Namaku Otong (bukan nama
sebenarnya), aku bekerja di
sebuah perusahaan cukup
terkenal di Jawa Barat, di sebuah
kota yang sejuk, dan saya
tinggal (kost) di daerah
perkampungan yang dekat
dengan kantor. Di daerah
tersebut terkenal dengan gadis-
gadisnya yang cantik & manis.
Aku dan teman-teman kost
setiap pulang kantor selalu
menyempatkan diri untuk
menggoda cewek-cewek yang
sering lewat di depan kost. Di
sebelah kostku ada sebuah
warung kecil tapi lengkap,
lengkap dalam artian untuk
kebutuhan sehari-hari, dari mulai
sabun, sandal, gula, lombok, roti,
permen, dsb itu ada semua. Aku
sudah langganan dengan
warung sebelah. Kadang kalau
sedang tidak membawa uang
atau saat belanja uangnya
kurang aku sudah tidak
sungkan-sungkan untuk hutang.
Warung itu milik Ibu Ita (tapi aku
memanggilnya Tante Ita),
seorang janda cerai beranak satu
yang tahun ini baru masuk TK
nol kecil. Warung Tante Ita buka
pagi-pagi sekitar jam lima, terus
tutupnya juga sekitar jam
sembilan malam. Warung itu
ditungguin oleh Tante Ita sendiri
dan keponakannya yang SMA,
Krisna namanya.
Seperti biasanya, sepulang
kantor aku mandi, pakai sarung
terus sudah stand by di depan
TV, sambil ngobrol bersama
teman-teman kost. Aku bawa
segelas kopi hangat, plus
singkong goreng, tapi rasanya
ada yang kurang.., apa ya..?, Oh
ya rokok, tapi setelah aku lihat
jam dinding sudah menunjukkan
jam 9 kurang 10 menit (malam),
aku jadi ragu, apa warung Tante
Ita masih buka ya..?, Ah.., aku
coba saja kali-kali saja masih
buka. Oh, ternyata warung Tante
Ita belum tutup, tapi kok sepi..,
"Mana yang jualan", batinku.
"Tante.., Tante.., Dik Krisna.., Dik
Krisna", lho kok kosong, warung
ditinggal sepi seperti ini, kali saja
lupa nutup warung.
Ah kucoba panggil sekali lagi,
"Permisi.., Tante Ita?".
"Oh ya.., tungguu", Ada suara
dari dalam. Wah jadi deh beli
rokok akhirnya.
Yang keluar ternyata Tante Ita,
hanya menggunakan handuk
yang dililitkan di dada, jalan
tergesa-gesa ke warung sambil
mengucek-ngucek rambutnya
yang kelihatannya baru selesai
mandi juga habis keramas.
"Oh.., maaf Tante, Saya mau
mengganggu nich.., Saya mo beli
rokok gudang garam inter, lho
Dik Krisna mana?
"O.., Krisna sedang dibawa ama
kakeknya.., katanya kangen ama
cucu.., maaf ya Mas Otong Tante
pake' pakaian kayak gini.. baru
habis mandi sich".
"Tidak apa-apa kok Tante, sekilas
mataku melihat badan yang lain
yang tidak terbungkus handuk..,
putih mulus, seperti masih gadis-
gadis, baru kali ini aku lihat
sebagian besar tubuh Tante Ita,
soalnya biasanya Tante Ita selalu
pakai baju kebaya. Dan lagi aku
baru sadar dengan hanya
handuk yang dililitkan di atas
dadanya berarti Tante Ita tidak
memakai BH. Pikiran kotorku
mulai kumat.
Malam gini kok belum tutup
Tante..?
"Iya Mas Otong, ini juga Tante
mau tutup, tapi mo pake'
pakaian dulu?
"Oh biar Saya bantu ya Tante,
sementara Tante berpakaian",
kataku. Masuklah aku ke dalam
warung, lalu menutup warung
dengan rangkaian papan-papan.
"Wah ngerepoti Mas Otong kata
Tante Ita.., sini biar Tante ikut
bantu juga". Warung sudah
tertutup, kini aku pulang lewat
belakang saja.
"Trimakasih lho Mas Otong..?".
"Sama-sama.."kataku.
"Tante saya lewat belakang saja".
Saat aku dan Tante Ita
berpapasan di jalan antara rak-
rak dagangan, badanku
menubruk tante, tanpa diduga
handuk penutup yang ujung
handuk dilepit di dadanya
terlepas, dan Tante Ita terlihat
hanya mengenakan celana dalam
merah muda saja. Tante Ita
menjerit sambil secara reflek
memelukku.
"Mas Otong.., tolong ambil
handuk yang jatuh terus lilitkan
di badan Tante", kata tante
dengan muka merah padam. Aku
jongkok mengambil handuk
tante yang jatuh, saat tanganku
mengambil handuk, kini di
depanku persis ada
pemandangan yang sangat
indah, celana dalam merah muda,
dengan background hitam
rambut-rambut halus di sekitar
vaginanya yang tercium harum.
Kemudian aku cepat-cepat
berdiri sambil membalut tubuh
tante dengan handuk yang jatuh
tadi. Tapi ketika aku mau
melilitkan handuk tanpa kusadari
burungku yang sudah bangun
sejak tadi menyentuh tante.
"Mas Otong.., burungnya bangun
ya..?".
"Iya Tante.., ah jadi malu Saya..,
habis Saya lihat Tante seperti ini
mana harum lagi, jadi nafsu Saya
Tante..".
"Ah tidak apa-apa kok Mas Otong
itu wajar..".
"Eh ngomong-ngomong Mas
Otong kapan mo nikah..?".
"Ah belum terpikir Tante..".
"Yah.., kalau mo' nikah harus siap
lahir batin lho.., jangan kaya'
mantan suami Tante.., tidak
bertanggung jawab kepada
keluarga.., nah akibatnya
sekarang Tante harus bersetatus
janda. Gini tidak enaknya jadi
janda, malu.., tapi ada yang lebih
menyiksa Mas Otong.. kebutuhan
batin..".
"Oh ya Tante.., terus gimana
caranya Tante memenuhi
kebutuhan itu..", tanyaku usil.
"Yah.., Tante tahan-tahan saja..".
Kasihan.., batinku.., andaikan..,
andaikan.., aku diijinkan biar
memenuhi kebutuhan batin
Tante Ita.., ough.., pikiranku
tambah usil.
Waktu itu bentuk sarungku
sudah berubah, agak kembung,
rupanya tante juga
memperhatikan.
"Mas Otong burungnya masih
bangun ya..?".
Aku cuma megangguk saja, terus
sangat di luar dugaanku, tiba-
tiba Tante Ita meraba burungku.
"Wow besar juga burungmu, Mas
Otong.., burungnya sudah
pernah ketemu sarangnya
belom..?".
"Belum..!!", jawabku bohong
sambil terus diraba turun naik,
aku mulai merasakan
kenikmatan yang sudah lama
tidak pernah kurasakan.
"Mas.., boleh dong Tante ngeliatin
burungmu bentarr saja..?", belum
sempat aku menjawab, Tante Ita
sudah menarik sarungku, praktis
tinggal celana dalamku yang
tertinggal plus kaos oblong.
"Oh.., sampe' keluar gini Mas..?".
"Iya emang kalau burungku lagi
bangun panjangnya suka
melewati celana dalam, Aku
sendiri tidak tahu persis berapa
panjang burungku..?", kataku
sambil terus menikmati kocokan
tangan Tante Ita.
"Wah.., Tante yakin, yang nanti
jadi istri Mas Otong pasti bakal
seneng dapet suami kaya Mas
Otong..", kata tante sambil terus
mengocok burungku. Oughh..,
nikmat sekali dikocok tante
dengan tangannya yang halus
kecil putih itu. Aku tanpa sadar
terus mendesah nikmat, tanpa
aku tahu, Tante Ita sudah
melepaskan lagi handuk yang
kulilitkan tadi, itu aku tahu
karena burungku ternyata sudah
digosok-gosokan diantara buah
dadanya yang tidak terlalu besar
itu.
"Ough.., Tante.., nikmat Tante..,
ough..", desahku sambil
bersandar memegangi dinding
rak dagangan, kali ini tante
memasukkan burungku ke
bibirnya yang kecil, dengan
buasnya dia keluar-masukkan
burungku di mulutnya sambil
sekali-kali menyedot.., ough..,
seperti terbang rasanya. Kadang-
kadang juga dia sedot habis
buah salak yang dua itu.., ough..,
sesshh.
Aku kaget, tiba-tiba tante
menghentikan kegiatannya, dia
pegangi burungku sambil
berjalan ke meja dagangan yang
agak ke sudut, Tante Ita naik
sambil nungging di atas meja
membelakangiku, sebongkah
pantat terpampang jelas di
depanku kini.
"Mas Otong.., berbuatlah
sesukamu.., cepet Mas.., cepet..!".
Tanpa basa-basi lagi aku tarik
celana dalamnya selutut..,
woow.., pemandangan begini
indah, vagina dengan bulu halus
yang tidak terlalu banyak. Aku
jadi tidak percaya kalau Tante Ita
sudah punya anak, aku langsung
saja mejilat vaginanya, harum,
dan ada lendir asin yang begitu
banyak keluar dari vaginanya.
Aku lahap rakus vagina tante,
aku mainkan lidahku di
clitorisnya, sesekali aku
masukkan lidahku ke lubang
vaginanya.
"Ough Mas.., ough..", desah tante
sambil memegangi susunya
sendiri.
"Terus Mas.., Maas..", aku semakin
keranjingan, terlebih lagi waktu
aku masukkan lidahku ke dalam
vaginanya, ada rasa hangat dan
denyut-denyut kecil semakin
membuatku gila.
Kemudian Tante Ita membalikkan
badannya telentang di atas meja
dengan kedua paha ditekuk ke
atas.
"Ayo Mas Otong.., Tante sudah
tidak tahan.., mana burungmu
Mas.. burungmu sudah pengin ke
sarangnya.., wowww.., Mas
Otong.., burung Mas Otong kalau
bangun dongak ke atas ya..?".
Aku hampir tidak dengar
komentar Tante Ita soal
burungku, aku melihat
pemandangan demikian
menantang, vagina dengan
sedikit rambut lembut, dibasahi
cairan harum asin demikian
terlihat mengkilat, aku langsung
tancapkan burungku dibibir
vaginanya.
"Aughh..", teriak tante.
"Kenapa Tante..?", tanyaku kaget.
"Udahlah Mas.., teruskan..,
teruskan..", aku masukkan kepala
burungku di vaginanya, sempit
sekali.
"Tante.., sempit sekali Tante.?".
"Tidak apa-apa Mas.., terus saja..,
soalnya sudah lama sich Tante
tidak ginian.., ntar juga nikmat..".
Yah.., aku paksakan sedikit demi
sedikit.., baru setengah dari
burungku amblas.., Tante Ita
sudah seperti cacing kepanasan
gelepar ke sana ke mari.
"Augh.., Mas.., ouh.., Mas.., nikmat
Mas.., terus Mas.., oughh..".
Begitu juga aku.., walaupun
burungku masuk ke vaginanya
cuma setengah, tapi sedotannya
oughh luar biasa.., nikmat sekali.
Semakin lama gerakanku
semakin cepat. Kali ini burungku
sudah amblas dimakan vagina
Tante Ita. Keringat mulai
membasahi badanku dan badan
Tante Ita. Tiba-tiba tante
terduduk sambil memelukku,
mencakarku.
"Oughh Mas.., ough.., luar biasa..,
oughh.., Mas Otong..", katanya
sambil merem-melek.
"Kayaknya ini yang namanya
orgasme.., ough..", burungku
tetap di vagina Tante Ita.
"Mas Otong sudah mau keluar
ya..?". Aku menggeleng.
Kemudian Tante Ita telentang
kembali, aku seperti kesetanan
menggerakkan badaku maju
mundur, aku melirik susunya
yang bergelantungan karena
gerakanku, aku menunduk dan
kucium putingnya yang coklat
kemerahan. Tante Ita semakin
mendesah, "Ough.., Mas..", tiba-
tiba Tante Ita memelukku sedikit
agak mencakar punggungku.
"Oughh Mas.., aku keluar lagi..",
kemudian dari kewanitaannya
aku rasakan semakin licin dan
semakin besar, tapi denyutannya
semakin terasa, aku dibuat
terbang rasanya. Ach rasanya
aku sudah mau keluar, sambil
terus goyang kutanya Tante Ita.
"Tante.., Aku keluarin dimana
Tante..?, di dalam boleh nggak..?".
"Terrsseerraah..", desah Tante Ita.
Ough.., aku percepat gerakanku,
burungku berdenyut keras, ada
sesuatu yang akan dimuntahkan
oleh burungku. Akhirnya semua
terasa enteng, badanku serasa
terbang, ada kenikmatan yang
sangat luar biasa. Akhirnya
spermaku aku muntahkan dalam
vagina Tante Ita, masih aku
gerakkan badanku rupanya kali
ini Tante Ita orgasme kembali,
dia gigit dadaku.
"Mas Otong.., Mas Otong.., hebat
Kamu Mas".
Aku kembali kenakan celana
dalam serta sarungku. Tante Ita
masih tetap telanjang telentang
di atas meja.
"Mas Otong.., kalau mau beli
rokok lagi yah.., jam-jam begini
saja ya.., nah kalau sudah tutup
digedor saja.., tidak apa-apa..,
malah kalau tidak digedor Tante
jadi marah..", kata tante
menggodaku sambil memainkan
puting dan clitorisnya yang
masih nampak bengkak.
"Tante ingin Mas Otong sering
bantuin Tante tutup warung",
kata tante sambil tersenyum
genit. Lalu aku pulang.., baru
terasa lemas sakali badanku, tapi
itu tidak berarti sama sekali
dibandingkan kenikmatan yang
baru kudapat. Keesokan harinya
ketika aku hendak berangkat ke
kantor, saat di depan warung
Tante Ita, aku di panggil tante.
"Rokoknya sudah habis ya.., ntar
malem beli lagi ya..?", katanya
penuh pengharapan, padahal
pembeli sedang banyak-
banyaknya, tapi mereka tidak
tahu apa maksud perkataan
Tante Ita tadi, akupun pergi ke
kantor dengan sejuta ingatan
kejadian kemarin malam.
No comments:
Post a Comment