Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Monday, November 29, 2010

Nafsu Pemuas Birahi Adik Tante

Sudah menjadi cita-
citanya sejak kecil untuk bisa
duduk di bangku perguruan
tinggi. Apalagi kenyataan yang
ada di kampungnya, masih
dengan mudah dihitung dengan
jari orang-orang yang telah
duduk di bangku perguruan
tinggi. Bukan karena tidak ada
kemauan, tetapi dari semua itu
dikarenakan kebanyakan dari
mereka keluarga yang sangat
sederhana dan rata-rata berada
digaris kemiskinan. Selain itu
jarak antara perguruan tinggi
yang ada sangat jauh, sehingga
bila ada yang berkeinginan
untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi harus berganti mobil
angkot minimal lima kali, itu juga
dengan bantuan kendaraan roda
dua yaitu ojeg.
Sangat beruntung bagi Arie bisa
sampai menyelesaikan
pendidikan di bangku SMA. Tapi
lepas dari SMA kebingungan
menyertainya, karena tidak tahu
harus bagaimana lagi setelah
menyelesaikan pendidikan SMA.
Keinginan untuk melanjutkan ke
perguruan tinggi tetap besar.
Namun semua itu tentunya
sangat berhubungan dengan
biaya. Apalagi kalau kuliahnya
harus pulang pergi, tentunya
biaya akan lebih tinggi
dibandingkan dengan biaya
kuliahnya. Dengan segala
kegelisahan yang ada, akhirnya
semuanya diceritakan di
hadapan kedua orang tuanya.
Mereka dengan penuh bijaksana
menerangkan semua
kemungkinan yang akan terjadi
dari kemungkinan kekurangan
uang dengan akan menjual
sepetak sawah. Sampai dengan
alternatif untuk tinggal di rumah
kakak ibunya.
Mendengar antusiasnya kedua
orang tuanya, membuat
semangat Arie bertambah untuk
melanjutkan ke perguruan tinggi.
Memang keluarganya bisa
dikatakan mapan untuk ukuran
orang-orang yang ada di
kampung itu. Kedua orang
tuanya memiliki beberapa petak
sawah dan menjadi salah satu
tokoh di kampung itu.
“Arie..” sapa ibunya ketika Arie
sedang merapikan beberapa
pakaian untuk dibawa ke kota.
Ini ada surat dari ayahmu untuk
Oom di kota nanti. Sebuah surat
yang mungkin penegasan dari
ayah Arie untuk menyakinkan
bahwa anaknya akan tinggal
untuk sementara waktu di
rumah Oomnya. Sebetulnya
orang tua Arie sudah menelepon
Tuan Budiman tetapi karena
Tuan Budiman dan Arie sangat
jarang sekali bertemu maka
orang tua Arie memberikan surat
penegasan bahwa anaknya akan
tinggal di Bandung, di rumah
Oomnya untuk sementara waktu.
Oomnya yang bernama Budiman
memang paling kaya dari
keluarga ibunya yang terdiri dari
empat keluarga. Oomnya yang
tinggal di Bandung dan
mempunyai beberapa usaha
dibidang jasa, percetakan sampai
dengan sebuah surat kabar
mingguan dan juga bisnis
lainnya yang sangat berhasil.
Hubungan antara Oomnya yang
bernama Budiman dan kedua
orang tua Arie sebetulnya tidak
ada masalah, hanya karena
kedua orang tua Arie yang
sering memberikan nasehat
karena kelakuan Oomnya yang
sering berganti-ganti istri dan
akibat dari berganti-ganti istri itu
sehingga anak-anaknya tercecer
di mana-mana. Menurut ibu Arie,
Oomnya telah berganti istri
sampai dengan empat kali dan
sekarang ia sedang menduda.
Dari keempat istri tersebut
Budiman dianugerahi empat
anak, dua dari istri yang pertama
dan duanya lagi dari istri-istri
yang kedua dan ketiga sedang
dari istri yang keempat Om
Budiman tidak mempunyai anak.
Anak Om Budiman yang paling
bungsu di bawah Arie dua tahun
dan ia masih SMA di Bandung.
Jadi usia Om Budiman kira-kira
sekarang berada diatas
limapuluh tahun.
Sesampainya di kota Bandung
yang begitu banyak aktivitas
manusia, Arie langsung masuk ke
sebuah kantor yang bertingkat
tiga. Kedatangannya ke kantor
itu disambut oleh kedua satpam
yang menyambutnya dengan
ramah. Belakangan diketahui
namannya Asep dari papan
nama yang dikenakan di
bajunya.
“Selamat siang Pak,” Tegur Arie
kepada salah satu satpam yang
ada dua orang.
“ Selamat siang Dik, ada yang bisa
dibantu,” jawab satpam yang
bernama Asep.
“ Anu Pak, apa Bapak Budiman
ada?”
“Bapak Budiman yang mana
Dik,” tegas satpam Asep, karena
melihat suatu keraguan bahwa
tidak mungkin bosnya ada bisnis
dengan anak kecil yang baru
berumur dua puluh tahunan.
“ Anu Pak, apa ini PT. Rido,” tanya
Arie menyusul keraguan satpam.
Karena sebetulnya Arie juga
belum pernah tahu di mana
kantor-kantor Oomnya itu,
apalagi bisnis yang digelutinya.
“ Iya.. Benar Dik, dan Bapak
Budiman itu adalah pemilik
perusahaan ini,” tegas satpam
Asep menjelaskan tentang
keberadaan PT.Rido dan siapa
pemiliknya.
“ Adik ini siapa,” tanya satpam
kepada Arie, sambil
mempersilakan duduk di meja
lobby bawah.
“ Saya Arie Pak, keponakan dari
Bapak Budiman dari desa
Gunung Heulang.”
“Keponakan,” tegas satpam,
sambil terus mengangkat telepon
menghubungi Pak Dadi
kepercayaan Tuan Budiman.
Selang beberapa menit kemudian
Pak Dadi datang menghampiri
Arie sambil memberikan selamat
datang di kota Bandung. “Arie..
Apa masih ingat sama Bapak,”
kata Pak Dadi sambil duduk
seperti teman lama yang baru
ketemu.
Mimik Arie jadi bingung karena
orang yang datang ini ternyata
sudah mengenalnya.
“ Maaf Pak, Arie Sudah lupa
dengan Bapak,” kata Arie sambil
terus mengigat-ingat.
Pak Dadi terus menerangkan
dirinya, “Saya yang dulu sering
mancing bersama Tuan Budiman
ketika Arie berumur kurang lebih
lima tahun.”
Arie jadi bingung, “Wah, Bapak
bisa saja.. mana saya ingat Pak,
itu kan sudah bertahun-tahun.”
Selanjutnya obrolan dengan Pak
Dadi yang belakangan ini
diketahui selain kepercayaan di
kantor, ia juga sebagai tangan
kanan Tuan Budiman. Bapak Dadi
mengetahui apa pun tentang
Tuan Budiman. Kadangkala anak
Om Budiman sering minta uang
pada Pak Dadi bila ternyata Om
Budiman sedang keluar kota.
Malah belakangan ini Om
Budiman membeli sebuah rumah
dan di belakangnya dibuat lagi
rumah yang tidak kalah
besarnya untuk Pak Dadi dan
istrinya sedangkan yang depan
dipakai oleh istri mudanya yang
kurang lebih baru berumur 35
tahun.
“Aduh Dik Arie, Bapak tadi dapat
perintah dari Tuan Budiman
bahwa ia tidak dapat menemani
Dik Arie karena harus pergi ke
Semarang untuk urusan bisnis.
Dan saya diperintahkan untuk
mencukupi keperluan Dik Arie.
Nah, sekarang kamu mau
langsung pulang atau kita jalan-
jalan dulu,” sambung Pak Dadi
melihat ekpresi Arie yang sedikit
kecewa karena ketakutan akan
tempat tinggal. Melihat gelagat
itu Pak Dadi langsung
berkomentar, “Jangan takut Dik
Arie pokoknya kamu tidak akan
ada masalah,” tegur Pak Dadi
sambil menegaskan akan tidur
dimana dan akan kuliah dimana,
itu semunya telah diaturnya
karena mempunyai uang dan
uang sangat berkuasa dibidang
apapun.
Mendengar itu Arie menjadi
tersenyum, sambil melihat-lihat
orang yang berlalu lalang di
depanya. Kebetulan pada saat itu
jam masuk karyawan sudah
dimulai. Begitu banyak
karyawati yang cantik-cantik
ditambah lagi dengan
penampilannya yang
mengunakan rok mini.
Keberadaan Arie sebagai
keponakan dari pemilik
perusahan itu sudah tersebar
dengan cepatnya. Ditambah lagi
dengan postur badan Arie yang
atletis dan wajah yang gagah
membuat para karyawati
semakin banyak yang
tersenyum bila melewati Arie
dan Pak Dadi yang sedang asyik
ngobrol.
Mereka tersenyum ketika
bertatap wajah dengan Arie dan
ia segaja duduk di lobby depan,
meskipun tawaran untuk pindah
ke lobby tengah terus
dilontarkan oleh Pak Dadi karena
takut dimarahi oleh Tuan
Budiman. Memang tempat lobby
itu banyak orang lalu lalang
keluar masuk perusahaan, dan
semua itu membuat Arie menjadi
betah sampai-sampai lupa waktu
karena keasyikan cuci mata.
Keasyikan cuci mata terhenti
ketika Pak Dadi mengajaknya
pulang dengan mengendarai
sebuah mobil sedan dengan
merek Mesri terbaru, melaju ke
sebuah kawasan villa yang
terletak di pinggiran kota
Bandung. Sebuah pemukiman elit
yang terletak di pinggiran Kota
Bandung yang berjarak kurang
lebih 17 Km dari pusat kota.
Sebuah kompleks yang sangat
mengah dan dijaga oleh satpam.
Laju mobil terhenti di depan
rumah biru yang berlantai dua
dengan halaman yang luas dan
di belakangnya terdapat satu
rumah yang sama megahnya,
kolam renang yang cantik
menghiasi rumah itu dan
sebagai pembatas antara rumah
yang sering didiami Om
Budiman dan rumah yang
didiami Pak Dadi dan Istrinya.
Sedangkan pos satpam dan
rumah kecil ada di samping pintu
masuk yang diisi oleh Mang Ade
penjaga rumah dan istrinya Bi
Enung yang selalu menyiapkan
makanan untuk Nyonya
Budiman. Ketika mobil telah
berhenti, dengan sigap Mang
Ade membawa semua barang-
barang yang ada di bagasi mobil.
Satu tas penuh dibawa oleh
Mang Ade dan itulah barang-
barang yang dibawa Arie. Bi
Enung membawa ke ruang tamu
sambil menyuruhnya duduk
untuk bertemu dengan
majikannya.
Pak Dadi yang sejak tadi
menemaninya, langsung pergi ke
rumahnya yang ada di belakang
rumah Om Budiman tetapi masih
satu pagar dengan rumah Om
Budiman. Pak Dadi meninggalkan
Arie, sedangkan Arie ditemani
oleh Bi Enung menuju ruang
tengah. Setelah Tante Rani
datang sambil tersenyum
menyapa Arie, Bi Enung pun
meninggalkan Arie sambil
terlebih dahulu menyuruh
menyiapkan air minum untuk
Arie.
“Tante sudah menunggu dari
tadi Arie,” bisiknya sambil
menggenggam tangan Arie
tanda mengucapkan selamat
datang.
“Sampai-sampai Tante ketiduran
di sofa”, lanjut Tante Rani yang
pada waktu itu menggunakan
rok mini warna Merah. Wajah
Tante Rani yang cantik dengan
uraian rambut sebahu
menampakkan sifatnya yang
ramah dan penuh perhatian.
“ Tante sudah tahu bahwa Arie
akan datang sekarang dan Tante
juga tahu bahwa Om Budiman
tidak dapat menemanimu karena
dia sedang sibuk.”
Obrolan pun mengalir dengan
punuh kekeluargaan, seolah-olah
mereka telah lama saling
mengenal. Tante Rani dengan
penuh antusias menjawab segala
pertanyaan Arie. Gerakan-
gerakan tubuh Tante Rani yang
pada saat itu memakai rok mini
dan duduk berhadapan dengan
Arie membuat Arie salah tingkah
karena celana dalam yang
berwarna biru terlihat dengan
jelas dan gumpalan-gumpalan
bulu hitam terlihat indah dan
menantang dari balik CD-nya.
Paha yang putih dan pinggulnya
yang besar membuat kepala Arie
pusing tujuh keliling. Meskipun
Tante Rani telah yang berumur
Kira-kira 35 tahun tapi kelihatan
masih seperti gadis remaja.
“Nah, itu Yuni,” kata Tante Rani
sambil membawa Arie ke ruang
tengah. Terlihat gadis dengan
seragam sekolah SMP. Memang
ruangan tengah rumah itu dekat
dengan garasi mobil yang
jumlah mobilnya ada empat
buah. Sambil tersenyum, Tante
Rani memperkenalkan Arie
kepada Yuni. Mendapat teman
baru dalam rumah itu Yuni
langsung bergembira karena
nantinya ada teman untuk
ngobrol atau untuk mengerjakan
PR-nya bila tidak dapat
dikerjakan sendiri. “Nanti Kak
Arie tidurnya sama Yuni ya Kak.”
Mendapat pertanyaan itu Arie
dibuatnya kaget juga karena
yang memberikan penawaran
tidur itu gadis yang tingginya
hampir sama dengan Arie. Adik
kakak yang sama-sama
mempunyai badan sangat
bangus dan paras yang sangat
cantik. Lalu Tante Rani
menerangkan kelakuan Yuni
yang meskipun sudah besar
karena badannya yang bongsor
padahal baru kelas dua SMP.
Mendengar keterangan itu, Arie
hanya tersenyum dan sedikit
heran dengan postur badannya
padahal dalam pikiran Arie, ia
sudah menaruh hati pada Yuni
yang mempunyai wajah yang
cantik dam putih bersih itu.
Setelah selesai berkeliling di
rumah Om Budiman dengan
ditemani oleh Tante Rani, Arie
masuk ke kamarnya yang
berdekatan dengan kamar Yuni.
Memang di lantai dua itu ada
empat kamar dan tiap kamar
terdapat kamar mandi. Tante
Rani menempati kamar yang
paling depan sedangkan Arie
memilih kamar yang paling
belakang, sedangkan kamar Yuni
berhadapan dengan kamar Arie.
Setelah membuka baju yang
penuh keringat, Arie melihat-lihat
pemandangan belakang rumah.
Tanpa sengaja terlihat dengan
jelas Pak Dadi sedang memeluk
istrinya sambil nonton TV.
Tangan kanannya memeluk
istrinya yang bermana Astri.
Sedangkan tangan kirinya
menempel sebatang rokok.
Keluarga Pak Dadi dari dulu
memang sangat rukun tetapi
sampai sekarang belum
dikeruniai anak dan menurut
salah satu dokter pribadi Om
Budiman, Pak Dadi divonis tidak
akan mempunyai anak karena di
dalam spermanya tidak terdapat
bibit yang mampu
membuahinya.
Hari-hari selanjutnya Arie
semakin kerasan tinggal di
rumah Om Budiman karena
selain Tante Rani Yang ramah
dan seksi, juga kelakuaan Yuni
yang menggemaskan dan
kadang-kadang membuat batang
kemaluan Arie berdiri. Arie
semakin tahu tentang keadaan
Tante Rani yang sebetulnya
sangat kesepian. Kenyataan itu ia
ketahui ketika ia dan tantenya
berbelanja di suatu toko di pusat
kota Bandung yang bernama
BIP. Tante Rani dengan
mesranya menggandeng Arie,
tapi Arie tidak risih karena
kebiasaan itu sudah dianggap
hal wajar apalagi di depan
banyak orang. Tapi yang
membuat kaget Arie ketika di
dalam mobil, Tante Rani
mengatakan bahwa ia
sebetulnya tidak bahagia secara
batin. Mendengar itu Arie kaget
setengah mati karena tidak tahu
apa yang harus ia katakan. Tante
Rani menceritakan bahwa Om
Budiman sekarang itu sudah
loyo saat bercinta dengannya.
Arie tambah bingung dengan
apa yang harus ia lontarkan
karena ia tidak mungkin
memberikan kebutuhan itu
meskipun selama ini ia sering
menghanyalkan bila ia mampu
memasukkan burungnya yang
besar ke dalam kemaluan Tante
Rani. Ketika mobil berhenti di
lampu merah, Tante Rani dengan
berani tiduran di atas paha Arie
sambil terus bercerita tentang
kegundahan hatinya selama ini
dan dia pun bercerita bahwa
cerita ini baru Arie yang
mengetahuinya.
Sambil bercerita, lipatan paha
Tante Rani yang telentang di atas
jok mobil agak terbuka sehingga
rok mininya melorot ke bawah.
Arie dengan jelas dapat melihat
gundukan hitam yang tumbuh di
sekitar kemaluan Tante Rani
yang terbungkus CD nilon yang
sangat transparan itu. Arie
menelah ludah sambil terus
berusaha menenangkan
tantenya yang birahinya mulai
tinggi. Ketika Arie akan
memindahkan gigi perseneling,
secara tidak segaja dia
memegang buah dada tantenya
yang telah mengeras dan saat itu
pula bibir tantenya yang
merekah meminta Arie untuk
terus merabanya.
Arie menghentikan mobilnya di
pinggir jalan menuju rumahnya
sambil berkata, “Aku tidak
mungkin bisa melakukan itu
Tante,” Tante Rani hanya
berkata, “Arie, Tolong dong..
Tante sudah tidak kuat lagi ingin
gituan, masa Arie tidak kasihan
sama Tante.” Tangan Tante Rani
dengan berani membuka baju
bagian atas dan memperlihatkan
buah dadanya yang besar.
Terlihat buah dada yang besar
yang masih ditutupi oleh BH
warna ungu menantang untuk
disantap. Melihat Arie yang tidak
ada perlawanan, akhirnya Tante
Rani memakai kembali bajunya
dan duduk seperti semula sambil
diam seperti patung sampai tiba
di rumah. Perjalanan itu
membuat Arie jadi salah tingkah
dengan kelakuan tantenya itu.
Kedekatan Arie dengan Yuni
semakin menjadi karena bila ada
PR yang sulit Yuni selalu
meminta bantuan Arie. Pada saat
itu Yuni mendapatkan kesulitan
PR matematika. Dengan
sekonyong-konyong masuk ke
kamar Arie. Pada saat itu Ari baru
keluar dari kamar mandi sambil
merenungkan tentang
kelakuannya tadi siang dengan
Tante Rani yang menolak
melakukan itu. Arie keluar dari
kamar mandi tanpa sehelai
benang pun yang menutupinya.
Dengan jelas Yuni melihat batang
kemaluan Arie yang mengerut
kedinginan. Sambil menutup
wajah dengan kedua tangannya,
Yuni membalikkan badannya.
Arie hanya tersenyum sambil
berkata, “Mangkanya, kalau
masuk kamar ketok pintu dulu,”
goda Arie sambil menggunakan
celana pendek tanpa celana
dalam. Kebiasaan itu dilakukan
agar batang kemaluannya dapat
bergerak dengan nyaman dan
bebas.
Arie bergerak mendekati Yuni
dan mencium pundaknya yang
sangat putih dan berbulu-bulu
kecil. “Ahh, geli Kak Arie.. Kak Arie
sudah pake celana yah,” tanya
Yuni.
“ Belum,” jawab Arie menggoda
Yuni.
“ Ahh, cepet dong pake
celananya. Yuni mau minta
tolong Kak Arie mengerjakan PR,”
rengek Yuni sambil tangan
kirinya meraba belakang Arie.
Melihat rabaan itu, Arie segaja
memberikan batang
kemaluannya untuk diraba. Yuni
hanya meraba-raba sambil
berkata, “Ini apa Kak, kok
kenyal.” Mendapat rabaan itu
batang kemaluan Arie semakin
menengang dan dalam
pikirannya kalau dengan Yuni
aku mau tapi kalau dengan
kakakmu meskipun sama-sama
cantiknya tapi aku juga masih
punya pikiran yang betul, masa
tenteku digarap olehku.
Rabaan Yuni berhenti ketika
batang kemaluan Arie sudah
menegang setengahnya dan ia
melepaskan rabaannya dan
langsung membalikkan
badannya. Arie kaget dan hampir
saja tali kolornya yang terbuat
dari karet, menjepit batang
kemaluannya yang sudah
menegang.
Tangan yang tadi digunakan
meraba batang kemaluan Arie
kembali digunakan menutup
wajahnya dan perlahan Yuni
membuka tangannya yang
menutupi wajahnya dan terlihat
Arie sudah memakai celana
pendek. “Nah, gitu dong pake
celana,” kata Yuni sambil
mencubit dada Arie yang
menempel di susu kecil Yuni.
“Udah dong meluknya,” rintih
Yuni sambil memberikan buku
Matematikanya.
Saling memeluk antara Arie dan
Yuni sudah merupakan hal yang
biasa tetapi ketika Arie
merasakan kenikmatan dalam
memeluk Yuni, Yuni tidak
merasakan apa-apa mungkin
karena Yuni masih anak ingusan
yang badannya saja yang
bongsor. Arie langsung naik ke
atas ranjang besarnya dan
bersandar di bantal pojok
ruangan kamar itu. Meskipun ada
meja belajar tapi Arie segaja
memilih itu karena Yuni sering
menindihnya dengan pantatnya
sehingga batang kemaluan Arie
terasa hangat dibuatnya. Dan
memang seperti dugaan Arie,
Yuni tiduran di dada Arie. Pada
saat itu Yuni menggunakan
daster yang sangat tipis dan di
atas paha sehingga celana dalam
berwarna putih dan BH juga
yang warna putih terlihat
dengan jelas. Yuni tidak merasa
risih dengan kedaan itu karena
memang sudah seperti itu hari-
hari yang dilakukan bersama
Arie.
Sambil mengerjakan PR, pikiran
Arie melayang-layang
bagaimana caranya agar ia
dapat mengatakan kepada Yuni
bahwa dirinya sekarang
berubah hati menjadi cinta pada
Yuni. Tapi apakah dia sudah
mengenal cinta soalnya bila
orang sudah mengenal cinta
biasanya syahwatnya juga pasti
bergejolak bila diperlakukan
seperti yang sering dilakukan
oleh Arie dan Yuni.
PR pertama telah diselesaikan
dengan cepat, Yuni terseyum
gembira. Terlihat dengan jelas
payudara Yuni yang kecil. Pikiran
Arie meliuk-liuk membayangkan
seandainya ia mampu meraba
susu itu tentunya sangat nikmat
dan sangat hangat. Ketegangan
Arie semakin menjadi ketika
batang kemaluannya yang tanpa
celana dalam itu tersentuh oleh
pinggul Yuni yang berteriak
karena masih ada PR-nya yang
belum terisi. Memang posisi Arie
menerangkan tersebut ada di
bawah Yuni dan pinggul Yuni
sering bergerak-gerak karena
sifatnya yang agresif.
Gerakan badan Yuni yang
agresif itu membuat paha
putihnya terlihat dengan jelas
dan kadangkala gumpalan
kemaluannya terlihat dengan
jelas hanya terhalang oleh CD
yang berwarna putih. Hal itu
membuat nafas Arie naik turun.
Yuni tidak peduli dengan apa
yang terjadi pada batang
kemaluan Arie, malah Yuni
semakin terus bermanja-manja
dengan Arie yang terlihat
bermalas-malasan dalam
mengerjakan PR-nya itu. Pikiran
Arie semakin kalang kabut ketika
Yuni mengerak-gerakkan badan
ke belakang yang membuat
batang kemaluannya semakin
berdiri menegang. Dengan pura-
pura tidak sadar Arie meraba
gundukan kemaluan Yuni yang
terbungkus oleh CD putih. Bukit
kemaluan Yuni yang hangat
membuat Arie semakin bernafsu
dan membuat nafasnya semakin
terengah-engah.
“Kak cepat dong kerjakan PR
yang satunya lagi. Yang ini, yang
nomor sepuluh susah.”
Arie membalikkan badannya
sehingga bukit kemaluan Yuni
tepat menempel di batang
kemaluan Arie. Dalam keadaan
itu Yuni hanya mendekap Arie
sambil terus berkata, “Tolong ya
Kak, nomor sepuluhnya.”
“Boleh, tapi ada syaratnya,” kata
Arie sambil terus merapatkan
batang kemaluannya ke bukit
kemaluan Yuni yang masih
terbungkus CD warna Putih.
Pantat Yuni terlihat dengan jelas
dan mulai merekah membentuk
sebuah badan seorang gadis
yang sempurna, pinggul yang
putih membuat Arie semakin
panas dingin dibuatnya. Yuni
hanya bertanya apa syaratnya
kata Yuni sambil mengangkat
wajahnya ke hadapanya Arie.
Dalam posisi seperti itu batang
kemaluan Arie yang sudah
menegang seakan digencet oleh
bukit kemaluan Yuni yang terasa
hangat. Arie tidak kuat lagi
dengan semua itu, ia langsung
mencium mulut Yuni. Yuni hanya
diam dan terus menghidar
ciuman itu. “Kaak… apa dong
syaratnya”, kata Yuni manja
agresif menggerak-gerakkan
badannya sehingga bukit
kemaluannya terus menyentuh-
nyentuh batang kemaluan Arie.
Gila anak ini belum tahu apa- apa
tentang masalah seks. Memang
Yuni tidak merasakan apa-apa
dan ia seakan-akan bermain
dengan teman wanitanya tidak
ada rasa apa pun. “Syaratnya
kamu nanti akan kakak peluk
sepuasnya.”
Mendengar itu Yuni hanya
tertawa, suatu syarat yang
mudah, dikirain harus pus-up
1000 kali. Konsenterasi Arie
dibagi dua yang satu terus
mendekatkan batang
kemaluannya agar tetap berada
di bawah bukit kemaluan Yuni
yang sering terlepas karena Yuni
yang banyak bergerak dan
satunya lagi berusaha
menyelesaikan PR-
matematikanya. Yuni terus
mendekap badan Arie sambil
kadang-kadang menggerakkan
lipatan pahanya yang menyetuh
paha Arie.
Setelah selesai mengerjakan PR-
nya, Arie menggerak-gerakkan
pantatnya sehingga berada tepat
di atas bukit kemaluan Yuni. Arie
semakin tidak tahan dengan
kedaaan itu dan langsung
meraba-raba pantat Yuni. Ketika
Arie akan meraba payudara Yuni.
Yuni bangkit dan terus melihat
ke wajah Arie, sambil berkata,
“PR-nya sudah Kaak.. Arie,”
sambil Menguap.
Melihat PR-nya yang sudah
dikerjakan Arie, Yuni langsung
memeluk Arie erat-erat seperti
memeluk bantal guling karena
syaratnya itu. Kesempatan itu
tidak dilewatkan oleh Arie begitu
saja, Arie langsung memeluk
Yuni berguling-guling sehingga
Yuni sekarang berada di bawah
Arie. Mendapat perlakuan yang
kasar dalam memeluk itu Yuni
berkata, “Masa Kakak meluk Yuni
nggak bosan-bosan.” Berbagai
alasan Arie lontarkan agar Yuni
tetap mau di peluk dan akhirnya
akibat gesekan-gesekan batang
kemaluan Arie bergerak-gerak
seperti akan ada yang keluar,
dan pada saat itu Yuni berhasil
lepas dari pelukan Arie sambil
pergi dan tidak lupa
melenggokkan pantatnnya yang
besar sambil mencibirkan
mulutnya.
“Aduh, Gila si Yuni masih tidak
merasakan apa-apa dengan apa
yang barusan saya lakukan,”
guman Arie dalam hati sambil
terus memengang batang
kemaluannya. Arie berusaha
menetralisir batang
kemaluannya agar tidak terlalu
tegang. “Tenang ya jago, nanti
kamu juga akan menikmati
kepunyaan Yuni cuma tinggal
waktu saja. Nanti saya akan
pura-pura memberikan pelajaran
Biologi tentang anatomi badan
dan di sanalah akan saya suruh
buka baju. Masa kalau sudah
dibuka baju masih belum
terangsang.”
Arie memang punya prinsip
kalau dalam berhubungan badan
ia tidak mau enak sediri tapi
harus enak kedua-duanya. Itulah
pola pikir Arie yang terus ia
pertahankan. Seandainya ia mau
tentunya dengan gampang ia
memperkosa Yuni.
Ketegangan batang kemaluan
Arie terus bertambah besar tidak
mau mengecil meskipun sudah
diguyur oleh air. Untuk
menghilangkan kepenatan Arie
keluar kamar sambil membakar
sebatang rokok. Ternyata Tante
Rani masih ada di ruang tengah
sambil melihat TV dan meminum
susu yang dibuatnya sendiri.
Tante Rani yang menggunakan
daster warna biru dengan
rambut yang dibiarkan terurai
tampak sangat cantik malam itu.
Lekukan tubuhnya terlihat
dengan jelas dan kedua
payuadaranya pun terlihat
dengan jelas tanpa BH, juga
pahanya yang putih dan mulus
terpampang indah di
hadapannya. Keadaan itu terlihat
karena Tante Rani duduk di sofa
yang panjang dengan kaki yang
putih menjulur ke depan.
Ketenganan Arie semakin
memuncak melihat keidahan
tubuh Tante Rani yang sangat
seksi dan mulus itu.
“ Kamu kenapa belum tidur Ari,”
kata Tante Rani sambil
menuangkan segelas air susu
untuk Arie.
“ Anu Tante, tidak bisa tidur,”
balas Arie dengan gugup.
Memang Tante Rani yang cantik
itu tidak merasa canggung
dengan keberadaan Arie, ia tidak
peduli dengan keberaan Ari
malah ia segaja memperlihatkan
keindahan tubuhnya di hadapan
Arie yang sudah sangat
terangsang.
“Maaf ya, Tante tadi siang telah
berlaku kurang sopan terhadap
Arie.”
“Tidak apa-apa Tante, Arie
mengerti tentang hal itu,” jawab
Arie sambil terus menahan
gejolak nafsunya yang sudah
diluar batas normal ditambah
lagi dengan perlakuan Yuni yang
membuat batang kemaluannya
semakin menegang tidak tentu
arah.
“ Oom ke mana Tante, kok tidak
kelihatan,” tanya Arie mengisi
perbincangan.
“ Kamu tidak tahu, Oom kan
sedang ke Bali mengurus proyek
yang baru,” jawab Tante Rani.
Memang Om Budiman sangat
jarang sekali ada di rumah dan
itu membuat Ari semakin tahu
akan kebutuhan batin Tante
Rani, tapi itu tidak mungkin
dilakukannya dengan tantenya.
Arie dan Tante Rani duduk di
sofa yang besar sambil sesekali
tubuhnya digerak-gerakkan
seperti cacing kepanasan. Tak
diduga sebelumnya oleh Arie,
Tante Rani membuka dasternya
yang menutupi paha putihnya
yang putih bersih sambil
menggaruk-garukkan tangannya
di seputar gundukan
kemaluannya. Mata Arie melongo
tidak percaya. Dua kali dalam
satu hari ia melihat paha Tante
Rani, tapi yang ini lebih parah
dari yang tadi siang di dalam
mobil, sekarang Tante Rani tidak
menggunakan celana dalam.
Kemaluannya yang ditumbuhi
bulu-bulu yang hitam tersingkap
dengan jelas dan tangan Tante
Rani terus menggaruk-garuk di
seputar kemaluannya itu karena
merasa ada yang gatal.
Melihat itu Arie semakin gelisah
dan tidak enak badan ditambah
lagi dengan ketegangan di
batang kemaluannya yang
semakin menegang.
“ Kamu kenapa Arie,” tanya Tante
Rani yang melihat wajah Arie
keluar keringat dingin.
“ Nggak Tante, Arie cuma
mungkin capek,” balas Arie
sambil terus sekali-kali melihat ke
pangkal paha putih milik Tante
Rani.
Setelah merasa agak baikan di
sekitar kemaluannya, Tante Rani
segaja tidak menutup pahanya,
malah ia duduk bersilang
sehingga terlihat dengan jelas
pangkal pahanya dan
kemaluannya yang merekah.
Melihat Arie semakin menegang,
Tante Rani tersenyum dan
mempersilakan Arie untuk
meminum susu yang dituangkan
di dalam gelas itu.
Ketegangan Arie semakin
memuncak dan Arie tidak berani
kurang ajar pada tantenya
meskipun tahu bahwa tantenya
segaja memperlihatkan
kemulusan pahanya itu. “Tante,
saya mau ke paviliun belakang
untuk mencari udara segar.”
Melihat Arie yang sangat tegang
itu Tante Rani hanya tersenyum,
dalam pikirannya sebentar lagi
kamu akan tunduk padaku dan
akan meminta untuk tidur
denganku.
Sebelum sampai ke paviliun
belakang Arie jalan-jalan dulu di
pinggiran kolam lalu ia duduk
sambil melihat kolam di
depannya. Sambil terus berusaha
menahan gejolaknya antara
menyetubuhi tantenya atau
tidak. Sambil terus berpikir
tentang kejadian itu. Tidak
segaja ia mendegar rintihan dari
belakang yang kebetulan kamar
Pak Dadi. Arie terus mendekati
kamar Pak Dadi yang kebetulan
dekat dengan Paviliun. Arie
mengendus-endus mendekati
jendela dan ternyata jendelanya
tidak dikunci dan dengan mudah
Arie dapat melihat adegan suami
istri yang sedang bermesraan.
Di dalam kamar yang berukuran
cukup besar itu, Arie melihatnya
leluasa karena hanya terhalang
oleh tumpukan pakaian yang
digantung dekat jendela itu. Di
dalamnya ternyata Pak Dadi
dengan istrinya sedang
bermesraan. Istri Pak Dadi yang
bernama Astri sedang asyik
mengulum batang kejantanan
Pak Dadi dengan lahapnya.
Dengan penuh birahi Astri terus
melahap dan mengulum batang
kemaluan Pak Dadi yang
ukurannya lebih kecil dari
ukuran yang dimiliki Arie. Astri
terus mengulum batang
kemaluan Pak Dadi. Posisi Pak
Dadi yang masih menggunakan
pakaian dan celananya yang
telah melorot ada di lantai
dengan posisi duduk terus
mengerang-erang kenikmatan
yang tiada bandingnya
sedangkan Astri jongkok di
lantai. Terlihat Astri
menggunakan CD warna hitam
dan BH warna hitam. Erangan-
erangan Pak Dadi membuat
batang kemaluan Pak Dadi
semakin mesra di kulum oleh
Astri.
Dengan satu gerakan Astri
membuka daster yang
dipakainya karena melihat
suaminya sudah kewalahan
dengan kulumannya. Terlihat
dengan jelas buah dada yang
besar masih ditutupi BH
hitamnya. Pak Dadi membantu
membuka BH-nya dan
dilanjutkan dengan membuka CD
hitam Astri. Astri yang masih
melekat di bandan Pak Dadi
meminta Pak Dadi supaya duduk
di samping ranjang. Lalu Pak
Dadi menyuruh Astri telentang di
atas ranjang dan pantatnya
diganjal oleh bantal sehingga
dengan jelas terlihat bibir
kemaluan Astri yang merah
merekah menantang kejantanan
Pak Dadi.
Sebelum memasukkan batang
kemaluannya, Pak Dadi
mengoleskan air ludahnya di
permukaan bukit kemaluan Astri.
Dengan kaki yang ada di pinggul
Pak Dadi, Astri tersenyum melihat
hasil karyanya yaitu batang
kemaluan suaminya tercinta
telah mampu bangkit dan siap
bertempur. Dengan perlahan
batang kemaluan Pak Dadi
dimasukkan ke dalam liang
kemaluan Astri, terlihat Astri
merintih saat merasakan
kenikmatan yang tiada tara,
kepala Astri dibolak-balikkan
tanpa arah dan tangannya terus
meraba-raba dada Pak Dadi dan
sekali-kali meraba buah dadanya.
Memang beradunya batang
kemaluan Pak Dadi dengan liang
senggama Astri terasa cukup
lancar karena ukurannya sudah
pas dan kegiatan itu sering
dilakukannya. Erangan-erangan
Astri dan Pak Dadi membuat
tubuh Arie semakin Panas dingin,
entah sudah berapa menit
lamanya Tante Rani memainkan
kemaluan Arie yang sudah
menegang, ia tersenyum ketika
tahu bahwa di belakangnya ada
orang yang sedang memegang
kemaluannya.
“Tante, kapan Tante datang”,
suara Arie perlahan karena takut
ketahuan oleh Pak Dadi sambil
berusaha menjauh dari tempat
tidur Pak Dadi. Tangan Tante
Rani terus menggandeng Arie
menuju ruang tengah sambil
tangannya menyusup pada
kemaluan Arie yang sudah
menegang sejak tadi.
Sesampainya di ruang tengah,
Arie duduk di tempat yang tadi
diduduki Tante Rani, sementara
Tante Rani tiduran telentang
sambil kepalanya ada seputar
pangkal paha Arie dengan posisi
pipi kanannya menyentuh
batang kemaluan Arie yang
sudah menegang.
“Kamu kok orang yang sedang
begituan kamu intip, nanti kamu
jadi panas dingin dan kalau
sudah panas dingin susah untuk
mengobatinya. Untung saja
kamu tadi tidak ketahuan oleh
Pak Dadi kalau kamu ketahuan
kamu kan jadi malu. Apalagi
kalau ketahuan sama Oommu
bisa-bisa Tante ini, juga kena
marah.” Tante Rani memberikan
nasehat-nasehat yang bijak
sambil kepalanya yang ada
diantara kedua selangkangan
Arie terus digesek-gesek ke
batang kemaluan Arie. “Tante
tahu kamu sekarang sudah besar
dan kamu juga tahu tentang
kehidupan seks. Tapi kamu pura-
pura tidak mau,” goda Tante
Rani, “Dan kamu sudah tahu
keinginan Tantemu ini, kamu
malah mengintip kemesraan Pak
Dadi,” nasehat-nasehat itu terus
terlontar dari bibir yang merah
merekah, dilain pihak pipi kirinya
digesek-gesekkan pada batang
kemaluan Arie.
Arie semakin tidak dapat lagi
menahan gejolak yang sangat
tinggi dengan tekanan voltage
yang berada diluar batas
kemanusiaan. “Tante jangan gitu
dong, nanti saya jadi malu sama
Tante apalagi nanti kalau oom
sampai tahu.” Mendengar elakan
Arie, Tante Rani malah
tersenyum, “Dari mana Oommu
tahu kalau kamu tidak
memberitahunya.”
Gila, dalam pikiraanku mana
mungkin aku memberitahu
Oomku. Gerakan kepala Tante
Rani semakin menjadi ditambah
lagi kaki kirinya diangkat
sehingga daster yang menutupi
kakinya tersingkap dan
gundukan hitam yang terawat
dengan bersih terlihat merekah.
Bukit kemaluan Tante Rani
terlihat dengan jelas dengan
ditumbuhi bulu-bulu yang sudah
dicukur rapi sehingga terlihat
seperti kemaluan gadis seumur
Yuni.
Arie sebetulnya sudah tahu akan
keinginan Tante Rani. Tapi
batinnya mengatakan bahwa dia
tidak berhak untuk
melakukannya dengan tantenya
yang selama ini baik dan selalu
memberikan kebutuhan
hidupnya. Tanpa disadari
tantenya sudah menaikkan
celana pendeknya yang longgar
sehingga kepala batang
kemaluan Arie terangkat dengan
bebas dan menyentuh pipi
kirinya yang lebut dan putih itu.
Melihat Keberhasilanya itu Tante
Rani membalikkan badan dan
sekarang Tante Rani telungkup
di atas sofa dengan
kemaluannya yang merekah
segaja diganjal oleh bantal sofa.
Tangan Tante Rani terus
memainkan batang kemaluan
Arie dengan sangat lembut dan
penuh kasih sayang. “Aduh
punya kamu ternyata besar
juga,” bisik Tante Rani mesra
sambil terus memainkan batang
kejantanan Arie dengan kedua
tangannya. “Masa kamu tega
sama Tante dengan tidak
memberikan reaksi apa pun
Riee,” bisik Tante Rani dengan
nafas yang berat. Mendengar
ejekan itu hati Arie semakin
berontak dan rasanya ingin
menelan tubuh molek di
depannya bulat-bulat dan
membuktikan pada tantenya itu
bahwa saya sebetulnya bisa
lebih mampu dari Pak Dadi.
Mulut Tante Rani yang merekah
telah mengulum batang
kemaluan Arie dengan liarnya
dan terlihat badan Tante Rani
seperti orang yang tersengat
setrum ribuan volt. “Ayoo doong
Riee, masa kamu akan menyiksa
Tante dengan begini… ayo dong
gerakin tanganmu.” Kata-kata itu
terlontar sebanyak tiga kali.
Sehingga tangan Arie semakin
berani menyentuh pantatnya
yang terbuka. Dengan sedikit
malu-malu tapi ingin karena
sudah sejak tadi batang
kemaluan Ari menegang. Arie
mulai meraba-saba pantatnya
dengan penuh kasih sayang.
Mendapakan perlakuan seperti
itu, Tante Rani terus semakin
menggila dan terus mengulum
kepuyaan Arie dengan penuh
nafsu yang sudah lama
dipendam. Sedotan bibir Tante
Rani yang merekah itu seperti
mencari sesuatu di dalam batang
kemaluan Arie. Mendapat
serangan yang sangat berapi-api
itu akhirnya Arie memutar kaki
kirinya ke atas sehingga posisi
Arie dan tantenya seperti huruf
T.
Tangan Arie semakin berani
mengusap-usap pinggul
tantenya yang tersingkap
dengan jelas. Daster tantenya
yang sudah berada di atas
pinggulnya dan kemaluan
tantenya dengan lincah menjepit
bantal kecil sofa itu. “Ahkkk,
nikmat..” Tantenya mengerang
sambil terus merapatkan bibir
kemaluannya ke bantal kecil itu
sambil menghentikan sementara
waktu kulumannya. Ketika ia
merasakan akan orgasme. “Arie…
Tante sudah tidak tahan lagi
nich..” diiringi dengan sedotan
yang dilakukan oleh tantenya itu
karena tantenya ternyata sangat
mahir dalam mengulum batang
kemaluannya sementara
tangannya dengan aktif
mempermainkan sisi-sisi batang
kemaluan Arie sehingga Arie
dibuatnya tidak berdaya.
“Aduh . aduh.. Tante nikmat
sekalii…” erang tantenya
semakin menjadi-jadi. Hampir
tiga kali Tante Rani merintih
sambil mengerang. “Aduuh
Rieee.. terus tekan-tekan pantat
Tante..” desah Tante Rani sambil
terus menggesek-gesekkan bibir
kemaluannya ke bantal kecil itu.
Arie meraba kemaluan tantenya,
ternyata kemaluan Tante Rani
sudah basah oleh cairan-cairan
yang keluar dari liang
kewanitaannya. “Ariee… nah itu
terus Riee.. terus..” erang Tante
Rani sambil tidak henti-hentinya
mengulum batang kemaluan
Arie.
“Kamu kok kuat sekali Riee,”
bisik tante rRni dengan nafas
yang terengah-engah sambil
terus mengulum batang
kemaluan Arie. Tante Rani
setengah tidak percaya dengan
kuluman yang dilakukannya
karena belum mampu membuat
Arie keluar sperma. Arie
berguman, “Belum tahu dia, ini
belum seberapa. Tante pasti
sudah keluar lebih dari empat
kali terbukti dengan bantal yang
digunakan untuk mengganjal
liang kewanitaannya basah
dengan cairan yang keluar
seperti air hujan yang sangat
deras.”
Melihat batang kemaluan Arie
yang masih tegak Tante Rani
semakin bernafsu, ia langsung
bangkit dari posisi telungkup
dengan berdiri sambil berusaha
membuka baju Arie yang masih
melekat di badannya. “Buka yaa
Sayang bajunya,” pinta Tante
Rani sambil membuka baju Arie
perlahan namun pasti. Setelah
baju Arie terbuka, Tante Rani
membuka juga celana pendek
Arie agar posisinya tidak
terganggu.
Lalu Tante Rani membuka
dasternya dengan kedua
tangannya, ia sengaja
memperlihatkan keindahan
tubuhnya di depan Arie. Melihat
dua gunung yang telah merekah
oleh gesekan sofa dan liang
kewanitaan tantenya yang
merah ranum akibat gesekan
bantal sofa, Ari menelan ludah. Ia
tidak membayangkan ternyata
tantenya mempunyai tubuh
yang indah. Ditambah lagi ia
sangat terampil dalam
memainkan batang kemaluan
laki-laki.
Masih dengan posisi duduk,
tantenya sekarang ada di atas
permadani dan ia langsung
menghisap kembali batang
kemaluan Arie sambil tangannya
bergantian meraba-raba sisi
batang kemaluan Arie dan terus
mengulumnya seperti anak kecil
yang baru mendapatkan permen
dengan penuh gairah. Dengan
bantuan payudaranya yang
besar, Tante Rani menggesek-
gesek payudaranya di belahan
batang kemaluan Arie. Dengan
keadaan itu Arie mengerang kuat
sambil berkata, “Aduh Tante..
terus Tante..” Mendengar
erangan Arie, Tante Rani
tersenyum dan langsung
mempercepat gesekannya.
Melihat Arie yang akan keluar,
Tante Rani dengan cepat
merubah posisi semula dengan
mengulum batang kemaluan
dengan sangat liar. Sehingga
warna batang kemaluan Arie
menjadi kemerah-merahan dan
di dalam batang kemaluannya
ada denyutan-denyutan yang
sangat tidak teratur. Arie
menahan nikmat yang tiada tara
sambil berkata, “Terus Tante..
terus Tante..”, Dan Arie pun
mendekap kepala tantenya agar
masuk ke dalam batang
kemaluannya dan semprotan
yang maha dahsyat keluar di
dalam mulut Tante Rani yang
merekah. Mendapatkan
semburan lahar panas itu, Tante
Rani kegirangan dan langsung
menelannya dan menjilat semua
yang ada di dalam batang
kemaluan Arie yang membuat
Arie meraung-raung kenikmatan.
Terlihat dengan jelas tantenya
memang sudah berpengalaman
karena bila sperma sudah keluar
dan batang kemaluan itu tetap
disedotnya maka akan semakin
nikmat dan semakin membuat
badan menggigil.
Melihat itu Tante Rani semakin
menjadi-jadi dengan terus
menyedot batang kemaluan Arie
sampai keluar bunyi slurp…,
slurp…, akibat sedotannya.
Setelah puas menjilat sisa-sisa
mani yang menempel di batang
kemaluan Arie, lalu Tante Rani
kembali mengulum batang
kejantanan Arie dengan
mulutnya yang seksi.
Melihat batang kemaluan Arie
yang masih memberikan
perlawanan, Tante Rani bangkit
sambil berkata, “Gila kamu Rieee..
kamu masih menantang tantemu
ini yaah.. Tante sudah keluar
hampir empat kali kamu masih
menantangnya.” Mendengar
tantangan itu, Arie hanya
tersenyum saja dan terlihat
Tante Rani mendekat ke hadapan
Arie sambil mengarahkan liang
kewanitaannya untuk melahap
batang kemaluan Arie. Sebelum
memasukkan batang kemaluan
Arie ke liang kewanitaannya,
Tante Rani terlebih dahulu
memberikan ciuman yang
sangat mesra dan Arie pun
membalasnya dengan hangat.
Saling pagut terjadi untuk yang
kedua kalinya, lidah mereka
saling bersatu dan saling
menyedot. Tante Rani semakin
tergila-gila sehingga liang
kewanitaannya yang tadinya
menempel di atas batang
kemaluan Arie sekarang tergeser
ke belangkang sehingga batang
kemaluan Arie tergesek-gesek
oleh liang kewanitaannya yang
telah basah itu.
Mendapat perlakuan itu Arie
mengerang kenikmatan. “Aduuh
Tante…” sambil melepaskan
pagutan yang telah berjalan
cukup lama. “Clepp…” suara yang
keluar dari beradunya dua surga
dunia itu, perlahan namun pasti
Tante Rani mendorongnya
masuk ke lembah surganya.
Dorongan itu perlahan-lahan
membuat seluruh urat nadi Arie
bergetar. Mata Tante Rani
dipejamkan sambil terus
mendorong pantatnya ke bawah
sehingga liang kewanitaan Tante
Rani telah berhasil menelan
semua batang kemaluan Arie.
Tante Rani pun terlihat menahan
nikmat yang tiada tara.
“Arieee…” rintihan Tante Rani
semakin menjadi ketika liang
senggamanya telah melahap
semua batang kemaluan Arie.
Tante Rani diam untuk beberapa
saat sambil menikmati batang
kemaluan Arie yang sudah
terkubur di dalam liang
kewanitaannya.
“Riee, Tante sudah tidak kuat
lagi… Sayang..” desah Tante Rani
sambil menggerakan-gerakkan
pantatnya ke samping kiri dan
kanan. Mulut tantenya terus
mengaduh, mengomel sambil
terus pantatnya digeser ke kiri
dan ke kanan. Mendapatkan
permainan itu Arie mendesir,
“Aduh Tante… terus Tante..”
mendengar itu Tante Rani terus
menggeser-geserkan pantatnya.
Di dalam liang senggama
tantenya ada tarik-menarik
antara batang kemaluan Arie dan
liang kewanitaan tantenya yang
sangat kuat, mengikat batang
kemaluan Arie dengan liang
senggama Tante Rani. Kuatnya
tarikan itu dimungkinkan karena
ukuran batang kemaluan Arie
jauh lebih besar bila
dibandingkan dengan milik Om
Budiman.
Goyangan pantatnya semakin
liar dan Arie mendekap tubuh
tantenya dengan mengikuti
gerakannya yang sangat liar itu.
Kucuran keringat telah
berhamburan dan beradunya
pantat Tante Rani dengan paha
Arie menimbulkan bunyi yang
sangat menggairahkan, “Prut..
prat.. pret..” Tangan Arie
merangkul tantenya dengan erat.
Pergerakan mereka semakin liar
dan semakin membuat saling
mengerang kenikmatan entah
berapa kali Tante Rani
mengucurkan cairan di dalam
liang kewanitaannya yang
terhalang oleh batang kemaluan
Arie. Tante Rani mengerang
kenikmatan yang tiada taranya
dan puncak dari kenikmatan itu
kami rasakan ketika Tante Rani
berkata di dekat telingan Arie.
“Arieee…” suara Tante Rani
bergetar, “Kamu kalau mau
keluar, kita keluarnya bareng-
bareng yaaah”. “Iya Tante…”
jawab Arie.
Selang beberapa menit Arie
merasakan akan keluar dan
tantenya mengetahui, “Kamu
mau keluar yaaa.” Arie
merangkul Tante Rani dengan
kuatnya tetapi kedua pantatnya
masih terus menusuk-nusuk
liang kewanitaan Tantenya,
begitu juga dengan Tante Rani
rangkulanya tidak membuat ia
melupakan gigitannya terhadap
batang kemaluan Arie. Sambil
terus merapatkan rangkulan.
Suara Arie keluar dengan keras,
“Tanteee.. Tanteee..” dan begitu
juga Tante Rani mengerang
keras, “Rieee…”. Sambil
keduanya berusaha
mengencangkan rangkulannya
dan merapatkan batang
kemaluan dan liang
kewanitaannya sehingga betul-
betul rapat membuat hampir biji
batang kemaluan Arie masuk ke
dalam liang senggama Tante
Rani.
Akhirnya Arie dan Tante Rani
diam sesaat menikmati
semburan lahar panas yang
beradu di dalam liang sorga
Tante Rani. Masih dalam posisi
Tante Rani duduk di pangkuan
Arie. Tante Rani tersenyum,
“Kamu hebat Arie seperti kuda
binal dan ternyata kepunyaan
kamu lebih besar dari suaminya
dan sangat menggairahkan.”
“Kamu sebetulnya sudah tahu
keinginan Tante dari dulu ya,
tapi kamu berusaha
mengelaknya yaa..” goda Tante
Rani. Arie hanya tersenyum di
goda begitu. Tante Rani lalu
mencium kening Arie. Kurang
lebih Lima menit batang
kemaluan Arie yang sudah
mengeluarkan lahar panas
bersemayam di liang kewanitaan
Tante Rani, lalu Tante Rani
bangkit sambil melihat batang
kemaluan Arie. Melihat batang
kemaluan Arie yang mengecil,
Tante Rani tersenyum gembira
karena dalam pikirannya bila
batang kemaluannya masih
berdiri maka ia harus terus
berusaha membuat batang
kemaluan Arie tidak berdiri lagi.
Untuk menyakinkannya itu,
tangan Tante Rani meraba-raba
batang kemaluan Arie dan
menijit-mijitnya dan ternyata
setelah dipijit-pijit batang
kemaluan Arie tidak mau berdiri
lagi.
“Aduh untung batang
kemaluanmu Rieee… tidak hidup
lagi,” bisik Tante Rani mesra
sambil berdiri di hadapan Arie,
“Soalnya kalau masih berdiri,
Tante sudah tidak kuat Rieee”
lanjutnya sambil tersenyum dan
Duduk di sebelah Arie. Sesudah
Tante Rani dan Arie berpanutan
mereka pun naik ke atas dan
masuk kamar-masing-masing.
Pagi-pagi sekali Arie bangun dari
tempat tidur karena mungkin
sudah kebiasaannya bangun
pagi, meskipun badannya ingin
tidur tapi matanya terus saja
melek. Akhirnya Arie jalan-jalan
di taman untuk mengisi kegiatan
agar badannya sedikit segar dan
selanjutnya badannya dapat
diajak untuk tidur kembali
karena pada hari itu Arie tidak
ada kuliah. Kebiasaan lari pagi
yang sering dilakukan diwaktu
pagi pada saat itu tidak
dilakukannya karena badannya
terasa masih lemas akibat
pertarungan tadi malam dengan
tantenya.
Lalu Arie pun berjalan menuju
kolam, tidak dibanyangkan
sebelumnya ternyata Tante Rani
ada di kolam sedang berenang.
Tante Rani mengenakan celana
renang warna merah dan BH
warna merah pula. Melihat
kedatangan Arie. Tante Rani
mengajaknya berenang. Arie
hanya tersenyum dan berkata,
“Nggak ah Tante, Saya malas ke
atasnya.” Mendapat jawaban itu,
Tante Rani hanya tersenyum,
soalnya Tante Rani mengetahui
Arie tidak menggunakan celana
renang. “Sudahlah pakai celana
dalam aja,” pinta Tante Rani.
Tantenya yang terus meminta
Arie untuk berenang. Akhirnya
iapun membuka baju dan celana
pendeknya yang tinggal melekat
hanya celana dalamnya yang
berwarna biru.
Celana dalam warna biru
menempel rapat menutupi
batang kemaluan Arie yang
kedinginan. Loncatan yang
sangat indah diperlihatkan oleh
Arie sambil mendekati Tante
Rani, yang malah menjauh dan
mengguyurkan air ke wajah Arie.
Sehingga di dalam kolam renang
itu Tante Rani menjadi kejaran
Arie yang ingin membalasnya.
Mereka saling mengejar dan
saling mencipratkan air seperti
anak kecil. Karena kecapaian,
akhinya Tante Rani dapat juga
tertangkap. Arie langsung
memeluknya erat-erat, pelukan
Arie membuat Tante Rani tidak
dapat lagi menghindar.
“Udah akh Arie.. Tante capek,”
seru mesra Tante Rani sambil
membalikkan badannya. Arie dan
Tante Rani masih berada di
dalam genangan kolam renang.
“Kamu tidak kuliah Rieee,” tanya
Tante Rani. “Tidak,” jawab Arie
pendek sambil meraba bukit
kemaluan Tante Rani. Terkena
rabaan itu Tante Rani malah
tersenyum sambil memberikan
ciuman yang sangat cepat dan
nakal lalu dengan cepatnya ia
melepaskan ciuman itu dan pergi
menjauhi Arie. Mendapatkan
perlakuan itu Arie menjadi
semakin menjadi bernafsu dan
terus memburu tantenya. Dan
pada akhirnya tantenya
tertangkap juga. “Sudah ah…
Tante sekarang mau ke kantor
dulu,” kata Tante Rani sambil
sedikit menjauh dari Arie.
Ketika jaraknya lebih dari satu
meter Tante Rani tertawa geli
melihat Arie yang celana
dalamnya telah melorot di antara
kedua kakinya dengan batang
kemaluannya yang sudah
bangkit dari tidurnya. “Kamu
tidak sadar Arie, celana dalammu
sudah ada di bawah lutut..”
Mendengar itu Arie langsung
mendekati Tante Rani sambil
mendekapnya. Tante Rani hanya
tersenyum. “Kasihan kamu,
adikmu sudah bangun lagi, tapi
Tante tidak bisa membantumu
karena Tante harus sudah pergi,”
kata Tante Rani sambil meraba
batang kemaluan Arie yang
sudah menegang kembali.
Mendengar itu Arie hanya
melongo kaget. “Akhh, Tante
masa tidak punya waktu hanya
beberapa menit saja,” kata Arie
sambil tangannya berusaha
membuka celana renang Tante
Rani yang berwarna merah.
Mendapat perlakuan itu Tante
Rani hanya diam dan ia terus
mencium Arie sambiil berkata,
“Iyaaa deh.. tapi cepat, yaa..
jangan lama-lama, nanti
ketahuan orang lain bisa gawat.”
Tante Rani membuka celana
renangnya dan memegangnya
sambil merangkul Arie. Batang
kemaluan Arie langsung masuk
ke dalam liang kewanitaan Tante
Rani yang sudah dibuka lebar-
lebar dengan posisi kedua
kakinya menempel di pundak
Arie. Beberapa detik kemudian,
setelah liang kewanitaan Tante
Rani telah melahap semua
batang kemaluan Arie dan
dirasakannya batang kemaluan
Arie sudah menegang. Tante
Rani menciumnya dengan cepat
dan langsung mendorong Arie
sambil pergi dan terseyum manis
meninggalkan Arie yang tampak
kebingungan dengan batang
kemaluannya yang sedang
menegang.
Mendapat perlakuan itu Arie
menjadi tambah bernafsu
kepada Tante Rani, dan ia
berjanji kalau ada kesempatan
lagi ia akan menghabisinya
sampai ia merasa kelelahan. Lalu
Arie langsung pergi
meninggalkan kolam itu untuk
membersihkan badannya.
Setelah di kamar, Arie langsung
membuka semua bajunya yang
menjadi basah itu, ia langsung
masuk kamar mandi dan
menggosok badan dengan
sabun. Ketika akan
membersihkan badannya, air
yang ada di kamar mandinya
ternyata tidak berjalan seperti
biasanya. Dan langsung Arie
teringat akan keberadaan kamar
Yuni. Arie lalu pergi keluar kamar
dengan lilitan handuk yang
menempel di tubuhnya.
Wajahnya penuh dengan sabun
mandi. “Yuni.. Yuni.. Yuni..” teriak
Arie sambil mengetuk pintu
kamar Yuni. “Masuk Kak Ariee,
tidak dikunci.” balas Yuni dari
dalam kamar.
Didapatinya ternyata Yuni masih
melilitkan badan dengan selimut
dengan tangannya yang sedang
asyik memainkan kemaluannya.
Permainan ini baru
didapatkannya ketika ia melihat
adegan tadi malam antara
kakaknya dengan Arie dan
kejadian itu membuat ia
merasakan tentang sesuatu yang
selama ini diidam-idamkan oleh
setiap manusia.
“Ada apa Kak Arie,” kata Yuni
sambil terus berpura-pura
menutup badannya dengan
selimut karena takut ketahuan
bahwa dirinya sedang asyik
memainkan kemaluannya yang
sudah membasah sejak tadi
malam karena melihat kejadiaan
yang dilakukan kakaknya
dengan Arie. “Anu Yuni.. Kakak
mau ikut mandi karena kamar
mandi Arie airnya tidak keluar.”
Memang Yuni melihat dengan
jelas bahwa badan Arie dipenuhi
oleh sabun tapi yang
diperhatikan Yuni bukannya
badan tapi Yuni memperhatikan
diantara selangkangannya yang
kelihatan mencuat.
Iseng-iseng Yuni menanyakan
tentang apa yang
mengganjalnya dalam lilitan
handuk itu. Mendengar
pertanyaan itu niat Arie yang
akan menerangkan tentang
biologi ternyata langsung
kesampaian dan Arie pun
langsung memperlihatkannya
sambil memengang batang
kemaluannya, “Ini namanya
penis.. Sayang,” kata Arie yang
langsung menuju kamar mandi
karena melihat Yuni menutup
wajahnya dengan selimut.
Melihat batang kemaluan Arie
yang sedang menegang itu Yuni
membayangkan bila ia
mengulumnya seperti yang
dilakukan kakaknya. Keringat
dingin keluar di sekujur tubuh
Yuni yang membayangkan
batang kemaluan Arie dan ia
ingin sekali seperti yang
dilakukan oleh kakaknya juga ia
melakukannya. Mata Yuni terus
memandang Arie yang sedang
mandi sambil tangan terus
bergerak mengusap-usap
kemaluannya.
Akhirnya karena Yuni sudah
dipuncak kenikmatan, ia
mengerang akibat dari
permainan tangannya itu telah
berhasil dirasakannya .Dengan
beraninya Yuni pergi memasuki
kamar mandi untuk ikut mandi
bersama Arie. Melihat
kedatangan Yuni ke kamar
mandi, Arie hanya tersenyum.
“Kamu juga mau mandi Yun,”
kata Arie sambil mencubit
pinggang Yuni.
Yuni yang sudah dipuncak
kenikmatan itu hanya tersenyum
sambil melihat batang kemaluan
Arie yang masih mengeras. “Kak
boleh nggak Yuni mengelus-elus
barang itu,” bisik Yuni sambil
menunjuknya dengan jari
manisnya. Mendengar
permintaan itu Arie langsung
tersenyum nakal, ternyata
selama ini apa yang diidam-
idamkannya akan mendapatkan
hasilnya. Dalam pikiran Arie, Yuni
sekarang mungkin telah
mengetahui akan kenikmatan
dunia. Tanpa diperintah lagi Arie
langsung mendekatkan batang
kemaluannya ke tangan Yuni
dan menuntun cara mengelus-
elusnya. Tangan Yuni yang baru
pertama kali meraba kepunyaan
laki-laki itu sedikit canggung, tapi
ia berusaha meremasnya seperti
meremas pisang dengan tenaga
yang sangat kuat hingga
membuat Arie kesakitan.
“Aduh.. jangan keras-keras dong
Yuni, nanti batang kemaluannya
patah.” Mendengar itu Yuni
menjadi sedikit kaget lalu Ari
membatunya untuk memainkan
batang kemaluannya dengan
lembut. Tangan Yuni
dituntunnya untuk meraba
batang kemaluan Arie dengan
halus lalu batang kemaluan Arie
didekatkan ke wajah Yuni agar
mengulumnya. Yuni hanya
menatapnya tanpa tahu harus
berbuat apa. Lalu Arie
memerintahkan untuk
mengulumnya seperti mengulum
ice crem, atau mengulumnya
seperti mengulum permen karet.
Diperintah tersebut Yuni
langsung menurut, mula-mula ia
mengulum kepala batang
kemaluan Arie lalu Yuni
memasukkan semua batang
kemaluan Arie ke dalam
mulutnya. Tapi belum juga
berapa detik Yuni terbatuk-batuk
karena kehabisan nafas dan
mungkin juga karena nafsunya
terlalu besar.
Setelah sedikit tenang, Yuni
mengulum lagi batang kemaluan
Arie tanpa diperintah sambil
pinggul Yuni bergoyang
menyentuh kaki Arie. Melihat
kejadian itu Arie akhirnya
menghentikan kuluman Yuni dan
langsung mengangkat Yuni dan
membawanya ke ranjang yang
ada di samping kamar mandi.
Sesampainya di pinggir ranjang,
dengan hangat Yuni dipeluk oleh
Arie dan Yuni pun membalas
pelukan Arie. Bibir Yuni yang
polos tanpa liptik dicium Arie
dengan penuh kehangatan dan
kelembutan. Dicium dengan
penuh kehangatan itu Yuni
untuk beberapa saat terdiam
seperti patung tapi akhirnya
naluri seksnya keluar juga, ia
mengikuti apa yang dicium oleh
Arie. Bila Arie menjulurkan
lidahnya maka Yuni pun sama
menjulurkan lidahnya ke dalam
mulut Arie. Dengan permainan
itu Yuni sangat menikmatinya
apalagi Arie yang bisa dikatakan
telah dilatih oleh kakaknya yang
telah berpengalaman.
Kecupan Yuni kadang kala keluar
suara yang keras karena
kehabisan nafas. “Pek.. pek..”
suara bibir Yuni mengeluarkan
suara yang membuat Arie
semakin terangsang. Mendengar
suara itu Arie tersenyum sambil
terus memagutnya. Tangan Arie
dengan terampil telah membuka
daster putih yang dipakai Yuni.
Dengan gerakan yang sangat
halus, Arie menuntun Yuni agar
duduk di pinggir ranjang dan
Yuni pun mengetahui keinginan
Arie itu. Bibir Yuni yang telah
berubah warna menjadi merah
terus dipagut Arie dengan posisi
Yuni tertindih oleh Arie. Tangan
Yuni terus merangkul Arie sambil
bukit kemaluannya menggesek-
gesekkan sekenanya.
Lalu Arie membalikkan tubuh
Yuni sehingga kini Yuni berada
di atas tubuh Arie, dengan
perlahan tangan Arie membuka
BH putih yang masih melekat di
tubuh Yuni. Setelah berhasil
membuka BH yang dikenakan
Yuni, Arie pun membuka CD putih
yang membungkus bukit
kemaluan Yuni dilanjutkan
menggesek-gesekkan
sekenanya. Erangan panjang
keluar dari mulut Yuni. “Auuu…”
sambil mendekap Arie keras-
keras. Melihat itu Arie semakin
bersemangat. Setelah Arie
berhasil membuka semua
pakaian yang dikenakan Yuni,
terlihat Yuni sedikit tenang iapun
kembali membalikkan Yuni
sehingga ia sekarang berada di
atas tubuh Yuni.
Arie menghentikan pagutan
bibirnya ia melanjutkan
pagutannya ke bukit kemaluan
Yuni yang telah terbuka dengan
bebas. Dipandanginya bukit
kemaluan Yuni yang kecil tapi
penuh tantangan yang baru
ditumbuhi oleh bulu-bulu hitam
yang kecil-kecil. Kaki Yuni
direnggangkan oleh Arie.
Pagutan Arie beganti pada bibir
kecil kepunyaan Yuni. Pantat
Yuni terangkat dengan
sendirinya ketika bibir Arie
mengulum bukit kemaluan
kecilnya yang telah basah oleh
cairan. Harum bukit kemaluan
perawan membuat batang
kemaluan Arie semakin ingin
langsung masuk ke sarangnya
tapi Arie kasihan melihat Yuni
karena kemaluannya belum juga
merekah. Jilatan bibir Arie yang
mengenai klitoris Yuni membuat
Yuni menjepit wajah Arie.
Semburan panas keluar dari bibir
bukit kemaluan Yuni. Yuni hanya
menggeliat dan menahan rasa
nikmat yang baru pertama kali
didapatkanya.
Lalu Arie merasa yakin bahwa ini
sudah waktunya, ditambah lagi
batang kemaluannya yang
sudah telalu lama menengang.
Arie menarik tubuh Yuni agar
pantatnya pas tepat di pinggir
ranjang. Kaki Yuni menyentuh
lantai dan Arie berdiri diantara
kedua paha Yuni.
Melihat kondisi tubuh Yuni yang
sudah tidak menggunakan apa-
apa lagi ditambah dengan
pemandangan bukit kemaluan
Yuni yang sempit tapi basah oleh
cairan yang keluar dari bibir
kecilnya membuat Arie menahan
nafas. Arie berdiri, dan batang
kemaluannya yang besar itu
diarahkan ke bukit kemaluan
Yuni. Melihat itu Yuni sedikit
kaget dan merasa takut Yuni
menutup wajahnya dengan
kedua tangannya. Melihat gejala
itu Arie hanya tersenyum dan ia
sedikit lebih melebarkan paha
Yuni sehingga klitorisnya terlihat
dengan jelas. Ia menggesek-
gesekkan batang kemaluannya
di bibir kemaluan Yuni. Sambil
menggesek-gesek batang
kemaluan, Arie kembali
mendekap Yuni sambil membuka
tangannya yang menutupi
wajahnya. Melihat Arie yang
membuka tangannya, Yuni
langsung merangkulnya dan
mencium bibir Arie. Pagutan pun
kembali terjadi, bibir Yuni
dengan lahapnya terus memagut
bibir Arie. Suara erangan kembali
keluar lagi dari mulut Yuni.
“Aduhh… Kaak…” erang Yuni
sambil merangkul tubuh Arie
dengan keras. Arie meraba-raba
bukit kemaluan Yuni dengan
batang kemaluannya setelah
yakin akan lubang kemaluan
Yuni, Arie mendorongnya
perlahan dan ketika kepala
kejantanan Arie masuk ke liang
senggama Yuni. Yuni mengerang
kesakitan, “Kak.. aduh sakit,
Kak…”
Mendengar rintihan itu, Arie
membiarkan kepala
kemaluannya ada di dalam liang
senggama Yuni dan Arie terus
memberikan pagutannya.
Kuluman bibir Yuni dan Arie pun
berjalan lagi. Dada Arie yang
besar terus digesek-gesekkan ke
payudara Yuni yang sudah
mengeras. Yuni yang menahan
rasa sakit yang telah bercampur
dengan rasa nikmat akhirnya
mengangkat kakinya tinggi-
tinggi untuk menghilangkan rasa
sakit di liang senggamanya dan
itu ternyata membantunya dan
sekarang menjadi tambah
nikmat.
Kepala kemaluan Arie yang besar
baru masuk ke liang kewanitaan
Yuni, tapi jepitan liang kemaluan
Yuni begitu keras dirasakan oleh
batang kemaluan Arie. Sambil
mencium telinga kiri Yuni, Arie
kembali berusaha memasukkan
batang kemaluannya ke liang
senggama Yuni. “Aduh.. aduh..
aduh.. Kak,” Mendengar rintihan
itu Arie berkata kepada Yuni.
“Kamu sakit Yuni,” bisik Arie di
telinga Yuni. “Nggak tahu Kaak
ini bukan seperti sakit biasa,
sakit tapi nikmat..”
Mendengar penjelasan itu, Arie
terus memasukkan batang
kemaluannya sehingga sekarang
kepala kemaluannya sudah
masuk semua ke dalam liang
senggama Yuni. Batang
kemaluan Arie sudah masuk ke
liang senggama Yuni hampir
setengahnya. Batang
kemaluannya sudah ditelan oleh
liang kemaluan Yuni, kaki Yuni
semakin diangkat dan
tertumpang di punggung Arie.
Tiba-tiba tubuh Yuni bergetar
sambil merangkul Arie dengan
kuat. “Aduhhh…” dan cairan
hangat keluar dari bibir
kemaluan Yuni, Arie dapat
merasakan hal itu melalui kepala
kemaluannya yang tertancap di
bukit kemaluan Yuni. Lipatan
paha Yuni telah terguyur oleh
keringat yang keluar dari tubuh
mereka berdua.
Mendapat guyuran air di dalam
bukit kemaluan itu, Arie lalu
memasukkan semua batang
kemaluannya ke dalam lubang
senggama Yuni. Dengan satu kali
hentakan. “Preeet…” Yuni
melotot menahan kesakitan yang
bercampur dengan kenikmatan
yang tidak mungkin didapatkan
selain dengan Arie. “Auh.. auh..
auh..” suara itu keluar dari mulut
kecil Yuni setelah seluruh batang
kejantanan Arie berada di dalam
lembah kenikmatan Yuni. “Kak,
Badan Yuni sesak, sulit
bernafas,” kata Yuni sambil
menahan rasa nikmat yang tiada
taranya. Mendengar itu lalu Arie
membalikkan tubuh Yuni agar ia
berada di atas Ari. Mendapatkan
posisi itu Yuni seperti pasrah
dan tidak melakukan gerakan
apapun selain mendekap tubuh
Arie sambil meraung-raung
kenikmatan yang tiada taranya
yang baru kali ini dirasakannya.
Yuni dan Arie terdiam kurang
lebih lima menit. “Yuni, sekarang
bagaimana badanmu,” kata Arie
yang melihat Yuni sekarang
sudah mulai menggoyang-
goyangkan pantatnya dengan
pelan-pelan. “Udah agak enakan
Kak,” balas Yuni sambil terus
menggoyang-goyangkan
pantatnya ke kiri dan ke kanan.
Mendapatkan serangan itu Arie
langsung mengikuti gerakan
goyangan itu dan goyangan Arie
dari atas ke bawah.
Lipantan-lipatan kehangatan
tercipta di antara selangkangan
Yuni dan Arie. Sambil
menggoyangkan pantatnya,
mulut Yuni tetap mengaduh,
“Aduhhh…” Merasakan nikmat
yang telah menyebar ke seluruh
badannya. Tanpa disadari
sebelumnya oleh Arie. Yuni
dengan ganasnya menggoyang-
gonyangkan pantatnya ke
samping dan ke kiri membuat
Arie kewalahan ditambah lagi
kuatnya jepitan bukit kemaluan
Yuni yang semakin menjepit
seperti tang yang sedang
mencepit paku agar paku itu
putus. Beberapa menit kemudian
Arie memeluk badan Yuni
dengan eratnya dan batang
kemaluannya berusaha ditekan
ke atas membuat pantat Yuni
terangkat. Semburan panas pun
masuk ke bukit kemaluan Yuni
yang kecil itu. Mendapat
semburan panas yang sangat
kencang, Yuni mendesis
kenikmatan sambil mengeram,
“Aduhh… aduh.. Kak..”
Selang beberapa menit Arie diam
sambil memeluk Yuni yang
masih dengan aktif menggerak-
gerakkan pantatnya ke kiri dan
ke kanan dengan tempo yang
sangat lambat. Setelah badannya
merasa sudah agak baik, Arie
membalikkan tubuh Yuni
sehingga sekarang tubuh Yuni
berada di bawah Arie. Batang
kemaluan Arie masih menancap
keras di lembah kemaluan Yuni
meskipun sudah mengeluarkan
sperma yang banyak. Lalu kaki
Yuni diangkat oleh Arie dan
disilangkan di pinggul. Arie
mengeluarkan batang
kemaluannya yang ada di dalam
liang senggama Yuni. Mendapat
hal itu mata Yuni tertutup sambil
membolak-balikkan kepala ke kiri
dan ke kanan lalu dengan
perlahan memasukkan lagi
batang kemaluannya ke dalam
liang senggama Yuni, turun naik
batang kemaluan Arie di dalam
liang perawan Yuni membuat
Yuni beberapa kali mengerang
dan menahan rasa sakit yang
bercampur dengan nikmatnya
dunia. Tarikan bukit kemaluan
Yuni yang tadinya kencang
pelan- pelan berkurang seiring
dengan berkurangnya tenaga
yang terkuras habis dan
selanjutnya Arie mengerang-
erang sambil memeluk tubuh
Yuni dan Yuni pun sama
mengeluarkan erangan yang
begitu panjang, keduanya
sedang mendapatkan
kenikmatan yang tiada taranya.
Arie mendekap Yuni sambil
menikmati semburan lahar panas
dan keluarnya sperma dalam
batang kemaluan Arie dan Yuni
pun sama menikmati lahar panas
yang ada dilembah
kenikmatannya. Kurang lebih
lima menit, Arie memeluk Yuni
tanpa adanya gerakan begitu
juga Yuni hanya memeluk Arie.
Dirasakan oleh Arie bahwa
batang kemaluannya mengecil di
dalam liang kemaluan Yuni dan
setelah merasa batang
kemaluannya betul-betul
mengecil Arie menjatuhkan
tubuhnya di samping Yuni. Arie
mencium kening Yuni. Yuni
membalasnya dengan rintihan
penyesalan, seharusnya Arie
bertanggung jawab atas
hilangnya perawan yang dimiliki
Yuni.
Mendengar itu Arie hanya
tersenyum karena memang
selama ini Arie mendambakan
istri seperti Yuni ditambah lagi ia
mengetahui bila hidup dengan
Yuni maka ia akan mendapatkan
segalanya. Arie mengucapkan
selamat bobo kepada Yuni yang
langsung tertidur kecapaian dan
Arie langsung keluar dari kamar
Yuni setelah Arie menggunakan
pakaiannya kembali.
Arie masuk ke dapur, didapatnya
tantenya sedang dalam keadaan
menungging mengambil sesuatu.
Terlihat dengan jelas celana
merah muda yang dipakai
tantenya. Tante Rani dibuat
kaget karena Arie langsung
meraba liang kewanitaannya
yang terbungkus CD merah
muda sambil menegurnya.
“Tante sudah pulang,” tanya
Arie. Sambil melepaskan rabaan
tangannya di liang kewanitaan
tantenya. Lalu Arie membuka
kulkas untuk mencari air putih.
“Iya, Tante hanya sebentar kok.
Soalnya Tante kasihan dengan
burung kamu yang tadi Tante
tinggalkan dalam keadaan
menantang,” jawab Tante Rani
sambil tersenyum. “Bagaimana
sekarang Arie burungnya, sudah
mendapatkan sarang yang baru
ya..” Mendapat ejekan itu, Arie
langsung kaget. “Ah Tante, mau
cari sangkar di mana,” jawab
Arie mengelak. “Arie kamu
jangan mengelak, Tante tau kok..
kamu sudah mendapatkan
sarang yang baru jadi kamu
harus bertanggung jawab. Kalau
tidak kamu akan Tante laporkan
sama Oom dan kedua orang
tuanmu bahwa kamu telah
bermain gila bersama Yuni dan
Tante.”
Mendengar itu, Arie langsung
diam dan ia akan menikahi Yuni
seperti yang dijanjikanya.
Mendengar hal itu Tante Rani
tersenyum dan memberikan
kecupan yang mesra kepada Arie
sambil meraba batang kemaluan
Arie yang sudah tidak kuat untuk
berdiri. Melihat batang kemaluan
Arie yang sudah tidak kuat
berdiri itu Tante Rani tersenyum.
“Pasti adikku dibuatnya KO sama
kamu yaa… Buktinya burung
kamu tidak mau berdiri,” goda
Tante Rani. “Ahh nggak Tante,
biasa saja kok.”
Tante Rani meninggalkan Arie,
sambil mewanti-wanti agar
menikahi adiknya. Akhirnya
pernikahan Yuni dengan Arie
dilakukan dengan pernikahan
dibawah tangan atau pernikahan
secara agama tetapi dengan
tanpa melalui KUA karena Yuni
masih dibawah umur.

No comments:

Post a Comment

Sungguh Puaskah Istri Anda ?