Aku masih duduk di bangku SLTP
saat itu. Di saat aku dengan
teman-teman yang lain biasa
pulang sekolah bersama-sama.
Usiaku masih terbilang hijau,
sekitar tiga belas tahun. Aku
tidak terlalu tahu banyak tentang
wanita saat itu. Di kelas aku
tergolong anak yang pendiam
walaupun sering juga mataku ini
melirik pada keindahan wajah
teman-teman wanita dikelasku
waktu itu.
Aku memang tidak seperti David,
salah satu temanku yang biasa
pulang bersama-sama selepas
sekolah usai. Walaupun kulitnya
terbilang gelap, hidung besar
dan pesek tapi pengetahuannya
tentang wanita terbilang banyak.
Terlebih mengingat usianya
yang hanya terpaut tiga bulan
lebih muda dariku.
Temanku yang satu ini tergolong
pria playboy. Pacarnya banyak,
sering gonta-ganti. Hampir tiap
minggu selalu tampil cewek
dengan wajah baru
disampingnya. Gila memang,
walaupun secara jujur buatku
seleranya sangat berbeda. Aku
senang dengan cewek yang
kalem, seperti putrid solo
layaknya dengan wajah manis
bersahaja. Biasa-biasa saja.
Sementara David senang dengan
cewek yang agresif dan periang,
wajah rupawan bak-Tamara
Blezinsky layaknya.
Hal ini jugalah yang membawa
aku dan teman-teman yang lain
kedalam sebuah pengalaman
yang tak terlupakan bagi kami
saat duduk dibangku SLTP dulu.
Semuanya bermula dari selera
siplayboy David terhadap
perempuan. Kebiasaannya untuk
tak melewatkan barang
sedetikpun perhatiannya
terhadap keindahan wanita
membawa aku, Syarif dan
Bagong kesebuah rumah di
komplek pemukiman Griya
Permai. Komplek perumahan
yang biasa kami lewati saat
pulang menuju kerumah masing-
masing.
Mulanya aku dan Bagong sedang
asyik bercanda, tertawa
cekikikan seperti biasa
sementara Syarif mendengarkan
dengan wajah dingin membeku.
Secara tiba-tiba David menepuk
pundakku dengan keras.
Matanya tertuju kesatu rumah
dengan tajamnya. Ternyata
disana kulihat ada seorang
wanita dengan mengenakan rok
mini baru saja keluar
meninggalkan mobilnya untuk
membuka pintu pagar rumah.
"Heh, vid. Kenapa sih elu tiap
lihat perempuan mata elu
langsung melotot kayak begitu?"
tegurku.
"Elu itu buta ya, mam. Elu kagak
lihat bagaimana bongsornya
bodi tuh wanita??" balasnya
cepat.
"David, david.. bisa-bisanya elu
nilai perempuan dari jarak jauh
begini-ini" sambung Bagong "Itu
mata.. apa teropong"
"Wah, kalau untuk urusan wanita
kita nggak pake mata lagi, men.
Nih, pake yang disini nih..
dibawah sini" jawab David
sambil menunjuk-nunjuk kearah
kemaluannya.
"Kalau gua udah ngaceng,
perempuan diseberang planet
juga bisa gua lihat" kata David
dengan senyum penuh nafsu.
"Jadi sekarang elu lagi ngaceng,
nih?!" tanya Syarif yang sedari
tadi hanya bisa tenggelam
dengan pikiran-pikirannya.
"So pasti, men. Nih kontol udah
kayak radar buat gua. Makanya
gua tahu disana ada mangsa"
jawab David dengan lagi-lagi
menunjuk ke arah kemaluannya.
"Gila lu, vid" kataku.
"Ha-alah, enggak usak munafik
deh mam, elu juga ngaceng kan,
waktu melihat roknya siDina
kebuka di kelas. Gua kan tau.. elu
juga kan gong?" balas David
cepat.
"yah, itu kan kebetulan.
Bukannya dicari, ya kan mam?"
tanya Bagong kepadaku.
Aku sendiri hanya bisa tersipu
malu mendengarnya. Didalam
hati aku memang mengaukui
kalau saat itu paha Dina yang
panjang dan mulus telah
membuat tongkat kemaluanku
berdiri tegak tanpa bosan. Aku
memang sering mengamati paha
siDina teman kelasku dulu secara
sembunyi-sembunyi.
"Sekarang begini aja" ujar David
kemudian "Elu pada berani
taruhan berapa, kalau gua bisa
masuk kerumah tuh wanita?"
"Elu itu udah gila kali ya, vid. Elu
mau masuk kerumah itu
perempuan??" jawabku cepat.
"Udah deh.. berapa?
Goceng??"tantangnya kepada
kami. Sejenak aku, Bagong dan
Syarif hanyut dalam
kebingungan. Teman kami yang
satu ini memang sedikit nekat
untuk urursan wanita.
"Boleh" jawabku pendek.
"Goceng??"potong Bagong cepat
"Wah gua udah bisa beli mensen
tuh"
"Ha-alah, bilang aja kalau elu
takut jatuh miskin. Iya kan,
gong?" balas David dengan
sedikit menekan.
"Siapa bilang, kalau perlu, ceban
juga hayo" jawab Bagong tak
mau kalah.
"Oke, oke.. heh, heh, heh.
Sekarang tinggal elu nih, rif.
Kalau melihat tampang elu sih,
kayaknya gua ragu"
"Heit tunggu dulu" ujar Syarif.
Dia langsung cepat-cepat
merogoh kantong celananya.
Selembar uang kertas lima ribuan
langsung dikibas-kibaskan
didepan kedua mata David.
"Gua langsung buktikan aja sama
elu.. nih"
"Oke. Sekarang elu pada buka
tuh mata lebar-lebar" kata David
kemudian.
David langsung berjalan menuju
kerumah yang dimaksud.
Tampak disana sang pemilik
rumah telah memasukkan
mobilnya. Saat ia hendak
menutup pagar, aku lihat David
berlari kecil menghampirinya.
Disana kulihat mereka sepertinya
sedang berbicara dengan penuh
keakraban. Aneh memang
temanku ini. Baru saja bertemu
muka dia sudah bisa membuat
wanita itu berbicara ramah
dengannya, penuh senyum dan
tawa.
Dan yang lebih aneh lagi
kemudian, beberapa saat setelah
itu David melambaikan
tangannya kearah kami bertiga.
Dia mengajak kami untuk segera
datang mendekatinya. Setelah
beberapa langkah aku berjalan,
kulihat David bahkan telah
masuk ke pekarangan rumah
menuju ke pintu depan rumah
dimana wanita itu berjalan
didepannya. David memang
memenangkan taruhannya hari
itu. Di dalam rumah kami duduk
dengan gelisah, khususnya aku.
Bagaimana mungkin teman kami
yang gila perempuan ini bisa
dengan mudah menaklukkan
wanita yang setidaknya dua
puluh tahun lebih tua usianya
dari usia kami. Sesaat setelah
David selesai dengan uang-uang
kami ditangannya, akupun
menanyakan hal tersebut.
"Gila lu, vid. Elu kasih sihir apa
tuh wanita, sampai bisa jinak
kayak merpati gitu??" tanyaku
penasaran.
"Heh, heh, heh.. kayaknya gua
harus buka rahasianya nih sama
elu-elu pada" jawabnya.
"Jelas dong, vid. Goceng itu
sudah cukup buat gua ngebo'at.
Elu kan tahu itu" tambah Bagong
lagi.
"Begini. Kuncinya itu karena elu-
elu semua pada blo'on" jelas
David serius.
"Apa maksudnya tuh!" tanya
Syarif cepat.
"Iya, elu-elu pada blo'on semua
karena elu-elu kagak tahu kalau
perempuan itu sebenarnya tante
teman gua.. Ferdi" tambahnya
lagi.
"Ferdi, anak kelas satu A"
tanyaku pensaran.
"Ketua OSIS kita, vid??" tambah
Bagong lagi.
"Betul. Nah dia itu punya ibu,
ibunya punya abang.. nah
perempuan ini adalah istrinya"
"Wah, sialan kita sudah dikadalin
nih sama.. playboy cap kampak"
kata Bagong.
"Itu kagak sah, vid. Itu berarti
penipuan"sambung Syarif.
"Itu bukan penipuan. Kalau elu
tanya apa gua kenal kagak sama
tuh perempuan, lalu gua jawab
enggak.. itu baru penipuan" jelas
David.
Aku mencium bau pertengkaran
diantara teman-temanku saat itu
sehingga akupun tidak ingin
menambahinya lagi. Terlebih,
tidak lama kemudian wanita
yang kemudian kami tahu
bernama Susan itu, datang
dengan membawa minuman
segar buat kami.
"Ada apa kok ribut-ribut.
Kelamaan ya minumannya?"
tanya tante Susan. Suaranya
terdengar renyah ditelinga kami
dan senyumannya yang lepas
membuat kami berempat
langsung terhenyak dengan
kedatangannya yang tiba-tiba.
"Ah, nggak apa-apa tante" jawab
Bagong.
David yang duduk disebelahnya
terlihat serius dengan pikirannya
sendiri. Baju t-shirt yang
dikenakan tante Susan memiliki
belahan dada yang rendah
sehingga disaat beliau
membungkuk menyajikan gelas
kepada kami satu-persatu, David
terlihat melongok-longokkan
kepalanya untuk dapat melihat
isi yang tersembunyi dibalik
pakaian beliau saat itu. Aku
sendiri bisa menyaksikannya,
kedua payudara beliau yang
besar, penuh berisi.
Menggelantung dan
bergoncangan berulangkali
disetiap ia menggerakkan
badannya.
"Ini tante buatkan sirup jeruk
dingin untuk kalian, supaya
segaran" jelas tante Susan "Hari
ini panasnya, sih"
Saat tante Susan selesai dengan
gelas-gelasnya, iapun kembali
berdiri tegak. Keringat yang
mengucur deras dari kedua
dahinya memanggil untuk
diseka, maka beliaupun
menyekanya. Tangan beliau
terangkat tinggi, tanpa sengaja,
ketiak yang putih, padat berisi
terlihat oleh kami. Beberapa helai
bulunya yang halus begitu
menarik terlihat. Jantungku
terasa mulai cepat berdetak.
Karena saat itu juga aku
tersadarkan kalau dibalik
pakaian yang dikenakan tante
Susan telah basah oleh keringat.
Lebih memikat perhatian kami
lagi, disaat kami tahu bahwa
tante Susan tidak mengenakan
BH saat itu.
Kedua buah puting susunya
terlihat besar menggoda.
Mungkin karena basah
keringatnya atau tiupan angin
disiang hari yang panas,
membuat keduanya terlihat
begitu jelas dimataku. Aku
sendiri tidak ambil pusing
dengan lingkungan disekitarku
karena tongkat kemaluanku telah
berdiri keras tanpa bosan.
Rasanya aku ingin sekali
melakukan onani bahkan, kalau
mungkin, mengulum kedua
puting susu beliau yang
menantang dengan berani.
"Tante habis mengantar om
kalian ke bandara hari ini. Jadi
tante belum sempat beres-beres
ngurus rumah" katanya lagi.
Ditengah pesona buah dada
yang menggoda nafsu birahiku,
perhatianku terpecah oleh
tangisan suara bayi. Aku baru
tahu kemudian, bahwa itu adalah
anak tante Susan yang pertama.
Beliaupun terpanggil untuk
menemuinya dengan segera.
"Kalian minum dulu, ya. Tante
kebelakang dulu.. oh, iya David.
Mungkin Ferdi datang agak
terlambat karena dia sedang ada
rapat OSIS"
"Iya tante. Nggak apa-apa. Kami
tunggu aja deh" kata David.
Hanya selang beberapa menit
kemudian, tante Susan sudah
menemui kami kembali di ruang
tamu. Namun satu hal yang
membuat kami terkejut
kegirangan menyambut
kedatangannya dikarenakan
beliau terlihat asyik menyusui
bayinya saat itu. Bayi yang lucu
tetapi buah dada yang menjulur
keluar lebih menyilaukan
pandangan jiwa muda kami
berempat.
Tante Susan terlihat tidak acuh
dengan mata-mata liar yang
menatapi buah dada segar
dimulut bayinya yang mungil. Ia
bahkan terlihat sibuk mengatur
posisi agar terasa nyaman
duduk diantara David dan
Bagong saat itu.
"Bagaiman sirup jeruknya, sudah
diminum?" tanya tante Susan
cepat.
"Sudah, tante" jawab David
pendek. Matanya menatap tajam
kearah samping dimana
payudara tante Susan yang
besar dan montok terlihat tegas
dimatanya.
"Ini namanya Bobby" jelas tante
Susan lagi sambil menatap anak
bayinya yang imut itu "Usianya
baru sembilan bulan"
"Wah, masih kecil banget dong
tante" balas David.
"Iya, makanya baru boleh
dikasih susu aja"
"ASI ya, tante?" tanya David
polos.
"Oh, iya. Harus ASI, nggak boleh
yang lain" jelas beliau dengan
serius.
"Kalau orang bilang susu yang
terbaik itu ASI, tante?"
"Betul, David. Dibandingkan
dengan susu sapi misalnya. Ya,
susu ibu itu jauh lebih bergizi..
heh, heh, heh" tambah tante
Susan penuh yakin.
"Ibu saya juga suka bikinkan
saya susu setiap pagi, tante" kata
David menjelaskan.
"Oh, iya.. bagus itu"
Tante Susan diam sejenak. Beliau
memperhatikan bayinya yang
sudah mulai terlihat tidur. Namun
David terlihat mulai berharap
sesuatu yang lain dari payudara
beliau yang besar menggoda.
"Tapi susu yang saya minum
setiap hari.. ya, susu sapi tante"
sambung David lagi penasaran.
Sementara tante Susan masih
terlihat sibuk dengan bayinya.
Namun beberapa saat setelah itu
beliau mengatakan sesuatu yang
mengejutkan kami.
"Susu ibu tetap lebih bagus.
Bahkan di India ada yang bisa
menyusui anaknya hingga
berusia sepuluh tahun"
"Wah, asyik juga tuh" sela
Bagong cepat.
Tante Susan, dengan sekonyong-
konyong, menarik bagian sisi
bajunya dimana buah dadanya
yang masih tertutup, tersingkap
lebar. Buah dada beliaupun
melejit keluar dengan cepat. Kami
berempat dibuat terkesima
olehnya. Ini adalah pengalaman
yang paling heboh dalam
sepanjang sejarah hidup kami
saat itu.
"Tuh, kamu bisa mencobanya"
kata tante Susan kepada Bagong
yang duduk disamping beliau.
Puting susu berwarna merah
delima terlihat menonjol
kearahnya. Bagongpun tanpa
berfikir panjang menyentuh
payudara beliau dengan
perlahan.
"Ayo! jangan lama-lama, tante
nggak punya banyak waktu"
tegur beliau mengingatkan.
Bagongpun meremas buah dada
beliau serta mulai berani
memainkan puting susunya
dengan beberapa gerakan
memelintir.
"Pentilnya nggak usah dipencet-
pencet lagi. Udah keluar kok.
Kamu coba langsung
menghisapnya kayak anak tante
ini" jelas beliau lagi.
""Iya, gong. Elu 'ngerti kagak
caranya netek?! Kayak gini nih.."
sela David cepat dan langsung
mengatupkan mulutnya ke
puting susu beliau yang merah
merona itu.
"Akh, David.. aduh, pelan-pelan
yah" kata tante Susan kaget.
Saat itu, hari yang
sesungguhnya telah dimulai.
Tante Susan menggilir kami satu
persatu untuk disusui olehnya.
Anaknya yang masih orok
bahkan dibaringkan diatas sofa
yang kosong untuk lebih
mempermudah beliau menyusui
anak angkatnya saat itu. Aku si-
pengintip, David si-gila dan
Syarif yang berdarah dingin
serta tentu saja Bagong si-
pemabuk, memulai hari pertama
pendidikan ekstra kurikuler kami
saat itu. Karena semenjak hari
baik itu, pada setiap hari-hari
tertentu dalam seminggu kami
pasti berkunjung kerumah tante
Susan.
Dirumah tante Susan, beliau
senantiasa menyambut kami
dengan ramah dan penuh
perhatian. Beliau tidak pernah
mengecewakan kami. Menyusui
kami dengan sabar satu persatu.
Himgga kami tamat
menyelesaikan pendidikan kami
ditingkat SLTP, tante Susan
meyakinkan kami bahwa kami
sudah saatnya untuk mandiri.
Dan memang kamipun merasa
demikian. Setamat SLTP kami
berempat berpisah dibanyak
SLTA. Namun persahabatan kami
tetap ada walau dibatasi oleh
banyak kesibukan masing-
masing. Sekarang, David telah
menjadi seorang pengacara dari
salah satu koruptor kelas wahid
di negeri kita ini. Syarif menjadi
salah seorang penceramah
kondang yang keluar masuk
televisi tetapi yang paling
mengesankan menurutku adalah
Bagong. Sekarang Bagong telah
menjadi ketua partai terkenal
yang sangat anti-KKN. Aku
sendiri sekarang bekerja sebagai
salah satu reporter berita dari
sebuah stasiun televisi swasta
terkemuka di Indonesia.
Itu semua, kami yakini berkat
"susu" tante Susan yang telah
kami terima disaat duduk
dibangku SLTP dulu.
Terima kasi tante Susan.
No comments:
Post a Comment