! Rampung!”, aku
menjerit kegirangan. Aku
melompat dan memeluk Kak
Agun, “Ma kasih Kak Agun”.
Nampaknya Kak Agun kaget
juga, dia bahkan nyaris
terjatuh di sofa.
“ Nah…, karena kamu sudah
menyelesaikan PR-mu, aku
kasih hadiah” kata Kak Agun.
“Apa itu? Coklat?”, kataku.
“Bukan, tapi tutup mata
dulu”, kata dia. Aku agak
heran tapi mungkin akan
surprise terpaksa aku
menutup mata.
Tiba-tiba aku merasa kaget,
karena bibirku rasanya
seperti dilumat dan tubuhku
terasa dipeluk erat-erat.
“ Ugh…, ugh…”, kataku
sambil berusaha menekan
balik tubuh Kak Agun.
“ Alit…, nggak apa-apa,
hadiah ini karena Kak Agun
sayang Alit”.
Rasanya aku tiba-tiba lemas
sekali, belum sempat
menjawab bibirku dilumat
lagi. Kini aku diam saja, aku
berusaha rileks, dan lama-
lama aku mulai
menikmatinya. Ciuman Kak
Agun begitu lincah di bibirku
membuat aku merasa
terayun-ayun. Tangannya
mulai memainkan rambutku,
diusap lembut dan
menggelitik kupingku. Aku
jadi geli, tapi yang jelas saat
itu aku merasa beda.
Rasanya hati ini ada yang
lain. Kembali Kak Agun
mencium pipiku, kedua
mataku, keningku dan
berputar-putar di sekujur
wajahku. Aku hanya bisa
diam dan menikmati.
Rasanya saat itu aku sudah
mulai lain. Napasku satu
persatu mulai memburu
seiring detak jantungku
yang terpacu. Kemudian aku
diangkat dan aku sempat
kaget!
“ Kak Agun…, kuat juga”. Dia
hanya tersenyum dan
membopongku ke kamarku.
Direbahkannya aku di atas
ranjang dan Kak Agun mulai
lagi menciumku. Saat itu
perasaanku tidak karuan
antara kepingin dan takut.
Antara malu dan ragu.
Ciuman Kak Agun terus
menjalar hingga leherku.
Tangannya mulai
memainkan payudaraku.
“Jangan…, jangan…, acch…,
acch…”, aku berusaha
menolak namun tak kuasa.
Tangannya mulai
menyingkap menembus ke
kaos Snoopy yang kupakai.
Jari-jemarinya menari-nari di
atas perut, dan meluncur ke
BH. Terampil jemarinya
menerobos sela-sela BH dan
menggelitik putingku. Saat
itu aku benar-benar panas
dingin, napasku memburu,
suaraku rasanya hanya bisa
berucap dan mendesis-desis
“ss…, ss…”,. Tarian jemarinya
membuatku terasa limbung,
ketika dia memaksaku
melepas baju, aku pun tak
kuasa. Nyaris tubuhku kini
tanpa busana. Hanya CD saja
yang masih terpasang rapi.
Kak Agun kembali beraksi,
ciumannya semakin liar, dan
jemarinya, telapak
tangannya mengguncang-
guncang payudaraku, aku
benar-benar sudah hanyut.
Aku mendesis-desis
merasakan sesuatu yang
nikmat. Aku mulai berani
menjepit badannya dengan
kakiku. Namun malahan
membuatnya semakin liar.
Tangan Kak Agun menelusup
ke CD-ku.
Aku menjerit, “Jangan…,
jangan…”, aku berusaha
menarik diri. Tapi Kak Agun
lebih kuat. Gesekan
tangannya mengoyak-koyak
helaian rambut kemaluanku
yang tidak terlalu lebat. Dan
tiba aku merasa nyaris
terguncang, ketika dia
menyentuh sesesuatu di
“milikku”. Aku
menggelinjang dan
menahan napas, “Kak
Agun…, ohh.., oh…”, aku
benar-benar dibuatnya
berputar-putar. Jemarinya
memainkkan clit-ku. Diusap-
usap, digesek-gesek dan
akhirnya aku ditelanjangi.
Aku hanya bisa pasrah saja.
Tapi aku kaget ketika tiba-
tiba dia berdiri dan penisnya
telah berdiri tegang. Aku
ngeri, dan takut. Permainan
pun dilanjutkan lagi, saat itu
aku benar-benar sudah tidak
kuasa lagi, aku pasrah saja,
aku benar-benar tidak
membalas namun aku
menikmatinya. Aku memang
belum pernah
merasakannya walau
sebenarnya takut dan malu.
Tiba-tiba aku kaget ketika
ada “sesuatu” yang
mengganjal menusuk-nusuk
milikku, “Uch…, uch…”, aku
menjerit.
“ Kak Agun, Jangan…, ach…,
ch…, ss…, jangan”.
Ketika dia membuka lebar-
lebar kakiku dia
memaksakan miliknya
dimasukkan. “Auuchh…”,
aku menjerit.
“ Achh!”, Terasa dunia ini
berputar saking sakitnya.
Aku benar-benar sakit, dan
aku bisa merasakan ada
sesuatu di dalam. Sesaat
diam dan ketika mulai
dinaik-turunkan aku
menjerit lagi, “Auchh…,
auchh…”. Walaupun rasanya
(katanya) nikmat saat itu
aku merasa sakit sekali. Kak
Agun secara perlahan
menarik “miliknya” keluar.
Kemudian dia mengocok
dan memuntahkan cairan
putih.
Saat itu aku hanya terdiam
dan termangu, setelah
menikmati cumbuan aku
merasakan sakit yang luar
biasa. Betapa kagetnya aku
ketika aku melihat sprei
terbercak darah. Aku
meringis dan menangis
sesenggukan. Saat itu Kak
Agun memelukku dan
menghiburku, “Sudahlah Alit
jangan menangis, hadiah ini
akan menjadi kenang-
kenangan buat kamu.
Sebenarnya aku sayang
sama kamu”.
Saat itu aku memang masih
polos, masih SMP, namun
pengetahuan seksku masih
minim. Aku menikmati saja
tapi ketika melihat darah
kegadisanku di atas sprei,
aku jadi bingung, takut, malu
dan sedih. Aku sebenarnya
sayang sama Kak Agun
tapi…, (Ternyata akhirnya
dia kawin dengan cewek
lain karena “kecelakaan”).
Sejak itu aku jadi benci…,
benci…, bencii…, sama dia.

No comments:

Post a Comment

Sungguh Puaskah Istri Anda ?