Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Tuesday, November 30, 2010

Kisah Perkosaan Bikin Ketagihan

Seharian ini aku tidak karuan
bekerja, suntuk benar rasanya
hari ini, seharian dimarahi melulu
sama boss karena kerjaanku
salah terus, "Teet.." bel pulang
sudah berbunyi, kesempatan ini
tidak kusia-siakan, "langsung
ngacir". Sore itu cuaca masih
mendung karena sebelumnya
hujan mengguyur dengan
sangat deras. Aku berjalan keluar
halaman kantor, kulihat jalanan
sebagian tergenang air. Aku
berdiri di trotoar jalan
menunggu angkutan umum
yang lewat. Hari ini memang aku
tidak naik motor karena motorku
sedang ada di bengkel. Entah
kenapa hari ini aku sial terus dari
rumah pas mau kerja motorku
mendadak ngadat tidak mau
distater. Sial, mana hari ini aku
pagi-pagi sekali harus sudah
menyerahkan laporan bulanan
kepada boss. Sial benar-benar
sial.
Saat aku asik melamunkan
kesialanku hari ini, tanpa sadar
tiba-tiba sebuah Baleno warna
silver metalik melintas di
depanku dengan kecepatan
tinggi, tiba-tiba.. "Craasshh..!" air
genangan menyemprot ke
seluruh tubuhku, mukaku, baju,
celanaku semuanya basah
kuyup. Shiit, sekali lagi shiit,
lengkap sudah kesialanku hari
ini. Aku memaki-maki tidak
karuan. Tiba-tiba Baleno itu
berhenti beberapa puluh meter
dari tempat aku berdiri dan
langsung mundur menuju ke
arahku. "Cari penyakit,"
gerutuku. Aku sudah bersiap-
siap mau mendampratnya jika
orangnya keluar, paling tidak
kumaki-maki dulu. Urusan maaf-
memaafkan belakangan. Aku
sudah bersiap-siap ketika pintu
Baleno itu terbuka, aku terkejut
ketika sebuah kaki indah
terbungkus sepatu kets menapak
di aspal yang basah. Sesaat
kemudian munculah mahluk
yang menurutku sangat cantik.
Tingginya kira-kira 165 cm,
kulitnya putih, kalau ditaksir-
taksir umurnya sekitar 35-an,
tetapi penampilannya modis
sehingga tidak terkesan dewasa,
tapi yang paling menarik
perhatianku adalah bentuk
bodinya yang sangat
proporsional, "Gitar Spanyol
Cing". Terbalut kaos ketat lengan
cekak warna abu-abu dan
legging warna hitam selutut
menambah tonjolan-tonjolan
tubuhnya semakin nampak
nyata, sampai-sampai aku
meneguk air liurku, "Glek.. glek,".
"M.. ma'af Mas.." katanya
menyadarkan aku dari
kekagumanku.
"Oh oh.. tidak pa.. pa.." sahutku
(kok jadi aku yang gugup
bathinku ").
"Maafkan saya Mas, saya tidak
segaja.. lagi ngelamun jadi tidak
sadar kalo ada orang," ujarnya
menjelaskan.
"Mas mau pulang..? tambahnya
lagi.
"Ii.. iya.." jawabku.
"Oke.. sebagai pernyataan maaf
saya, gimana kalo Mas saya antar
pulang. Ayo mari masukMas!"
pintanya tanpa menunggu
persetujuanku.
Wah kesempatan yang tidak
boleh kusia-siakan nih.
"Bagaimana ya.." kataku.
"Please.. " katanya.
Tanpa ba bi Bu lagi aku langsung
masuk ke Balenonya yang
langsung meluncur.
"Ngomong-ngomong dari tadi
kita belum kenalan, saya..
Conny," katanya memecah
kekakuan.
"Saya Irwan, Mbak," timpalku.
Ternyata Mbak Conny enak
diajak ngomong tentang apa
saja, orangnya supel. Dan sampai
aku juga tahu bahwa ia adalah
istri kedua dari salah seorang
pengusaha sukses yang
meninggal karena kecelakaan
mobil setengah tahun lalu.
Menurut dia suaminya dibunuh
karena persaingan dengan
seteru bisnisnya.
"Maaf Mbak, kalau saya
mengingatkan," kataku.
"Tidak.. papa Wan," sahutnya.
"Wan kamu tidak papa kan ke
rumah Mbak dulu. Mandi dulu ya,
nanti setelah itu baru kita ke
rumah kamu gimana?"
"Terserah Mbak deh," kataku
mengiyakan.
Kami tiba di rumahnya di salah
satu kawasan pemukiman elit
yang terkenal. Wah ternyata
rumahnya cukup besar dan asri.
"Masuk Wan!"
"Makasih Mbak."
."Wan kamu mandi dulu ya,"
katanya sambil menunjukkan
kamar mandi.
"Nanti Mbak siapkan pakaian
untukmu, kan baju sama celana
kamu basah, biar di cuci di sini
saja, Mbak juga mau mandi dulu."
Kulepas semua pakaian sehingga
sekarang aku sudah telanjang
dan siap untuk mandi. Iseng aku
mengingat Mbak Conny yang
aduhai tanpa sadar "si Jonny"
tiba-tiba mengeras. Aku
membayangkan jika Mbak Conny
mengatakan, "Wan, maukah
menyenangkan Mbak?"
Kurasakan "si Jonny" semakin
keras seiring imajinasiku tentang
Mbak Conny wajah cantiknya,
kulit putihnya yang halus mulus
tanpa cacat, dua gunung
kembarnya yang ukuran 34 dan
pantatnya yang besar. Kukocok-
kocok batang kemaluanku,
sementara khayalanku dengan
Mbak Conny semakin menjadi-
jadi, dan tiba-tiba "Cklok.." pintu
dibuka, aku terkejut tanpa bisa
berbuat apa-apa. Tadi aku lupa
mengunci pintu kamar mandi,
ternyata Mbak Conny sudah
berdiri di hadapanku.
"Maaf Wan, aku lupa ngasih
handuk ke kamu."
"Oh iya Mbak," kataku.
Mbak Conny tidak langsung pergi
ia tertegun melihatku telanjang
bulat dan sekilas kulihat ia
melirik batang kemaluanku yang
dari tadi sudah tegang. "Mbak
mau mandi berdua denganku?"
tanyaku asal. Mbak Conny tidak
menolak dan juga tidak
mengiyakan, naluri kelelakianku
mulai jalan, kutarik lembut
tangannya ke dalam dan kukunci
pintu kamar mandi, tanpa
menunggu reaksinya lebih lanjut
kusentuh wajahnya dengan
lembut, "Mbak cantik sekali," aku
mulai melancarkan rayuan, "Masa
sih Wan, Mbak kan sudah 30
lebih, kamu bisa saja."
Kucium pipinya dengan lembut
lalu bergeser ke bibirnya yang
seksi. "Wan!" keluhnya lirih,
"Mbak saya sangat mengagumi
Mbak," bisikku lembut di
telinganya, sambil kuletakkan
tanganku melingkari lehernya.
Kembali kukecup lembut
bibirnya, kali ini dia membalas
dengan hangat, beberapa saat
adegan cium itu berlangsung,
tanganku mulai "bergerilya",
kuusap punggungnya, terus
turun ke bawah, ke bagian
pantatnya, kurasakan
bongkahannya masih sangat
padat, kuremas-remas dengan
lembut. Kali ini ia yang
melingkarkan tangannya ke
pinggangku, semakin erat,
kurasakan gunung kembarnya
menggencet dadaku kenyal dan
lembut kurasakan.
Kami semakin bernafsu, batang
kemaluan yang sudah dari tadi
tegang tambah kurasakan
berdenyut-denyut. Kurasakan
aku semakin terangsang, segera
saja kubuka baju mandi Mbak
Conny. Terlihatlah pemandangan
yang sangat indah, aku terdiam
sejenak mengagumi keindahan
tersebut, kulihat payudaranya
yang besar dan masih kencang.
Kutelusuri semua bagian
tubuhnya tanpa ada bagian
yang terlewatkan, sampai pada
"area kenikmatan" Mbak Conny.
Aku semakin terangsang karena
pussy Mbak Conny mulus tanpa
ditumbuhi bulu sedikitpun. Kali
ini langsung kuserbu
payudaranya, kuraba-raba
sambil terus kissing sambil
sesekali terdengar rintihannya,
"Ohh.. Wan mhmm.." kujilati
kupingnya terus menjalar ke
leher, dada, dan sampai ke
payudaranya, kujilat, kumainkan
putingnya dengan lidahku, aku
semakin bernafsu.
"Waan, ohh.."
"Hmm, Mbak.. Mbak cantik sekali."
Kali ini tangannya mulai
kurasakan lebih aktif, dirabanya
punggungku turus turun ke
pantatku kemudian ke depan
mencoba meraih batang
kemaluanku dipegangnya
dengan lembut, dikocoknya
pelan-pelan sambil berkata,
"Wan, punyamu lumayan besar
juga. Mbak mau merasakannya
Wan.. ohh," kembali erangannya
terdengar karena aku masih
sibuk memainkan pentil
payudaranya dengan ujung
lidahku.
Mulai bosan dengan payudara,
kuangkat badannya,
kududukkan ke pinggir bak air.
Kembali aku menjilati perutnya,
kukukek-kucek liang pusatnya
masih dengan ujung lidahku,
terdengar kembali erangannya
lebih keras, "Ooouhh.. hmm..
ahh.." mungkin Mbak Conny
sudah terangsang hebat.
Keadaan ini tidak kubiarkan
langsung kuarahkan lidah ku ke
arah belahan pussy tanpa bulu
yang indah sekali, tercium
olehku bau khas kewanitaannya.
Aku semakin bernafsu kujilati
pussy Mbak Conny yang sudah
mulai basah dengan lendir
kumainkan ujung lidahku
menelusuri setiap millimeter dari
"benda enak gila" itu. Tubuh
Mbak Conny semakin terguncang
hebat menikmati permainan
lidahku, nafasnya memburu,
sudah tidak beraturan lagi sambil
terus mengerang, "Oouusshh
aahh," merintih tidak karuan
keenakan.
Ujung lidahku masih menempel
pada benda enak milik Mbak
Conny kali ini bagian terakhir
yang akan kugarap. Benda
sebesar biji kacang yang terletak
di atas lubang pussy-nya.
Hooaah, hmm hh oouuhh, Wan
terus sayang terus.. terus..
Ouuhh uuhh terus.." Kali ini Mbak
Conny pasti hampir mencapai
puncak gunung kenikmatannya,
dan aku terus saja memainkan
lidahku dengan ganas di liang
pussy-nya yang semakin banjir
oleh cairan kewanitaannya yang
nikmat di lidahku. Sampai suatu
saat ia menjabak rambutku, dan
menekan kepalaku ke
selangkangannya seakan-akan
jangan sampai lepas. "Ooouuhn
mm ohh.. ohh, Wan terus Wan..
Mbak mau keluarrhh.." sampai
suatu sentakan hebat akibat
kontraksi otot-otot badannya
yang menegang. "Waan Mbak
keluaar hh.."
Beberapa saat badannya masih
tersengal-sengal, sambil berkata
padaku,
"Wan makasih, kamu hebat, Mbak
sudah lama tidak merasakannya
sejak suami Mbak meninggal."
"Sama-sama Mbak, saya juga
sangat menikmatinya, saya suka
sama Mbak," ujarku.
"Kali ini giliran kamu ya, Wan.
Sekarang kamu duduk di pinggir
sini," katanya.
Di kecupnya bibirku, dilumatnya,
lidahnya sengaja
dimasukkannya menjalari
seluruh rongga mulutku sambil
sesekali menghisap lidahku, kali
ini aku sedikit tidak menguasai
keadaan, tangan Mbak Conny
masih terus memegang batang
kemaluanku sambil terus
mengocoknya, "Ooohh.." kali ini
aku yang dibuatnya
mengeluarkan suara keenakan.
Ah, lidahnya sudah hampir di
puting susuku, dimainkannya
lidahnya yang membuat sensasi
tersendiri. "Aahh.. enak gila,"
sambil terus mengocok batang
kemaluanku. Mbak Conny terus
menjilati bagian tubuhku sampai
akhirnya dia menjilati kepala
kemaluan. Dia terus memainkan
lidahnya menjilati, kepalanya,
batangnya, biji kemaluan tidak
luput dari sasaran lidahnya.
"Ahh, Mbak.. enak Mbak ahh.."
Mendengar rintihanku dia
memasukkan batang
kemaluanku ke dalam mulutnya,
"Ooh.. terus Mbak.." pintaku.
Turun-naik kepalanya mengisap
batang kemaluanku sampai
keadaan dimana aku merasakan
kejang dan batang kemalaunku
berdenyut-denyut sangat hebat,
"Ooohh.. ohh.. aku hampir keluar
Mbak.." Semakin ganas kepalanya
turun-naik, semakin
mempercepat kocokan dan
sedotannya dan.. "Croot.. croot..
croot.." batang kemaluanku
memuntahkan sperma ke dalam
mulut Mbak Conny dan dengan
bernafsu ditelannya sperma
tersebut dan sisanya dijilatnya
sampai bersih.
"Makasih Mbak," kataku.
"Sama-sama Wan," katanya
dengan lembut.
"Oke sekarang kita mandi dulu
biar segar dan kita ulangi lagi
nanti ya di kamar."
Aku masih mengenakan handuk
yang dililitkan ketika Mbak Conny
datang membawa segelas susu
coklat hangat dan
memberikannya kepadaku.
"Minum dulu sayang, biar
tambah segar."
Kuseruputcoklat hangat,
"Aaahh.." kurasakan kehangatan
menjalari tubuhku dan
kurasakan kesegaran kembali.
Kami berciuman kembali, Mbak
Conny tampak sangat menikmati
ciumanku ini, matanya terpejam,
nafasnya mendesah, dan
bibirnya dengan lembut
mengecup sambil sesekali
menghisap bibir dan lidahku, jari
jemari lentik guruku itu mulai
bergerak turun menyusup ke
balik handukku menuju buah
pantatku. Batang kemaluanku
yang hanya ditutupi handuk
kecil itu segera berdiri tegang.
Bagian bawah kepala
kemaluanku itupun langsung
tergencet oleh perut Mbak Conny
yang langsung menyalurkan
getaran-getaran kenikmatan ke
seluruh urat syarafku.
Jari-jemarinya mulai meraba
kedua buah pantatku. Mula-mula
rabaannya melingkar perlahan,
makin cepat, makin cepat,
sampai akhirnya dengan suara
mendesah, diremas-remasnya
dengan penuh nafsu. Aku
mencium dan menjilati telinga
Mbak Conny, sehingga membuat
tubuh janda cantik itu
menggelinjang-gelinjang, "Ohh
Wan.. gelii.. ss.." Kuturunkan
bibirku dari kuping menelusuri
leher, terus turun ke dada, jari
jemarinya pun terasa semakin
keras meremas-remas pantatku.
Seraya mengecupi areal
dadanya, jemariku membuka
satu persatu kancing seragam
kebanggaannya itu hingga
terlihat belahan payudaranya
yang besar menyembul dari
balik baju mandinya. Bentuknya
menghadap ke atas dengan
puting yang langsung mengarah
ke mukaku. Amboi seksinya,
tanpa membuang waktu kulahap
payudara itu dengan gemas.
Kusedot-sedot dan kujilati
putingnya yang sudah
menegang itu. Tiba-tiba tangan
kanan Mbak Conny berputar ke
arah depan. Dengan sekali sentak
maka terjatuhlah penutup satu-
satunya tubuhku itu.
Kulirik kaca lemarinya, di sana
terlihat badan tegapku yang
bugil tengah menunduk
menghisap payudara wanita
berbadan montok yang masih
dibalut pakaian mandinya. Dari
kaca riasnya kulihat Mbak Conny
mengalihkan tangan kanannya
ke arah selangkanganku dan..
"Slepp!" dalam sekejap batang
kemaluanku sudah berada dalam
genggamannya. Dengan lembut
dan penuh perasaan ia mulai
mengocok batang kemaluanku
ke atas.. ke bawah.. ke atas.. ke
bawah. Uff.. tak bisa kuceritakan
nikmat yang kurasakan di
selangkanganku itu. Apalagi
ketika sesekali ia menghentikan
kocokannya dan mengarahkan
jempolnya ke urat yang terletak
di bawah kepala batang
kemaluanku.
"Aaahh.. Mbaak.. aahh.." aku
hanya bisa mengerang keenakan
seraya terus mengecup dan
menjilati payudaranya. Tiba-tiba
Mbak Conny mendorong
tubuhku hingga terduduk di atas
ranjang busanya dan ia sendiri
kemudian berlutut dihadapan
selangkanganku. Ia
menengadahkan kepalanya dan
menatap mataku dengan
pandangan penuh nafsu.
Bersamaan dengan itu, ia
menciumi kepala batang
kemaluanku, kemudian menjilati
lubang penisku yang sudah
dipenuhi dengan cairan lengket
berwarna bening. Tiba-tiba ia
memasukkan penisku ke dalam
mulutnya dan apa yang
kurasakan berikutnya adalah
kenikmatan yang tak terlukiskan.
Mbak Conny memasukkan dan
mengeluarkan penisku di dalam
mulutnya dengan gerakan yang
cepat sambil menggoyang-
goyangkan lidahnya sehingga
menggesek urat bawah kepala
penisku itu. "Aaahh.. ouuhh..
Mbak! aakh.. ouhh.." aku hanya
bisa terduduk sambil mengerang
nikmat dan Mbak Conny tampak
begitu menikmati kemaluanku
yang berada di dalam mulutnya,
sampai-sampai ia memejamkan
matanya.
Tangan kiriku kembali meremas-
remas payudara Mbak Conny
sedangkan tangan kananku
menyentuh bagian bawah buah
pantatnya. "Mmmh..
mmhh..emmhh.." rintihnya
sambil terus mengulum batang
kemaluanku ketika kuraba-raba
lubang kemaluannya. Mbak
Conny semakin memperkuat
sedotannya sehingga
memaksaku untuk semakin
mengerang tak keruan, seakan
tak mau kalah, kumasukkan
tanganku ke selangkangannya
dari arah perut, dan dengan
mudah jemariku mencapai
vagina yang sudah sangat basah
itu.
Dalam 3 detik jariku menyentuh
sebuah daging sebesar kacang
yang sudah menonjol keluar di
bagian atas vagina Mbak Conny,
jari tengah dan telunjukku
segera mengocok "kacangnya"
dengan cepat. "Mmmhh.. mmhh..
aahh.." Mbak Conny melepaskan
penisku dari mulutnya untuk
berteriak histeris menikmati
kocokanku di klitorisnya. Sekitar
5 menit kami saling mengocok,
meremas, dan menghisap diikuti
dengan gelinjangan dan jeritan-
jeritan histeris, ketika tiba-tiba
Mbak Conny menengadahkan
mukanya ke arahku dan
merintih, "Wan.. please
sekarang.." Tanpa menunggu
kata-kata selanjutnya kuangkat
tubuh janda cantik itu dari posisi
berlututnya. Kusuruh dia
meletakkan kedua tangannya di
atas meja menghadap cermin
rias sehingga Mbak Conny kini
berada dalam posisi
menungging. Tampak buah
dadanya bergelayut seakan
menantang untuk diperah.
Kurenggangkan kedua kaki
mulusnya, kugosok-gosokkan
penisku di belahan pantatnya
sebelum kuturunkan menelusuri
tulang ekornya, anus dan
kutempelkan di pintu belakang
vaginanya.
Perlahan-lahan kusodokkan
penisku ke dalam vagina kecil
yang sudah sangat banjir itu,
"Aaahh.." Mbak Conny menggigit
bibirnya menikmati senti demi
senti penisku yang tengah
memasuki vaginanya, semakin
dalam kumasukkan batang
kemaluanku dan semakin dalam..
"Ooohh Wan.. oohh.." dan..
"Aaakhh.." jeritnya ketika dengan
keras kusodokkan penisku
sedalam-dalamnya di vagina
janda cantik itu. Tampak janda
cantik itu masih menggigit
bibirnya menikmati besarnya
batang kemaluanku yang
terbenam penuh di dalam
vaginanya. Dengan segera
kupompakan kemaluanku
dengan cepat dari arah belakang.
Kutempelkan perut dan dadaku
di punggung perempuan itu dan
kedua tanganku dengan keras
meremas-remas dan memelintir
kedua puting buah dada Mbak
Conny yang sudah sangat keras
itu.
"Ohh.. ohh.. ouuhh.." Tiba-tiba
Mbak Conny mengangkat kepala
dan badannya ke arahku dengan
menengok ke arah kiri dan
menjulurkan lidahnya. Dengan
cepat kusambut lidah yang
menggairahkan itu dengan
lidahku dan kami pun berciuman
dengan posisi Mbak Conny yang
tetap membelakangiku. Karena ia
menegakkan badannya, Mbak
Conny menaikkan kaki kirinya ke
atas meja riasnya untuk
memudahkan aku terus
menyodokkan batang
kemaluanku.
Sambil terus melumat bibirnya
dan menyodok, tanganku
kembali meremas-remas kedua
payudaranya. Tangan kiri Mbak
Conny menjambak rambut di
belakang kepalaku untuk
mempererat tautan bibir kami.
Ketiaknya menyebarkan wangi
khas yang membuatku semakin
bernafsu lagi. Tiba-tiba Mbak
Conny merintih-rintih sambil
terus mengulum lidahku. Tampak
alisnya mengerut, wajahnya
mengekspresikan seakan-akan
kenikmatan yang amat sangat
menjalari seluruh tubuhnya, ia
dengan cepat membimbing
tangan kananku yang masih
asyik meremas payudaranya
untuk kembali memainkan
kacangnya. Goyangan
pinggulnya menjadi semakin
cepat tak terkendali, dinding
vagina mulai terasa berdenyut-
denyut, tiba-tiba.. "Aaahh aahh
oouuhh.. Wan.. Mbak keluaarr..
aahh.."
Malam itu beberapa kali aku dan
Mbak Conny mengulangi "gulat
gaya bebas" itu sampai akhirnya
kami sama-sama tertidur
kecapaian. Aku segera terbangun
ketika menyadari ada seberkas
sinar yang menerpa wajahku.
Aku segera menyadari bahwa
aku berada di rumah Mbak
Conny. Dan ia sudah bangun dan
tidak berada di kamar ini lagi,
kulihat jam dinding
menunjukkan pukul 10.00 dan
lagi-lagi.. oh shiit, aku terlambat
masuk kantor. Sial, lagi-lagi sial.

No comments:

Post a Comment

Sungguh Puaskah Istri Anda ?