Para netters tentunya pasti ingat
apabila tersebut atau tertulis
sebuah kalimat seperti di atas,
akan tetapi yang aku alami
bukanlah seperti itu. Dan yang
aku maksud adalah kisah nyata
sepanjang jalan antara
Temanggung - Semarang.
Aku adalah lelaki berumur 29
Tahun, namaku sebut saja Andi
dan sudah menikah bahkan
mempunyai seorang anak laki-
laki 3 tahun. Cerita ini berawal
ketika aku mengantar istriku
dalam rangka liburannya (dia
seorang dosen) ke salah satu
kabupaten di Karesidenan
Banyumas sana dan aku sendiri
bekerja sebagai "officer" di salah
satu perusahaan PMA di
Surabaya. Sekembalinya aku dari
Banyumas itu aku lewat jalur
Wonosobo karena untuk ke arah
Semarang lebih cepat. Saat bus
berhenti di agen Temanggung
teringatlah aku memory dengan
bekas pacarku saat aku kuliah di
Semarang dan karena kedua
orangtuanya tidak setuju
akhirnya kami berpisah secara
baik-baik.
Dia adalah gadis di sebuah desa
di lereng Gunung Sumbing.
Wajahnya bulat cantik, bibirnya
mirip penyayi Paramitha Rusadi
dan bodinya ambooyy. "Aaah.."
aku menghela nafas kembali
sejenak melintas bayangan
wajah itu, wajah seorang Yunita.
Dan aku masih mengenang
sebuah "French kiss" perpisahan
kami di bentangan kebun teh itu
dan berlanjut hingga
mahkotanya yang terjaga selama
ini diserahkan kepadaku. Diiringi
mentari yang menyelimuti
dirinya dengan kabut putih
beriringan dengan desahan dan
lenguhan di antara sejuknya
udara kota itu. Ada sedikit tanda
merah yang tertinggal di rok
dalamnya sebelum aku meminta
diri untuk meninggalkan semua
yang ada di dirinya.
"Maaf Mas apa kursi ini kosong?"
tanya suara itu.
Aku terkejut. Oh Tuhan rupanya
aku melamun cukup lama tadi
itu, gumamku dalam hati. Belum
habis rasa terkejutku aku
tersentak ketika aku
memalingkan kepada seraut
wajah itu.
"Ka.. kaa.. mu.. Yunn!" teriakku
demikian pula gadis itu.
"Mass.. Andi.." saut Gadis itu yang
ternyata adalah Yunita dan ia
tidak dapat membendung air
matanya dan jatuhlah ia dalam
pelukku.
"Aku kangen padamu Yun!" aku
membuka perbincangan kami
berdua.
"Aku juga kangen Mas!" bisiknya
sambil merebahkan pundaknya
di bahuku.
Entah siapa yang memulai tiba-
tiba bibir kami hanyut dalam
kemesraan karena Bus "Patas"
yang kami naiki itu kebetulan
tidak penuh bahkan beberapa
kursi saja yang terisi. Aku yang
sudah terangsang sekali karena
seminggu belakangan ini tidak
bercinta dengan istriku. Kulumat
bibirnya yang paling kusukai itu
dan desahannya semakin
menjadi saat ujung lidahku
memainkan belakang kupingnya.
Aku mengambil kedua pahanya
dan aku tumpukan pada pahaku
sementara kepalanya bersandar
pada bantal. Tepat disela-sela
pantatnya batang kemaluanku
yang sedari tadi bangkit
setengah tiang dan menyembul
mendorong celana casual-ku.
Takut dengan penumpang lain,
aku buru-buru menyumpali
bibirnya dengan bibirku.
Tanganku dibimbingnya menuju
busungan dadanya (dia seorang
Tae Kwon Do-in). Tanpa
diperintah aku menelusupkan
tanganku ke kedua bukitnya
yang kenyal itu.
"Aaakhh.." desahnya tertahan.
"Mass! aku kangeen banget sama
Mas Andi," bisiknya saat aku
mulai mengecup mesra
putingnya.
"Oooukh.. Mass.. aku nggaak
kuath!" bisiknya.
Sementara aku mangambil bantal
satu lagi dan kusandarkan di
"legrest" dekat jendela. Dia
menjambak rambutku amat kuat
saat putingnya kugigit-gigit.
Sementara puting satunya
kupilin dengan telunjuk dan
jempolku. Badanku mulai hangat,
demikian pula tubuh Yunita
semakin menggelinjang tak
karuan. Aku masih saja
memberikan sensasi kenikmatan
pada kedua putingnya dan
ternyata itu merupakan titik
didihnya dia.
Sekitar tiga menit kemudian,
"Oookkh Maass.. akuu maauu..
ss.. saamp.." desahnya saat aku
menyudut kencang
payudaranya hingga tenggelam
setengahnya di mulutku. Ia
menggelinjang pelan dan ia
menggosok-gosok kedua
pahanya dan celana kulotnya
mulai lembab oleh cairan
maninya. Sesaat kemudian
kupelorotkan celana kulotnya
serta CD-nya dan Yunita makin
menggelepar hebat dan secepat
kilat aku mencium rambut-
rambut di bawah pusarnya,
hhmm.. harum sekali. Tiba-tiba
kepalaku ditekannya menuju
lubang kewanitaannya dan aku
bagai kerbau di congok
menuruti saja apa yang ia
inginkan. Kusibakkan "labia
mayora" dan "labia minora"-nya
dan tersembullah klitorisnya
yang kemerahan dan sekejap
lalu kumainkan ujung lidahku di
sana. Sementara jari tengahku
memainkan liang kemaluannya.
kutusuk pelan-pelan dan
kukeluar-masukkan degan
lembut. Yunita semakin tak
menguasai dirinya dan
mengambil bantal untuk
menutup mulutnya dan aku
hanya mendengar suara
desahan yang tak begitu jelas.
Akan tetapi Yunita bereaksi
hebat dan tak lagi menguasai
posisinya di pangkuanku. Batang
kemaluanku yang sedari tadi
tegang rasanya sia-sia kalau
tidak aku sarangkan di lubang
kemaluan wanita yang kukagumi
itu. Aku mengangkat sedikit
pinggulnya dan kubuka zipper
lalu kukeluarkan batang
kemaluanku, sementara aku
mulai mengatur posisi Yunita
untuk kumasuki.
"Slepph!" dengan mudah kepala
batang kemaluanku masuk
karena lubang kemaluannya
sudah lembab dari tadi.
Bersamaan itu Yunita
mengernyitkan dahinya dan
mendesah,
"Aaakkhh.. Pelann dikit Yang..
effmhh.. ookhh.." Yunita menjerit
lirih saat semua batang
kemaluanku menjejali rongga
rahimya yang masih mampu
memijit meski seorang "Putri"-
nya telah keluar dari rahim itu.
Rasanya begitu hangat dan
sensasional dan aku
membisikkan padanya agar
jangan menggoyangkan
pantatnya. Kami rindu dan ingin
berlama-lama menikmati
moment kami kedua yang amat
indah, syahdu dan nikmat ini.
Aku melipat pahaku dan aku
melusupkan dibalik
punggungnya agar dia merasa
nyaman dan memaksimalkan
seluruh batang kemaluanku di
rahimnya. Kurengkuh
tengkuknya dan kulumat
bibirnya dengan lembut
bergantian ke belakang telinga
dan lehernya yang jenjang.
Tangan kiriku memberikan
sentuhan di klitorisnya, kutekan
dan kugoyang ujung jariku di
sana.
"Oookkh.. Mass Andii.. aaku..
kann.. ngen.. " katanya terbata
saat aku menciumi belakang
lehernya. Tubuhnya mulai
menggigil dan Yunita diam
sesaat merasakan pejalnya
batang kemaluanku mengisi
rahimnya, wajahnya menahan
sesuatu untuk diekspresikan.
Aku merasakan bahwa ia
sebentar lagi mendapatkan
orgasmenya, lantas buru-buru
kubisikkan ditelinganya.
"Tumpahkan semua rindumu
Sayang.. aku akan
menyambutmu.." bisikku mesra.
"Iii.. yyaach Masshh.." ia mulai
memejamkan matanya untuk
sensasi tersebut.
Aku membantunya mempercepat
tempo permainan ujung jariku di
klitorisnya, sementara itu ujung
lidahku juga tidak ketinggalan
memutar-mutar putingnya dan
sesekali menyedotnya lembut.
Hampir lima menit Yunita mulai
membuka bibirnya dan kedua
matanya dibuka sayu menikmati
kemesraan yang ada. "Ookkh..
aakhh.. aakkhh.. Mass.. sshh.."
hanya itu yang ia ucapkan.
Desahan-desahannya
membuatku semakin bernafsu
menjelajahi seluruh tubuhnya
dengan ujung lidahku dan ketika
aku sampai pada ketiaknya
buru-buru Yunita menarik
kepalaku. Ia lantas melumat
bibirku kesetanan bagai tiada
hari esok dan semenit kemudian
berbisik, "Mmmhh.. Mass.. sshh..
Yunita mm.. mmauu.." lantas aku
melumat bibirnya dan kulepas
permainanku di klitorisnya.
Tangan kiriku kutarik ke atas
untuk menstimulasi puting
kirinya dan ternyata usahaku
tidak sia sia. "Aaa.. aakkh..
aakkhh.. akkhh.. oohghh.." desah
Yunita dalam erat dekapanku.
"Oookhh.. nikk.. matthh.. Saayy..
yang.." bisiknya mengakhiri
orgasmenya menandakan
kepuasan dari cinta kami berdua.
Aku mengambil jaketku dan
menutupi bagian pribadi kami
yang sempat morat-marit.
Meskipun batang kemaluanku
masih tertancap dalam-dalam
akan tetapi aku tidak ingin
mengakhirinya dengan
ejakulasiku karena situasi saja
yang tidak memungkinkan.
"Aaawww.. geli Mass.." desah
Yunita geli oleh denyutan batang
kemaluanku.
"Baik Nita sayang.. aku akan
mencabutnya.."
Bersamaan itu,
"Aaahh," Nita menjerit lirih
kegelian.
Kami pun tertidur bersama
hingga sampailah kami di kota
Atlas, kota yang penuh kenangan
bagi kami berdua dan istriku
tercinta.
"Dik Nita sekarang tinggal
dimana?" tanyaku sambil
mengemasi bawaanku.
Belum sempat Nita jawab HP-ku
berbunyi rupanya dari istriku
yang menanyakan tentang
perjalananku.
"Iya Maa.. aku udah nyampai di
Semarang dengan selamat,"
jawabku singkat.
"Awas kalau mampir-mampir,"
ancam istriku bercanda.
"OK, Boss," lantas aku menutup
pembicaraan itu.
"Dari Istri Mas?" tanya Nita
padaku.
"Hem em," aku malas
menanggapi.
Nita dan istriku adalah sama-
sama bekas pacarku dan
keduanya saling tahu tentang
aku bahkan pribadi mereka
masing-masing.
"Eh Mas Andi mau kemana sich?"
selidik Nita.
"Mau ke rumahmu," jawabku
enteng.
"Ee.. ee.. Enak saja, ketahuan
suamiku berabe lho."
"Aku serius lho," desakku.
Nita mengernyitkan dahinya lagi
penuh tanda tanya.
"Benar nich," sahutnya.
"Hem emm Sayaangg.." jawabku
sambil kukecup bibirnya dan
kumainkan ujung lidahku di
rongga mulutnya.
"Aaakkh.. udah ach.. maunya
yang anget teruss," Nita menepis
pelan pipiku.
Aku lantas merangkul dia ke
dalam pelukanku. Angan laki-
lakiku pun mulai berimprovisasi
dan aku telah menemukan
retorika tepat untuk dia.
"Nit aku khan belum puas
melepas rindu ama kamu, kita
lanjutin di Hotel Garden Palace
yukk!" ajakku mengharap
jawaban iya dari Nita.
Tapi Nita diam saja tak
bergeming, sialan pikirku. Ketika
kondektur berteriak bahwa bus
telah sampai di sebuah halte, Nita
menegakkan badannya isyarat
bahwa ia akan turun maka aku
membimbingnya (sebetulnya
aku akan turun diterminal
Terboyo). Lantas kami pesan
taksi dan aku bilang pada supir
untuk ke Garden Palace Hotel,
saat itulah Nita hendak
mengucapkan sesuatu. Buru-
buru aku menepisnya dan
memainkan ujung lidahku di
belakang kupingnya. "Aku masih
kangen Nit," kataku berusaha
untuk meyakinkannya.
Singkatnya kami segera pesan
kamar yang menghadap ke
Semarang bawah. Setelah mandi
dan makan malam kami terlibat
obrolan agak lama tentang masa
lalu kami. Kunyalakan channel
Video dan malam itu kebetulan di
putar Blue XX. Aku menatap
wajah Nita makin gelisah,
mungkin ini perselingkuhan
pertama bagi dia, meskipun
bagiku ini merupakan yang
pertama juga. Wajar ia takut
suaminya dosa dan
keinginannya untuk
mendapatkan kehangatan dan
kelembutan kasih dariku. Aku
merangkul pundaknya.
"Kamu OK saja Nit?" tanyaku
membuka pembicaraan kami.
"I.. iiya.. Mas.." jawabnya.
"Aku pijitin kamu yach," kataku
sambil menarik punggungnya
membelakangiku.
Aku memijit mulai dari kedua
pundaknya, lengan, pinggul dan
kembali ke lehernya.
Saat jemariku menelusuri
lehernya Nita mendesah lembut.
"Akkhh.." desahnya.
"Enak khan Yang?" tanyaku
sambil mendekatkan bibirku ke
belakang lehernya.
"Oookh.. Mashh.." desahnya.
Rupanya pancinganku berhasil,
lantas aku pun tak menyia-
nyiakan kesempatan kami
berdua.
Kali ini aku sudah dikuasai
nafsuku, dengan cepat aku
membalikkan tubuhnya
menghadapku. Aku mulai
menjelajahi seluruh tubuhnya
dan satu persatu gaun tidur
yang dikenakan kulepaskan dan
kini di hadapanku sosok ibu
muda yang putih mulus seksi
menunggu kehangatan dariku.
Kusapu seluruh tubuhnya
dengan lidahku. Nita
memejamkan matanya dan
hanya bisa mendesis melenguh
dan mendesah. Tubunhya kini
bagai bermuatan listrik beribu-
ribu volt. Sumsum tulangnya
menjadi nyeri dan permukaan
kulitnya terasa geli dan harus
disentuh. "Aaakhh.. nimaatthh..
teruss Mass.." teriaknya keras
saat aku mulai menjilat
klitorisnya dan memainkan
ujung lidahku di sana. Aku lantas
menelusupkan jari tengahku di
liang senggamanya, ia tersentak
sebetar lantas menggoyang-
goyangkan pinggulnya pelan.
"Emmhh.. ookhh.. cepat Mas
masuki aku.." pinta Nita.
"Baik Sayang.." kataku, lantas
mengambil sikap untuk siap-siap
menyetubuhinya.
Kurengkuh tengkuknya,
sementara mulutku asyik
mengulum dua buah bukit
nikmatnya. Dan di bawah perut
sana..
"Sleepph.." batang kemaluanku
masuk setengahnya.
"Ookh.." Nita mendongak.
Dan satu hentakan lagi batang
kemaluanku memasuki dan
menyumpal liang kemaluannya.
"Oookkh.. ookkh.. aakkhh.. sedot
teruss Masshh.. puaskan aku
malam inii.." ceracau Nita tak
beraturan.
"Aaakkhh.. aakkhh.. mmpphh.."
Nita mengguman merasakan
tubuhnya hangat dan sela
selangkangannya amat nikmat.
Aku mulai menggejot perlahan
dan seirama gerakan batang
kemaluanku Nita mengimbangi
dengan goyangan pinggulnya.
Lima menit berlalu samapailah
Nita pada puncak yang
diinginkannya, Nita histeris
memanggil-manggil namaku
disela-sela desah nafasnya. Aku
pun tak ingin menyia-nyiakan
waktu itu dan kugenjot lebih
keras lagi dan Nita semakin tak
beraturan mengatur posisi
orgasmenya.
"Nit.. aku mau.. di dalam att.. tau.."
tanyaku pada Nita.
"Mmpphh.. ookkh.. aakkhh..
aakhh.." Nita semakin dahsyat
dan malah mempererat
pelukannya.
"Aaakkhh.." pekikku tertahan dan
kepalaku mendongak
mencurahkan birahiku di
rahimnya.
"Aaawww.. aakkh.. aakk.. Maass..
sshh.." Nita mencengkeram
punggungku saat tetes demi
tetes maniku menyembur
dinding rahimnya.
Kujatuhkan diriku di samping
Nita dan kuraih minuman segar
lantas kuberikan pada Nita. Kami
pun berpelukan mesra dan saling
melepas perasaan rindu masing-
masing dan malam beringsut,
kami pun mengulangi lagi
hingga pagi membangunkan
kami berdua. Kuantar ia hingga
station bus kota itu untuk
menuju rumah kontrakannya di
Semarang Barat. Aku sendiri
melanjutkan perjalananku ke
Surabaya dan aku kini
kehilangan kontak dengannya.
Demikianlah kisahku dan aku
membuka komentar dari para
netter. Untuk para ibu muda dan
tante-tante, aku membuka
kesempatan untuk berkomentar.
No comments:
Post a Comment