Kisah ini sengaja aku ceritakan
buat teman-teman penggemar
cerita porno, terutama bagi
mereka yang suka
memanfaatkan internet sebagai
alat komunikasi. Banyak
peristiwa yang bersejarah yang
terlahir akibat kenalan lewat e-
mail, seperti yang telah
kubuktikan.
*****
Berawal ketika aku mendapat
respon dari beberapa wanita
yang sempat membaca kisah-
kisahku pornoku, di antaranya
seorang gadis muda yang masih
mahasiswi di salah satu
perguruan tinggi di kota
Makassar. Usianya kutaksir
maksimal 28 tahun. Namanya
Tika (nama samaran). Dia sangat
tertarik dengan kisahku dan
ingin kenalan denganku lebih
jauh, bahkan kami sepakat lewat
e-mail untuk saling tukar
pengalaman.
Saya masih ingat, waktu itu
sekedar iseng membuka inbox
emailku kalau-kalau ada email
yang masuk. Tepatnya 4 Juni
2003, sebuah alamat email yang
bertuliskan @yahoo.au di
ujungnya, kucoba klik dan
ternyata ia mengajakku kenalan.
Akupun mencoba membalasnya
sesuai janjiku pada setiap kisah
porno yang kukirim, meskipun
kalimatnya ala kadarnya yang
penting tidak mengecewakan
bagi pengirimnya. Apalagi
namanya menunjukkan nama
seorang wanita, sehingga pasti
kuusahakan menyapanya. Hanya
dalam tempo 24 jam kemudian,
email itu kembali muncul di kotak
emailku dan isinya menunjukkan
ada keseriusan mau kenalan
lebih jauh denganku. Akupun
semakin menunjukkan
keseriusan mau kenalan
dengannya, apalagi setelah
kuketahui kalau ia tinggal tidak
terlalu jauh jaraknya dari kota
tempat tinggalku. Kami hanya
beda kota kabupaten, tapi ada
dalam satu wilayah propinsi
Sulsel.
Balas membalas email antara aku
dan Tika boleh dibilang cukup
lancar. Bayangkan saja sejak 4
Juni 2003 hingga saat ini, Tika
tidak pernah alpa mengirim
email padaku dan tentu saja
sebaliknya aku tidak pernah alpa
membalasnya secara otomatis
pada saat itu juga. Sampai-
sampai kami membuat
kesepakatan untuk buka dan
kirim email setiap hari Senin,
Rabu dan Jum'at (3x seminggu).
Banyak pengalaman dan
informasi yang kami tukar. Mulai
dari asal usul, pengalaman sex,
ciri-ciri dan keinginan sex kami
masing-masing serta jadwal
pertemuan kami di kota
makassar. Bahkan kami saling
menginformasikan mengenai
alat sensitif kami secara jujur,
yang akhirnya saya kirimkan
foto berkat pengajaran dari Tika
soal cara mengirim foto lewat
email, sebab saat itu saya masih
awam dalam hal kirim mengirim
foto lewat email.
Tidak kurang dari 25 kali kami
saling membalas email, hingga
sampai puncaknya pada tanggal
7 Oktober 2003, di mana kami
betul-betul serius mau
melakukan pertemuan secara
langsung dan sekaligus
memperaktekkan tentang
pengalaman dan kebutuhan sex
kami masing-masing. Saya tidak
pernah yakin kalau perkenalan
lewat email itu bisa
mempertemukan kami secara
langsung, apalagi jarak antara
kota saya dengan kota tempat
tinggal Tika sekitar 200 km lebih.
Namun kenyataan menunjukkan
bahwa janji dan keinginan sex
kami bukan hanya isapan jempol
dan teori saja, melainkan kami
betul-betul berhasil bertemu
muka, bahkan melakukan
praktek bersama di salah satu
wisma di Makassar.
Bagi Tika mungkin tidak terlalu
sulit menemukanku di terminal
setelah kami janjian ketemu di
salah satu tempat di kompleks
terminal Panaikan sebab dia
telah menerima fotoku lebih
dahulu yang kukirim lewat email.
Tapi bagiku menemukan orang
yang belum pernah kulihat
sebelumnya, apalagi ciri-cirinya
tidak sempat menjelaskan secara
rinci di emailnya, tentu sangat
sulit, sebab selain aku belum
banyak pengalaman di kota
Makassar, termasuk di terminal
Panaikan, juga terlalu banyak
wanita muda yang berkeliaran,
apalagi aku belum yakin 100%
atas janjinya mau menemuiku di
terminal itu. Tapi aku tetap
bertekad untuk ke Makassar
siapa tahu bisa jadi kenyataan,
kalaupun ia permainkan aku,
kuanggap hal itu sebagai
pengalaman buatku.
Jam 7.00 pagi saya sudah naik
mobil dan berangkat
meninggalkan rumah tempat
tinggalku menuju kota makassar
dengan alasan sama istriku
bahwa ada urusan bisnis
penting selama sehari di
Makassar agar ia izinkan aku
berangkat. Namun karena
berbagai hambatan diperjalanan,
maka aku terlambat 1 jam tiba di
terminal sebagaimana rencana
yang kusampaikan Tika semula.
Sebelum aku turun dari mobil
tumpanganku, aku tiba-tiba
gemetar dan merasa takut kalau-
kalau dia lebih dahulu
memperhatikanku dan aku juga
diliputi rasa was-wasa jangan-
jangan dia mau menjebakku
dengan membawa pasukannya
atau teman laki-lakinya ke
terminal serta berbagai macam
dugaan yang muncul dibenakku.
Mataku mulai membelalak sejak
mobil belok ke kanan dan
berhenti di depan loket
pembayaran retribusi hingga
memasuki pelataran parkir. Aku
turun dan membayar sewa mobil
sambil berusaha tersenyum
sendirian dengan perasaan tidak
menentu kalau-kalau dia telah
memperhatikanku. Akibat
konsetrasiku mencari seorang
gadis muda yang sedang
bingung mencari seseorang,
maka hampir aku kecolongan
memberi uang kepada orang lain
yang tidak kukenal. Untung saja
orang itu tidak segera
mengambil uang yang
kusodorkan itu, sebab ternyata
yang kuserahkan sewa mobilku
bukan sopir mobil itu, melainkan
orang lain yang kebetulan
mencari muatan buat mobilnya.
Ini gara-gara terlalu gembira
mau ketemu dengan seorang
gadis yang belum tentu datang
ke terminal itu, apalagi bodi dan
ciri-ciri pakaiannya belum jelas
sama sekali. Kejadian itu pasti
tidak pernah terlupakan seumur
hidupku.
Sekitar 20 m aku bolak balik dari
pelataran paling bawah ke
pelataran paling atas di terminal
itu, bahkan hampir semua
warung dan tempat duduk-
duduk para penumpang bis aku
intip tanpa ada rasa segan,
meskipun aku tetap agak malu
kalau-kalau ada penumpang dari
kotaku asalku yang mengenal
dan memperhatikanku, yang
bisa saja melaporkan sikapku itu
pada istriku nanti. Setelah capek
keliling, akhirnya aku putuskan
untuk masuk wartel lalu
menghubungi HV-nya, sebab
lewat emailku sebelumnya aku
telah berpesan agar tidak
dimatikan HV-nya hari itu.
"Halo, Tika yah? di mana kamu
sekarang? aku ini ada di terminal
mencarimu sejak tadi" demikian
kata saya melalui telepon.
"Halo, betul ini Tika. Saya ada di
kampus sekarang lagi makan
siang ama teman-teman di
warung kampus nih. Tunggu aja
di situ yah, aku akan segera
meluncur ke sana, tapi tepatnya
kamu nunggu di mana yah?"
itulah jawaban Tika saat itu
seolah menunjukkan
keseriusannya mau ketemu
denganku.
"Oke sayang, aku akan setia
menunggumu di depan wartel
belakang pos pungutan retribusi
masuk, sudah ngga tahan nih
mau ketemu denganmu"
demikian jawaban singkat saya
saat itu.
Hampir setiap mobil, terutama
petek-petek dan taxi kuamati
isinya dan penumpang yang
turun kalau-kalau ia naik
kendaraan itu, meskipun sesekali
juga kuperhatikan motor yang
lewat jangan sampai ia naik
motor. Hanya dalam waktu
sekitar 20 menit kemudian, aku
tiba-tiba mendengar suara
panggilan dari sebelah kiri di
mana aku duduk dengan sedikit
tertahan, "Halo-halo, eh-eh,"
ternyata suara itu adalah berasal
dari seorang gadis muda yang
sedang menjinjing tas
mahasiswa, yang nampaknya
diarahkan padaku.
Akupun segera berbalik ke
arahnya, namun ia segera
berjalan berputar di samping
mobil yang ada di belakangku.
Walaupun sedikit ragu, tapi
keyakinanku lebih besar
mencurigai kalau wanita itu
adalah Tika yang sejak tadi aku
tunggu, aku cari dan aku idam-
idamkan selama ini. Sambil
mengikuti langkah kakinya,
getaran jantungku semakin dag
dig dug, dan tiba-tiba ia
membalikkan wajahnya
sehingga kami berhadap-
hadapan dan saling menatap
sejenak di tengah-tengah
keramaian penumpang yang ada
di terminal itu, hanya 30 cm
jaraknya.
"Kamu Aidit khan" katanya
dengan suara yang lembut.
"Yah, dan kamu Tika khan" aku
balik bertanya dengan
mengarahkan telunjukku pada
wajahnya sambil kami
tersenyum.
Entah apa yang bergejolak di
pikirannya saat itu, tapi yang
jelas aku rasanya ingin langsung
memeluk tubuhnya, untung
segera kusadari kalau tempat ini
dihuni oleh banyak orang, yang
tidak mustahil ada yang
mengenal kami. Tanpa banyak
basa basi lagi, ia segera naik
mobil petek-petek dan akupun
segera mengikutinya bagaikan
kerbau yang dicocok hidungnya.
Di dalam mobil, kami banyak
membicarakan soal
ketidakpercayaan kami atas
pertemuan ini, bahkan
pengakuannya ia sedikit agak
kesal dan hampir putus asa
menunggu sejak pukul 10.00
pagi tadi di terminal sesuai
informasi yang telah
kusampaikan, namun aku
berkali-kali minta maaf atas
keterlambatan tiba di terminal
mobil yang kutumpangi itu.
Dari 2x pindah petek-petek
menuju wisma yang telah ia
janjikan dalam emailnya, kami
tidak pernah kehabisan bahan
bicara, bahkan kami duduk
sangat rapat, sehingga anginpun
sulit melewati perantaraan
duduk kami. Tubuh kami seolah
melengket pakai lem tanpa ada
perasaan malu sedikit pun dari
penumpang lainnya. Dalam hati
saya biar mereka
memperhatikan kami toh mereka
tidak mengenal kami. Kami
bagaikan suami isteri yang baru
ketemu setelah sekian lamanya
berpisah. Betul-betul saling
melepaskan kerinduan. Sekitar
30 m dari wisma yang kami tuju,
Tika tiba-tiba menghentikan
mobil lalu turun dan akupun
mengikutinya. Maklum aku
belum banyak kenal kota
Makassar. Meskipun aku tetap
selalu berusaha untuk membayar
sewa petek-petek setiap turun,
tapi selalu saja Tika
mendahuluiku atau aku kalah
cepat membayarnya. Sebagai
seorang pria, akupun merasa
berat dan malu, tapi Tika
nampaknya betul-betul mau
membuktikan janjinya untuk
memberikan layanan 100% jika
aku datang menemuinya di
Makassar.
Rencana pertemuan kami di kota
Makassar betul-betul sudah
sangat matang, sebab kami telah
membeberkan kelemahan dan
keterbatasan kami masing-
masing lewat email, namun kami
tetap saling berjanji akan
menerima apa adanya, yang
penting tujuan kami hanya satu
yaitu saling memberi kepuasan
sex sesuai kemampuan dan
pengalaman serta keinginan
kami masing-masing. Pekerjaan,
keuangan dan penampilan,
bahkan usia, kami telah sepakat
untuk tidak mempersoalkannya.
Demikian seriusnya Tika mau
menyenangkan diriku, sehingga
ia siap membantu membayar
sewa kamar wismanya dan siap
memberikan tubuhnya sepenuh
hati buatku serta mengorbankan
perasaannya demi
kebahagiaanku nanti. Bahkan
kami telah janjian untuk saling
menjilati kemaluan dan
mencukur bulunya sebelum
pertemuan, sampai-sampai ia
memberitahukan jadwal tamu
bulanannya agar kedatanganku
nanti tidak bertepatan agar ia
dapat melayaniku 100%.
Sebelum kami masuk wisma
tersebut, Tika menyempatkan
diri membeli aqua besar untuk
keperluan dalam kamar nanti.
Entah buat minum atau apa saja
yang membutuhkan air. Setelah
membayarnya, Tika meminta aku
membawa air itu dan apapaun
rasanya diperintahkan oleh Tika
saat itu pasti kuturuti karena
keseriusannya melayaniku,
padahal Tika adalah seorang
gadis muda, mulus, berkulit putih
dan menggairahkan bagiku,
apalagi seorang mahasiswi.
Sementara aku termasuk sudah
setengah baya yang berkulit
hitam dan keriput, punya istri
dan 3 orang anak lagi. Siapa
tidak bahagia dan mangga
berteman, apalagi bercinta
dengan wanita seperti Tika itu
yang ikhlas berkorban untuk
kesenangan aku.
"Tik, apa wisma ini cukup aman
buat kita? dan apa selama ini
ngga sering-sering dirazia oleh
petugas?" tanya saya pada Tika
saat kami barengan masuk pintu
wisma itu sambil mengawasi di
sekelilingnya.
"Ngga taulah, sebab baru satu
kali aku ke sini sewaktu pacarku
membawaku dengan tujuan
yang sama sampai aku tahu
tempat ini, dan itupun sudah
lama" jawabnya sambil
menceritakan soal peristiwa
persenggamaannya dengan
pacarnya tempo hari di wisma
tersebut.
"Mudah-mudahan aja ngga
terjadi apa yang kita
khawatirkan" katanya lebih
lanjut.
Selesai kami lihat tarif dan kamar
yang kosong pada serlembar
kertas di atas meja
pelayanannya, Tikapun
membuka dompetnya dan aku
usulkan untuk gabung saja biar
lebih ringan pembayarannya.
Waktu itu, kami hanya
membayar Rp. 55.000 untuk 6
jam, sebab nampaknya kamar
lainnya penuh semua, dan
kupikir 6 jam itu cukup lama
buat kami yang tidak rencana
menginap. Bisa kami selesaikan
beberapa ronde.
Tepat pada jam 2.00 siang, kami
telah masuk di wisma yang tidak
perlu saya sebutkan namanya
itu. Setelah kami bayar, kami lalu
naik ke lantai dua mengikuti
petugas wisma dan masuk ke
sebuah kamar yang dilengkapi
dengan air minum, kamar kecil,
TV color 14 inc dan sprinbad
yang cukup besar ukurannya.
Setelah petugas keluar dari
kamar, tinggallah kami berdua
dalam kamar. Tika menutup dan
mengunci rapat pintu kamarnya
lalu menutup semua gorden, lalu
masuk sebentar ke kamar kecil
lalu berbaring di atas rosban
dengan pakaian masih lengkap.
Sedangkan aku terlebih juga
lebih dahulu masuk kamar kecil
buat buang air, lalu ikut
berbaring disamping Tika. Sambil
berbaring dengan pakaian masih
lengkap, kami bincang- bicang
dan saling mengutarakan rasa
kerinduan kami selama ini. Tanpa
aku sadar, tangan kananku
sudah memeluk tubuh Tika dan
Tikapun tampaknya tidak segan-
segan lagi membalas pelukanku,
sehingga kami saling berpelukan
dalam keadaan berbaring
menyamping.
"Aku sangat merindukanmu
sayang, ingin sekali memelukmu"
ucapanku sedikit berbisik ketika
wajah kami sudah saling
menyentuh sehingga napas kami
sudah saling beradu.
"Aku juga sangat rindu padamu
suamiku, mari kita lepaskan
kerinduan kita" jawabnya sambil
memasukkan lidahnya dalam
mulutku, sehingga kami saling
mengisap, saling bergumul dan
memainkan lidah dalam mulut
kami masing-masing.
Permainan mulut dan lidah kami
berlangsung semakin rapat dan
cukup lama, sampai kami merasa
terengah-engah akibat kecapean
mengisap. Bahkan aku lupa
mandi sesuai kesepakatan kami
semula ketika kami saling
berhadap-hadapan di tempat
tidur itu. Demikian serunya
permainan mulut kami, sehingga
tidak ingin rasanya ada istirahat
sejenak dan melewatkan
kesempatan sedetikpun dalam
kamar itu mumpung masih
sempat.
Sambil bermain lidah, saya
mencoba memasukkan tangan
kananku ke dalam baju kain Tika
hingga masuk ke dalam BH-nya
yang ukurannya cukup
sederhana. Sebagai seorang
gadis yang jam terbangnya
dalam dunia sex masih cukup
terbatas bila dibanding dengan
jam terbangku, tentu ia tidak
tahan lama dipermainkan
payudaranya, apalagi saya
remas-remas kedua
payudaranya dengan lembut
dan sesekali menindis-nindis
putingnya yang mulai mengeras
dan menonjol itu. Ia tidak
mampu lagi sembunyikan
kenikmatan yang ia rasakan dan
terasa ia mulai terangsang, yang
sangat kedengaran dari
suaranya yang mengerang-
erang kecil. Utungnya tidak ada
orang yang dekat dengan kamar
itu, sebab memang kamar itu
berada dibagian paling depan
dan disudut wisma sehingga
kami leluasa bersuara agak keras
sebagai tanda kenikmatan yang
kami alami.
"Ngga mau mandi dulu Kak?"
katanya mengingatkanku,
karena kebetulan aku keringatan
akibat perjalanan jauh dari
daerah tadi.
"Nantilah, setelah kita bermain-
main dulu, biar kita lebih lama
bercumbu rayu" jawabku sambil
tetap memainkan lidah ke dalam
mulutnya dan meremas-remas
teteknya yang montok itu.
Namun karena ia nampaknya
sudah sangat terangsang, ia tiba-
tiba melepaskan pelukannya dan
mengeluarkan lidahku dari dalam
mulutnya lalu duduk sambil satu
demi satu ia buka kancing
bajunya hingga terlepas dari
badannya. Aku hanya mampu
menatap indahnya tubuh
seorang gadis mahasiswi. Mulus
dan putih, namun sedikit agak
gemuk sebanding dengan
gemuk tubuhku, meskipun ia
sedikit pendek dari ukuran
badanku. Warna kulit kami
sangat kontras karena kulitnya
putih sementara kulitku agak
hitam.
Setelah ia melepaskan baju kain
yang dikenakannya, ia lalu
kembali berbaring. Akupun
melepaskan baju lengan panjang
yang kukenakan seperti halnya
pagawai kantoran saja. Kami
kembali berpelukan dan
bergumul di atas kasur yang
empuk. Kali ini aku menindihnya
meskipun ia masih mengenakan
BH warna putih, sementara aku
masih mengenakan baju dalam.
Namun hal itu tidak sampai
bertahan lama, sebab aku tidak
tahan lagi mau segera melihat isi
dalam BH-nya, sehingga aku
lepaskan kaitnya dari belakang
lalu meremas-remas secara
bebas dengan kedua tanganku,
bahkan segera kujilati dan
mengisap-isap putingnya yang
agak bulat dan sedikit
membesar. Sehingga ia
kegirangan seolah ingin teriak
ketika aku maju mundurkan
mulutku pada putingnya, yang
kedengaran bunyinya akibat air
liurku yang membasahinya.
Tanpa aba-aba dari Tika,
sayapun segera merosot rok
panjang yang dikenakannya, lalu
kugigit-gigit dan kutusuk-tusuk
kemaluannya dari luar celana
dalamnya. Dari luarnya
menggambarkan kalau daging
yang terbungkus CD-nya itu
sangat montok dan kenyal serta
sedikit mulai basah. Aku tak
mampu lagi bertahan
menjilatinya dari luar, sehingga
aku segera saja menariknya
keluar lewat kedua kakinya.
Ternyata dugaanku benar, di
antara selangkangan Tika
terdapat seonggok daging yang
cukup empuk dengan tonjolan
daging mungil antara kedua
belahannya Nampah warnanya
agak kemerahan dan kulit
disekelilingnya juga berwarna
putih seolah baru saja dicukur
bulu-bulunya sesuai
permintaanku dalam emailku
sebelum pertemuan. Kini Tika
dalam keadaan bugil penuh
sambil baring dengan
merenggangkan kedua paha
yang menjepit daging empuk itu.
Tanpa aku tatap lama-lama, aku
segera menjulurkan lidahku
menelusuri daging empuk yang
terbelah dua itu. Nampaknya aku
tidak terlalu sulit masukkan lidah
ke lubang tengahnya itu, karena
memang sudah beberapa kali
ditusuk dan dimasuki benda
tumpul alias kontol sebelum kami
sebagaimana pengakuannya
lebih dahulu padaku lewat
emailnya bahwa ia telah
beberapa kali berhubungan sex
dengan pacarnya, namun tidak
sampai memuaskannya. Semakin
lama semakin kupercepat
gocokan lidahku kedalam
memeknya sehingga
mengeluarkan bunyi seperti
kucing yang menjilat air. Tika
semakin histeris dan menggerak-
gerakkan pinggulnya serta dia
mengangkat tinggi-tinggi kedua
kakinya hingga ujungnya
bersentuhan dengan bahunya
sambil tetap
merenggangkannya. Aku
semakin leluasa memasukkan
lidahku lebih dalam dan
memutar-mutarnya sehingga
terasa memek Tika semakin
mengeluarkan cairan yang
membasahi seluruh dinding
lubang memeknya.
"Aduh.. Kak.. enak sekali Kak..
terus Kak.. aahh.. uhh.. mm.."
hanya suara itulah yang
berulang-ulang keluar dari mulut
Tika ketika aku menggerak-
gerakkan ujung lidahku pada
lubang memeknya.
"Kamu merasa enak sayang?
Bagaimana sekarang? Saya
masukkan saja?" pertanyaan
saya sambil kupermainkan
lidahku dalam lubangnya.
"Auh.. hee, ohh.. ehh.. mm.." Suara
itu semakin menaikkan
rangsanganku sehingga
akhirnya aku secara berturut-
turut membuka celanaku satu
demi satu dengan dibantu oleh
Tika sampai tubuhku sudah
telanjang bulat.
Kini kami saling bugil dan aku
sedikit mundur persis di
belakang pantatnya sambil
berlutut dan mengarahkan ujung
kontolku pada memek Tika yang
sudah basah dan sedikit terbuka
itu. Sebelum aku sempat
menusukkan ujung penisku ke
lubang memek Tika, Tika terlebih
dahulu meremas dan mengocok-
gocok dengan tangannya
sehingga aku semakin tidak
tahan lagi bermain-main di luar.
Kini senti demi senti kudorong
ke depan hingga ujung
kemaluanku pas tertuju pada
lubang kemaluannya. Tika hanya
membantu dengan kedua
tangannya membuka kedua bibir
memeknya itu, sehingga
kontolku dapat menembus
lubang memeknya dengan
mudah. Aku mengangkat tinggi-
tinggi kedua kakinya hingga
ujungnya berada di atas kedua
bahuku. Kurasakan kontolku
masuk menyelusup ke dalam
memeknya Tika tanpa suatu
kesulitan yang berarti hingga
seluruhnya amblas. Tika semakin
mengerang dan napasnya
terengah-engah bagaikan orang
yang lari dengan kencangnya.
Suara dan napas kamipun saling
memburuh, sekujur tubuh kami
dibasahi oleh keringat. AC di
kamar itu nampaknya tidak
terasa pengaruhnya.
Tika menarik pinggulku dengan
keras dan akupun menekan
kontolku ke dalam memeknya
juga dengan keras sehingga
peraduan antara kontolku
dengan memeknya semakin
dalam dan kencang. Genjotan
kontolku semakin kupercepat
sampai-sampai peraduan paha
kami menimbulkan suara cukup
besar. Kami sempat
memperhatikan gerakan-
gerakan kami itu di cermin besar
yang ada di samping tempat
tidur, yang diselingi dengan
suara TV 14 inch yang sengaja
kami keraskan suaranya agar
tidak sampai orang curiga atas
perbuatan kami dalam kamar.
Keringat yang membasahi tubuh
kami semakin bercampur,
sehingga terasa tubuh kami
saling lengket. Tika nampaknya
tidak puas dengan posisi di
bawah, iapun segera
mengeluarkan kontolku dari
dalam vaginanya lalu merobah
posisi. Ia dengan sigapnya
mengangkangiku lalu
memasukkan kembali kontolku
dalam vaginanya lalu ia dengan
cepatnya menggerakkan
pinggulnya ke kiri dan ke kenan,
ke bawah dan ke atas, sehingga
aku semakin sulit menahan lahar
hangat yang tertampung dalam
penisku. Bahkan ia menawarkan
padaku untuk membalikan
tubuhnya membelakangi
wajahku agar ia dapat dengan
jelas mengamati gerakan-
gerakan kami lewat cermin,
namun aku menahannya agar
tidak mengeluarkan lagi kontolku
dari dalam vaginanya sebab
terasa aku sudah sangat
mendesak ingin muncratkan
spermaku.
Mungkin pengaruh capek habis
naik mobil dari jauh barusan,
sehingga aku betul-betul
kecapean dan sulit lagi
mempertahankan gejolak
sperma yang memaksa ingin
keluar. Tanpa seizin Tika,
spermaku kutumpahkan dalam
vaginanya meskipun aku masih
terus memompa memek Tika
dari bawah dan mengikuti
gerakan Tika hingga betul-betul
kontolku keluar dengan
sendirinya karena kehabisan
cairan dan tenaga.
"Istirahat aja dulu Kak kalau
capek, saya ngerti kok Kakak ini
terlalu capek habis naik
kendaraan hampir seharian" kata
Tika dengan bijaksana sambil
turun dari atasku lalu berbaring
di sampingku.
Ia nampaknya tidak kecewa dan
cukup mengerti atas keadaanku,
sebab masih banyak kesempatan
untuk mengulangi permainan
kami sebentar. Apalagi sebelum
kami melakukan semua itu, ia
pernah berjanji akan
memuaskanku dan ia tidak bakal
kecewa atas keterbatasanku
serta tidak terlalu menuntut
untuk dipuaskan jika aku tidak
mampu.
Mendengar kata-kata Tika itu,
aku merasa malu dan tidak tau
harus berbuat apa, sebab janji
yang pernah kuucapkan pada
emailku untuk memuaskannya,
ternyata tidak mudah aku
jadikan kenyataan. Entah, apa
aku yang terlalu lemah dan loyo
atau Tika yang terlalu kuat dan
tidak mudah mencapai puncak
kenikmatan seperti yang pernah
disampaikanku lewat email
bahwa sudah beberapa kali ia
bersetubuh dengan pacarnya
tapi ia tidak pernah merasakan
puncak kenikmatan sex. Apalagi
usiaku jauh lebih tua di atas 10
tahun dari usianya, sehingga
seharusnya aku perlu obat
penambah kekuatan dan daya
tahan untuk mengimbanginya.
Namun aku terlalu ceroboh dan
kurang memperhitungkannya,
sehingga aku terpaksa KO lebih
awal sebelum ia ada tanda-tanda
akan puas. Aku terlalu
mengandalkan pengalamanku
yang mempunyai jam terbang
lebih banyak dari dia, apalagi
selama ini hampir semua wanita
yang kusetubuhi merasa KO
lebih dulu karena kemampuanku
dalam merangsang.
"Maaf yah sayang, aku terlalu
capek dari daerah, seharusnya
istirahat lebih dulu sebelum kita
berperang di atas kasur ini" kata
saya untuk memberi alasan agar
ia tidak putus harapan.
"Nga apa-apa kok Kak, saya khan
tidak terlalu berharap dari Kak
untuk dipuaskan, sebab saya
hanya mau melihat Kakak puas
dan bahagia bersamaku apalagi
saya memang tidak mudah
mencapai kepuasan sex Kak"
jawabnya dengan sedikit
tersenyum tanpa ada rasa
kecewa sedikitpun diwajahnya.
"Kakak janji, ronde kedua nanti,
akan kuusahakan agar Adik bisa
juga merasakan nikmatnya sex.
Saya malu dan tidak mau
dikatakan hanya mementingkan
diri sendiri, apalagi pasti akan
membuat kenangan buruh dihati
adik sepanjang masa, kita
istirahat sejenak aja dulu Dik"
begitulah ucapan saya pada Tika
mencoba memberi harapan yang
besar.
Setelah aku ke kamar mandi
membersihkan kemaluanku, saya
kembali berbaring disamping
Tika dan berusaha merayu,
memeluk dan mencium bibir dan
keningnya serta mengelus-elus
puting susunya. Tiba-tiba aku
teringat pada vitamin yang
sengaja kubawa dari daerah
sebagai obat yang dapat
mengembalikan kondisi tubuh,
khususnya bagi yang berusia
lanjut. Aku bangkit dari tempat
tidurku, lalu menelannya 2 biji,
lalu kembali berpelukan dengan
Tika di atas kasur empuk itu.
Ternyata tidak sia-sia, hanya
dalam beberapa menit saja,
kontol saya mulai terasa
mengeras kembali, apalagi
setelah dipegang-pegang oleh
Tika.
"Yuk, kita mulai lagi" kataku
sambil tersenyum pada Tika.
"Apa Kakak sudah siap lagi?
Istirahat aja dulu sebentar Kak,
waktu kita masih ada beberapa
jam lagi di wisma ini" katanya
seolah tidak mau memaksa
kemampuanku.
Sambil berkata begitu, Tika mulai
meremas-remas kontolku dan
nampaknya ia juga sangat
menginginkan hal itu. Tika
segera bangun dan kembali
mengangkangi tubuhku lalu
mencoba memasukkan kontolku
ke dalam memeknya yang masih
basah karena belum dicuci. Ia
sengaja saya minta agar lebih
aktif dari aku, karena aku masih
agak kecapean. Kontolku yang
sudah mengeras kembali itu
tidak terlalu sulit dimasukkan
sampai seluruhnya amblas ke
dalam lubang memeknya.
Tikapun mulai menggenjot terus
dan kembali menimbulkan bunyi
khas, bahkan kali ini ia berbalik
membelakangi wajahku
sehingga ia tertawa kecil melihat
gerakannya pada cermin di
sudut kamar itu. Setelah ia puas
memandangi posisi kami, Tika
lalu turun dan mencoba
nungging di depan saya.
Sayapun mengerti maksudnya.
Berkali-kali aku arahkan ujung
penisku pada memeknya yang
agak sedikit menganga dari
belakang, tapi selalu saja
mengenai lubang duburnya,
sehingga ia menegurku karena
merasa kesakitan.
Mungkin Tika atau saya yang
kurang cocok dengan posisi itu,
sehingga kami tidak jadi
menerapkan posisi nungging itu,
melainkan Tika kuminta
berbaring terlentang lalu aku
kembali menindihnya dan
memasukkan kontolku dengan
mudah lalu menggenjotnya
dengan lebih keras dan cepat.
Kali ini berlangsung agak lama
daripada ronde pertama tadi.
"Ngomong ya Kak jika kau mau
muncrat supaya aku tahu"
katanya berbisik.
"Yah sayang, tapi masih jauh
rasanya" jawabku singkat.
Peluh kami mulai bercucuran dan
basah sekali sekujur tubuh kami.
Walaupun aku telah berusaha
menahan spermaku untuk tidak
terlalu cepat keluarnya, namun
tetap saja Tika belum ada tanda-
tanda akan mencapai
puncaknya.
"Auh.. iihh.. eehh.. aahh.. uuhh.."
itulah suara-suara yang
menyertai gerakan pinggul Tika
ketika aku semakin
mempercepat gerakan pantatku
menekan pnisku masuk lebih
dalam lagi. Sementara aku tetap
berusaha untuk tidak
mengeluarkan suara meskipun
aku merasakan suatu
kenikmatan yang luar biasa
dibanding aku bersetubuh
dengan istriku.
"Bagaimana sayang, masih jauh?
Aku sudah mulai mau keluar nih,
nga apa-apa khan saya
keluarkan di dalam saja?" kataku
berterus terang.
"Silakan Kak, aku sudah makan
obat pengaman, ngga bakalan
hamil kok, ibuku khan bidan, jadi
mudah kudapatkan obat seperti
itu" katanya meyakinkanku.
Tidak seberapa lama kemudian,
akupun muncrat dalam
vaginanya dan kali ini Tika
merasakannya dengan denyutan
kontolku. Aku tetap berusaha
menahan kontolku dalam
memeknya, sehingga ia merasa
hampir mencapai puncaknya.
"Kak, kayaknya aku sudah mau
keluar nihh, auhh, mm.. hh"
Katanya sambil terengah-engah
dan bersuara agak keras.
"Bagaimana, sudah hampir
sayang? Saya capek sekali nih"
kataku terus terang mengalah,
sebab kontolku sudah mulai loyo
dan kehabisan tenaga sehingga
sulit sekali bertahan di dalam.
Kontolku dengan sendirinya
keluar dari dalam memek Tika,
sehingga kamipun berhenti
bergoyang, nampun Tika tetap
tidak menunjukkan kekecewaan
dan putus asa di wajahnya.
"Aku telah merasa sedikit lebih
puas dari ronde pertama tadi
atau mungkin tadi aku udah
muncrat tapi aku ngga
mengetahuinya" demikian
katanya seolah bahagia dan
senang atas pertarungan kami di
ronde ke-2.
"Kita masih punya waktu sekitar
3 jam lagi di kamar ini sayang,
mudah-mudahan kita masih bisa
lanjutkan ke ronde yang ke 3,
kita habiskan saja semua sisa-
sisa kemampuan kita di tempat
ini, sebab kapan lagi kita dapat
kesempatan seperti ini" kataku
penuh harap.
"Kalau sudah capek dan nga
mampu lagi Kak, ngga usah
diteruskan dan dipaksakan, khan
sudah sama-sama kita
merasakan suatu kenikmatan
yang cukup, nanti lain kali aja
kita bisa lakukan, saya selalu siap
kok kapan aja Kakak mau asal
beritahu lebih dulu" kata Tika
dengan santun dan penuh
penghormatan serta kasih
sayang padaku, sehingga aku
merasa tidak enak dan berat
padanya.
Kali ini, aku kembali ke kamar
mandi membersihkan penis saya
yang berlepotan dengan sperma,
dan Tikapun menyusul, lalu kami
sama-sama mengenakan CD
kemudian berbaring sambil
berpelukan, bermesraan, bahkan
aku berusaha terus
merangsangnya, terutama di
bagian payudaranya dengan
mengisap-isap putingnya dan
meremas-remasnya serta
mengecup pipinya. Kami saling
bercanda dan bersenda gurau
layaknya suami istri yang seolah
tidak ada beban dan ketakutan
sama-sekali. Cukup lama kami
bermain-main di atas tempat
tidur itu tanpa pakaian kecuali
CD. Sesekali Tika menyentuh
penisku dan meremas-remasnya
dari luar CD, sedang aku juga
menyentuh dan mengelus-elus
vaginanya.
"Kak, istirahat saja dan tidurlah,
biar lebih segar perasaannya,
aku rasanya ngga capek dan nga
ngantuk" katanya merayuku
berkali-kali agar aku berusaha
tidur. Tapi aku selalu takut kalau-
kalau ia meninggalkan aku
sendirian dalam kamar itu,
sehingga mataku juga tidak mau
tertidur apalagi sulit lagi kami
dapatkan kesempatan emas
seperti ini.
Entah pengaruh dari mana, tapi
yang jelas tiba-tiba kontolku
kembali tegang dan bergerak-
gerak dalam CD-ku, sehingga
dirasakan pula oleh Tika yang
sedang berbaring di bagian
bawah perutku. Mungkin akibat
vitamin yang kutelan tadi atau
karena senda gurau kami yang
terlalu asyik. Tika tiba-tiba
bangkit dan duduk di sampingku
sambil tertawa.
"Wah, ternyata bangun lagi Kak,
apa Kakak masih siap
melanjutkannya untuk ronde
yang terakhir sebelum kita
keluar dari wisma ini kak?"
tanyanya dengan tersenyum
dan nampak ia gembira melihat
reaksi itu.
"Boleh saja, tapi isap dulu donk
biar lebih keras dan membesar
lagi agar dapat bertahan lebih
lama" jawabku dan meminta ia
lebih aktif.
"Ayolah, mari kita coba mulai"
katanya terburu-buru sambil
membuka CD-ku dalam keadaan
aku tetap terlentang. Hangat dan
nikmat sekali.
"Ahh.. usst.. oohh.. aduhh..
eenakk sekali sayang.." begitulah
eranganku berkali-kali ketika
Tika meraih dan memasukkan
kontolku ke dalam mulutnya lalu
menggocok-gocoknya dengan
mulut.
Setelah aku merasa kontolku
cukup keras dan membesar lagi
dalam mulut Tika, aku dengan
segera bangkit dari tidurku lalu
menarik celana dalam Tika
hingga keluar semuanya. Kali ini
aku tarik Tika berbarik sambil
miring sehingga kami berhadap-
hadapan, lalu aku coba
mengangkat satu pahanya ke
atas dan memasukkan pahaku ke
dalam selangkangannya, lalu
menusukkan kontolku ke lubang
memeknya hingga amblas
seluruhnya.
Beberapa menit kami dalam
posisi seperti ini sambil kami
menggerak- gerakkan pantat
maju mundur, akupun
mengangkat Tika ke atasku
sehingga ia menindihku tanpa
melepaskan kontolku dari
kemaluannya. Kali ini Tika
dengan keras dan cepatnya
menggoyangkan pinggulnya
maju mundur dan kiri kanan,
bahkan ia menarik kepalaku ke
atas sehingga kami setengah
duduk lalu duduk dengan
meletakkan kedua pahanya di
atas kedua pahaku, lalu pinggul
kami bergerak seirama seolah
kami saling mendorong dan
menarik. Kami tidak mengubah
lagi posisi hingga kami sama-
sama mencapai puncak
kenikmatan, meskipun aku yakin
jika Tika belum mencapai
kenikmatan sex 100%, tapi ia
mengaku telah merasa puas
merasakan kenikmatan sex yang
belum pernah ia alami
sebelumnya.
Selesai membersihkan badan dan
berpakaian lengkap, kami saling
mengecup dan ciuman sebagai
tanda terima kasih sekaligus
perpisahan sementara karena
aku mau pulang ke daerah
asalku. Kami berjanji akan
mengulangi lagi setiap ada
kesempatan.
No comments:
Post a Comment