Tante Mala
Moza
Mita
Maya
Gue mana gw ?
Pagi itu, seperti biasanya selepas bangun, aku menikmati hisapan rokok dan segelas kopi kental, di beranda atas. Sambil menunggu bak kamar mandi yang kosong terisi air, aku duduk melamunkan entah apa, berbagai macam bayangan berkelebat, berusaha berpikir terfokus. Mencoba untuk mendalami apa yang sesungguhnya terjadi pada diriku.
Hisapan-hisapan asap dari rokok menyala yang kupegang seakan berusaha membantu untuk berpikir. Menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat-cepat, seolah ada beban berat yang menimpaku. Tapi untuk saat ini memang seperti itulah adanya.
Sejak kepulangan kami dari kota pelabuhan itu, Aku dan Tante Mala memang sepertinya jarang bertemu, seperti ada sesuatu diantara kami, aku yang memang akhir-akhir ini disibukkan oleh pekerjaan, hingga selalu pulang menjelang larut, namun kadang bila tidak ada pekerjaan pun, aku selalu berusaha pulang larut pula. Hingga bila aku tiba dirumah, jarang aku temui Tante Mala, biasanya beliau telah tidur, atau juga belum tiba di rumah, entahlah, seolah salah satu dari kami selalu menghindar. Ada rasa sungkan dan enggan bila aku harus bertatap muka atau berhadapan dengannya, padahal kami tinggal dalam satu atap.
Memang aku tahu bahwa akhir-akhir ini Tante Mala jarang sekali keluar, beliau saat ini sepertinya lebih banyak berada di dalam rumah, sepertinya beliau seperti sedang bertapa, malas untuk melakukan kegiatan apapun.
Teringat aku akan peristiwa yang terjadi bulan lalu, peristiwa dan kejadian-kejadian saat aku dan Tante Mala bepergian keluar kota, peristiwa dimana akhirnya tanpa kami sadari, persetubuhan antara dua orang manusia yang berlainan jenis terjadi. Aku yang antara sadar dan tidak, mungkin begitu juga dengan Tante Mala, malam itu begitu liar, melepaskan gejolak birahi diantara kami berdua, meraih kenikmatan bersama, berpikir ke hal itu membuat perutku berdesir dan membuat gairahku bangkit.
Pagi hari setelah itu, Tante Mala seolah mengalami amnesia, seolah lupa dengan kejadian itu, mungkin diantara mabuknya, beliau tidak menyadari bahwa yang diajak bersetubuh olehnya adalah aku, Fandi, keponakannya. Kami pulang tanpa banyak bicara, seolah melupakan kejadian malam itu, seakan bahwa kejadian tersebut hanya mimpi, seakan meyakinkan kami berdua bahwa hal tersebut tidak benar-benar terjadi. Dan tidak ada seorangpun dari kami dapat membuktikan bahwa hal tersebut adalah nyata, dan menceritakan pada dunia, bahwa persetubuhan itu adalah hal yang besar yang menimpa kami, semuanya seolah tenggelam seiring dengan berjalannya waktu.
Aku merasa aneh, dengan keadaan ini, pengalaman seks yang aku alami, seolah beruntun. Bayangan demi bayangan menyergap otakku, Maya, Mita, Tante Sandra, Tante Mala, seakan menjadi guru bagi pengalaman seksku. Dan hal ini membuatku semakin rusak, makin ketagihan.
Ada rasa tak enak bila mengingat hal itu, aku berpikir keras, berpikir guna mengatasi keadaan, keadaan dimana bila keinginan sudah terasa menggelegak, bila dorongan napsu birahi sudah tak terhenti, dimana godaan-godaan sepertinya semakin mendera. Memang aku menyadari seperti yang sudah-sudah, ketika dorongan itu susah semakin sangat menguat, aku melampiaskannya dengan caraku sendiri, mengatasinya dengan berkhayal, bermasturbasi.
Aku terus melamun, menghisap asap rokok kuat-kuat, menengadahkan kepala, kearah matahari yang kelihatan sudah sepenggalah, seolah meminta ampun dan mengharapkan terlepas dari beban. Tiba-tiba kudengar suara seperti menegurku dari belakang “A…” kupalingkan kepala kearah belakang, kearah sumber suara, kulihat wajah cantik tersenyum, dengan bibirnya yang sensual, tangan kanannya bersandar memegang kusen pintu. Duh, memang wanita yang satu ini sungguh cantik, bisa dibilang menggairahkan, seksi, dengan umurnya yang baru 20an, tampak dewasa, penuh keanggunan, membuat para lelaki terpesona, menginginkannya hanya dalam satu kali melihatnya saja. Memimpikan bila wanita ini menjadi istrinya atau hanya sekedar menemaninya tidur.
Sementara diotakku berpikir, ada apa Moza pagi2 menegurku, tumben, tidak biasanya dia berlaku seperti ini, sesuatu yang sangat jarang terjadi, biasanya dia bangun, mandi, bergegas pergi. Tapi pagi ini, dia tampak tersenyum, maaanis sekali, cantik, walaupun belum mandi namun justru menampilkan kecantikan alami, kata orang lihatlah wanita saat dia tidak dalam keadaan dandan, masa sih ? itukan kata orang buat menilai wanita cantik, bedalah ma kata kita .. hehehe.. lagian juga, kan beda wanita yang terawat dan tidak terawat, yang terawat biarpun belom mandi, yang tetep aja enak diliat, beda ma yang gak terawat, belom mandi, udah rambut kucel beminyak, awut-awutan, iler udah kaya anak sungai, boro2 wangi, udah gitu bau topo (kain lap dapur) lagi, yang gak pernah dicuci 2 abad !.
Moza memandang wajahku, wajah yang kucel, belom mandi, rambut awut2an, gondrong kagak cepak kagak, dengan bau naga masih menyengat campur iler, tersenyum, walau siapapun juga tahu, ini adalah senyum terjelek sepanjang masa.
“Hey... ngelamun aja pagi-pagi...!” serunya lagi, mungkin karena melihatku termenung, kulihat senyumnya melebar, menampikan giginya yang kecil-kecil rapih berbaris, semakin indah dilihat.
“Biasa Moz, nunggu pup, tumben masih ada dirumah, biasanya udah ngacir pagi-pagi....” kataku sambil berusaha nyengir untuk menghilangkan kesan bahwa otakku saat ini sedang mupeng, apalagi bila melihatnya, bisa bahaya ! hehehehe......
“Iya nih A, libur kuliah kan, abis semesteran “ katanya lagi, sambil memandangku, kemudian melangkah mendekatiku, dan duduk tepat disisiku, duh kacau nih, nih cewek udah tau gw bau gini, mau-maunya lagi duduk deket-deketan ma gw, berabe, bisa-bisa dia bakalan ngacir nih, kayak yang udah-udah, duduk kelamaan deket-deket gw, tau-taunya muntah-muntah udahannya, bisa-bisa gw disangka ngehamilin dia, padahal mah boro-boro jangankan ML ma dia, nyentuh kulit tangannya aja kalo gak pura-pura gak sengaja, susah. Lagian kan muntah-muntah karena hamil sama muntah-muntah karena eneg nyium bau yang gak enak, beda !.
“Libur berapa hari Moz ? mang gak ada rencana jalan-jalan ? lumayankan kalo libur lama, jalan kemana gitu buat nenangin pikiran, istirahatin otak “ kataku sambil bergeser duduk seolah-olah mempersilahkannya duduk, padahal gw minder juga, kalo-kalo dia nyium bau badan gw, yang gw aja kalo nyium sendiri eneg.
“Itu dia A, Moza kan rencananya mo ikut ma temen-temen nginep di luar kota, di villa, tapi ma mama kayaknya gak boleh, soalnya katanya Tante Marissa mo kesini, terus mama minta aku sama Aa buat jemput ke bandara”, katanya lebih lanjut. “Ohh.. gitu, nah terus emang kapan Tante Marissa mo datang kesini ?”, kataku sambil memandang wajah cantiknya itu, tanpa sengaja mataku menatap belahan dada dibalik bajunya, berusaha menahan ludah agar tidak tertelan, malu ah.. masa liat belahan gitu aja pake nelen ludah, emang lagi puasa ngeliat minuman dingin pake es sehingga gelasnya berembun.... ademmm banget.. “Lusa“ jawabnya lagi, namun sepertinya ia melihat arah mataku yang tak sengaja mengarah ke tonjolan didadanya, dan secara reflek ia mengangkat tangan kanannya berusaha menutupi dadanya itu. Aku tersenyum, berusaha mengalihkan rasa malu dimukaku karena ketangkap basah, “Moz, Kayaknya Aa gak bisa deh, soalnya besok lusa Aa ada tugas kantor, gimana yah ?” kataku lagi sambil cepat-cepat memasang muka sedih.
“Yah, Aa, Moza kan males kalo harus berangkat sendiri ke Bandara, jauh tauk, perjalanan aja bisa 3-4 jam, bolak-balik bisa 7-8 jam, belom nunggu disananya, gimana doang A ? please ? kalo bukan mama yang nyuruh sih, moza juga gak mau !” katanya lagi sambil memasang muka yang lebih memelas, makin cantik aja. “Kalau Aa gak bisa, ya udah, nanti Moza bilang ma Mama, kalo Aa gak bisa jemput” sahutnya lagi. “Lagian mendingan juga moza pergi aja ma temen2, liburan”. Mendengar bahwa ia akan bilang ihwal penolakanku kepada mama nya, cepat-cepat aku menjawabnya lagi, “Hmm.. ya udah deh Moz, Aa usahain ikut, nanti Aa bilang ma kantor buat ambil libur”, “Nah gitu dong A..” kulihat senyum tersungging dibibirnya, kemudian ia mengangkat pantatnya, menuju ruang dalam. Kuperhatikan sosok tubuhnya berjalan meninggalkanku, duh.. makin cakep aja nih anak…jadi napsu…
Entahlah, inilah kelemahanku, bila ada cewek cantik memelas dihadapanku, sudah pasti aku tak dapat menolak keinginannya. Tersenyum aku memikirkannya, asyik juga kali ya jalan ma ce model moza ini, lumayan buat naek-naekin rating, selain bikin cowok-cowok yang laen pada ngiri, kali aja ada cewek cakep yang berusaha ngerebut gw dari tangan Moza, nyangka gw cowok tajir, banyak duit, buat dapetin cewek mana aja bisa, hehehe…
Sore hari satu hari menjelang keberangkatan, entah mengapa, biasanya aku selalu melambatkan diri untuk pulang, tapi hari ini sepertinya aku malas untuk berlama-lama dikantor, mengingat bahwa besok aku akan pergi dengan Moza untuk menjemput Tantenya, jam 7 sore, aku telah tiba di rumah, kulihat di garasi hanya ada 2 mobil, mobil Moza dan mobil Tante Mala, yang tidak ada hanya mobil Mita, aku hanya dapat menduga-duga, tumben Moza ada dirumah, sepertinya ia tidak keluar rumah hari ini, mungkin sedang menikmati liburannya di rumah aja, sedangkan Tante Mala, seperti yang sudah kuduga akhir-akhir ini sepertinya beliau sedang malas untuk beraktifitas diluar.
Aku melewati pintu ruang tamu yang sepertinya tidak dikunci, menuju ruang tengah, langsung mengarah ke tangga yang menuju ke ruang atas, setengah berlari aku menapaki anak tangga, berusaha tidak bersuara, kulirik kamar Tante Mala, entah apa yang ada di dalam hatiku, antara berharap dan tidak, berharap bahwa tante Mala sedang tiduran di ranjangnya dengan posenya yang seperti biasa, yang membuat hasrat birahiku timbul, dan juga mengharapkan ia diluar kontrol lagi, mengajakku untuk bersetubuh dengannya, huh tegang rasanya perutku mengingat hal itu, padahal ada keinginan didiriku yang semakin kuat dan menagih, apakah hal ini yang disebut dengan kecanduan seks ? entahlah. Kulirik kamar itu, yang biasanya selalu terbuka, namun kali ini kamar itu tertutup rapat, sekaligus memupus semua keinginan dan harapanku.
Aku memasuki kamarku, menghempaskan badanku ke ranjang, membiarkan kamarku tetap gelap, malas rasanya untuk mendekati saklar lampu, melepas kepenatan setelah seharian disibukkan oleh aktifitas kantor, berusaha memejamkan mataku, entah, mungkin karena memang tidak terbiasa untuk tidur disore seperti ini atau aku memang lagi banyak pikiran, sehingga mataku sepertinya sulit untuk terpejam.
Kudengar sayup-sayup suara kecipak air terdengar dari luar kamar, aku menduga-duga, siapa gerangan yang sedang melakukan aktifitas dikolam renang, ah mungkin moza atau tante mala sedang berenang pikirku, berusaha untuk tidak peduli, namun pikiranku seakan mengajak untuk berbuat sesuatu, yang akhirnya membuat aku berdiri, mendekati jendela yang masih terkuak gordennya, melihat kearah kolam renang, untuk mengetahui aktifitas yang terjadi disana.
“Busyet Dah !” hanya itu kata-kata yang terucap dari mulutku, terpana aku melihat kearah kolam renang disana, gugup, reflek aku memundurkan tubuhku, seakan berusaha untuk tidak terlihat. sepintas tadi disana, kulihat tante Mala dan Moza sedang berenang, dan tadi sepertinya mereka tidak mengenakan baju renang, rasa penasaran semakin menghinggapiku, ada rasa takut dan tidak enak apabila mereka memergokiku mengintip mereka sedang berbugil ria, namun rasa penasaran dan pikiran kotor meracuniku.
Berpikir sejenak, memandang sekeliling kamar, entah pikiran darimana, seolah ada yang menenangkanku, mana mungkin terlihat dari luar, kamarku dilantai atas, dan dalam keadaan gelap, disisi lain kaca jendela rayban dikamar ini pastilah menghalangi pandangan dari luar dimana jelas diluar lebih terang daripada di dalam kamar.
Nekad, bercampur deg-degan, memberanikan diri lagi menghampiri jendela, berusaha melihat keluar kearah kolam renang. Yap, sepertinya aman, kulihat mereka disana sedang asyik berenang atau mungkin lebih tepatnya berendam, dalam kolam tanpa menggunakan baju renang atau apapun untuk menutupi tubuh bagian atasnya, entah bagian bawahnya karena kulihat dari sini jelas bagian dada mereka tidak tertutup. Kuperhatikan dan kulihat tanpa mengedipkan mata barang sejenak, seolah rugi untuk melewatkan setiap moment yang ada. Pemandangan didepanku cukup jelas terlihat walau hanya diterangi oleh lampu taman dipinggir kolam.
Duh menonton mereka dalam keadaan seperti itu jelas membuatku gerah, membuat napsu birahiku bangkit, dan dedeku terbangun serta menegang, menyaksikan 2 tubuh wanita yang polos, putih, montok, dengan payudara yang indah, dengan bentuk pantat yang sangat bahenol dan mungkin baru kali ini aku melihat Moza dalam keadaan bugil seperti itu. Celaka, jelas ini malah membuatku horny, dan duh membuatku ingin segera melepaskan sesuatu. Sehinga tanpa kesadari, tanganku memegang dede-ku dan meremasnya perlahan-lahan, membayangkan kedua tubuh bagus dan indah itu berebut untuk aku setubuhi di kolam.
Cukup lama aku memperhatikan dan mengawasi mereka, hingga kulihat Moza mulai menaiki tangga sisi kolam, kuperhatikan tubuhnya, duh ternyata dia masih menggunakan celana dalamnya, entah dengan Tante Mala, apakah dia juga mengenakan celana dalam, atau dalam keadaan polos tanpa busana seperti biasanya bila berada dalam kamar. Tiba-tiba aku menyadari, bagaimana bila Moza atau Tante Mala mengetahui bila aku telah pulang ?, dan mungkin mereka menyadari bahwa aku mengintip mereka dari dalam kamar ? duh bisa-bisa aku malu atau mereka malu dan mungkin lebih parah lagi mereka marah padaku ?
Menyadari hal itu, aku berusaha berpikir cepat, seolah tak ingin mereka mengetahui, apa yang aku lakukan. Menyurutkan langkahku, bergerak kearah pintu, menutupnya perlahan, kemudian aku berjalan cepat, setengah berlari menuruni tangga, menyelinap, melewati pintu depan melangkah keluar pagar rumah.
Sialan, mana nanggung lagi, padahal sebentar lagi “keluar” nih, gerutuku dalam hati, namun aku tersenyum membayangkan semua itu, sambil berjalan menuju penghujung jalan raya disana, ke tempat warung rokok. Aman, mungkin mereka tidak menyadari kehadiranku, yang menyaksikan tingkah polah mereka, sehingga menghindari rasa malu mereka apabila kepergok olehku berenang dalam keadaan bugil, untung tak satupun orang dirumah itu menyadari kepulanganku.
Di warung rokok, seperti biasa aku membeli rokok dan mengobrol sekedarnya dengan Pak Mumu, cuma mungkin beliau kali ini agak heran, karena aku cukup lama nongkrong dan mengobrol dengannya namun beliau tak berani menanyakannya kepadaku. He …!
Mungkin sekitar setengah sampai satu jam aku melancarkan aksiku menunggu di warung rokok tersebut, setelah merasa aman dan terkendali barulah aku berniat kembali kerumah, untunglah saat ini aku masih mengenakan kemeja kantor, namun kakiku hanya beralaskan sandal jepit yang tadi asal aku sambar, ya gampanglah, gak bakal keliatan, kalopun menggunakan sepatu toh biasanya dilepas di garasi, atau di pintu samping.
Aku memasuki ruang pagar halaman dengan rasa dag dig duh juga, melangkah pelan memasuki pintu depan ruang tamu, tidak dikunci memasuki ruang tengah, kulihat tante mala duduk di sofa sedang menyaksikan acara televisi, mencoba aku tersenyum, mengenakan daster yang cukup menggiurkan (kalo sebutan sekarang lingerie kali ye ?), seperti biasa tampaknya, tanpa mengenakan bra. Beliau menegurku sekedar berbasa-basi dan aku menjawabnya, kemudian pamit kepada beliau untuk berganti pakaian.
Selesai berganti pakaian entah mungkin karena tertarik dengan pemandangan tadi yang disuguhkan oleh Tante mala, yang nampak segar dan menggairahkan, atau mungkin karena dorongan birahiku yang sempat menggelagak dan belum tersalurkan sejak melihat tontonan tadi, bergegas aku mengganti pakaian, males mandi, apalagi dimusim hujan yang lumayan membuat udara dingin. Buru-buru lagi ah… takut tontonan keburu abiss.. !
Kelewati kamar Moza, namun tertutup rapat, duh agak menyesal aku memandang pintu yang tertutup rapat itu, seandainya masih terbuka lebar, mungkin aku bisa menyapanya, sekedar berbasa-basi menanyakan keberangkatan besok dan mungkin kalo beruntung, moza mempersilahkan aku masuk, menyuruhku untuk memijitnya karena capek, masuk angin akibat terlalu lama telanjang diudara terbuka.. hehehe… ngarep.
Menuruni tangga, kulihat Tante Mala masih asyik di depan teve, entah mengapa bukankah di kamarnya ada televisi, ah mungkin beliau memang sedang ingin berada diluar. Aku tersenyum kembali menatapnya, menegurnya dengan menanyakan apa yang ditontonnya, beliau menyambutnya antusias, menceritakan sinopsis sinetron yang sedang ditekuninya, gak penting buatku, kemudian beliau menyuruhku untuk makan malam, aku menjawabnya bahwa saat ini aku belum lapar, mungkin nanti.
Aku duduk disofa yang berhadapan dengannya berusaha membuka percakapan, membuat suasana menjadi cair, bercerita apa saja, mulai dari kabar pekerjaanku, pekerjaannya dan kabar Om Mirza, serta keadaaan anak-anaknya, namun pembicaraan kami tidak sama sekali menyinggung mengenai hal yang terjadi beberapa minggu lalu itu, semuanya seolah terlupakan dan mengganggap bahwa hal tersebut tidak terjadi sama sekali.
Kami mengobrol cukup lama, ngalor ngidul, aku yang semula takut-takut untuk menemuinya kini mulai cair kembali dengannya, layaknya hubungan orang tua dan anak, kadang aku mencandainya, bermanja dengannya. Hingga waktu telah menunjukkan pukul 10 lewat, kulihat Tante Mala mulai mengantuk, aku tersenyum padanya ketika kulihat beliau nampak memerah matanya, aku menanyakan kesehatannya, dan seperti ada setan yang menuntunku, saat sepertinya kulihat beliau rada kurang sehat, kutawarkan kesembuhan alternatif…. Pijitanku !. Iya tersenyum menyetujuinya, namun ia menyuruhku untuk makan malam dahulu, kemudian memintaku menyusulnya ke kamarnya. Aku tersenyum mengiyakan !. eng.. ing.. eng…
Setelah kulihat ia berjalan ke atas, kulihat langkah kakinya dan tubuhnya yang jelas membuat jantungku berdegup dan membuat perutku kencang, aku mengalihkan pandanganku cepat, takut mupengku terlihat, berusaha bangkit juga menuju ruang makan, mengambil piring dan menyendok menu yang telah tersedia, jelaslah aku musti prepare, guna menghadapi segala kemungkinan yang terjadi, hihihihi.. jelaslah.. kalo mengenai masakan bi iyem, jelas tiada bandingannya.. lah wong mewah, enak dan gratis lagi…. !
Aku cepat-cepat makan, sepertinya tak sabar menghabiskan sisa makanan, tidak meresapi apa yang aku makan, mengunyah sambil memperhatikan acara televisi, pikiran seakan tidak terfokus, selalu terbayang tubuh Tante Mala yang sesaat lagi minta aku gerepe !.
Tiba-tiba kudengar deru mesin kendaraan memasuki rumah, tak lama kudengar mesin mobil digas kencang dalam posisi netral, kemudian mesin dimatikan dan tak lama kudengar pintu mobil dibanting agak keras, huh si Mita nih pulang, sapa lagi yang punya ciri khas seperti itu, wah, bisa kacau nih acara, kalo ada Mita ma Maya, bisa gagal nih !, dan benar tak lama kemudian kulihat 2 sosok gadis cantik memasuki ruangan, Maya Memasuki ruangan disusul dengan Mita yang nampak kelihatan lelah dan pucat, membanting tasnya ke sofa, kemudian membanting tubuhnya disebelahnya, menggerutu tak jelas. Maya dengan cerianya menghampiriku, lebih tepatnya menghampiri meja makan, memperhatikan isi meja, mencomot makanan dan mengunyahnya. Aku hanya tersenyum melihat kelakuannya, kemudian kutanyakan kepadanya, ada apa dengan Mita, apa lagi ada masalah sama cowoknya ?, Maya malah terkekeh dengan pertanyaanku, kemudian ia menjelaskan kepadaku bahwa Mita kakinya terkilir, dan tadi memaksakan menyetir mobil pulang, karena Maya tidak mau membawa mobil dengan alasan tidak punya SIM dan belum mahir.
Bergegas aku menyudahi makan, menghampiri Mita yang nampak meringis, kemudian aku menanyakan keadaannya, dan seperti yang sudah diduga, ia akan menampakkan wajah manjanya, memelas kepadaku untuk membantunya menghilangkan penderitaaannya.
“A…sakit nih.. tadi maen basket di kampus, jatuh.. kayaknya keseleo nih A.. tuh bengkak… pijitin dong a.. please !” katanya dengan mimik yang lebih memelas lagi. Aku tersenyum namun segera kuubah mimik mukaku menjadi sedikit cemas, ura-pura turut prihatin melihat kondisinya.
Aku meminta Maya untuk mengambilkan minyak gosok hangat, dan aku meminta Mita untuk merebahkan badannya, dikarpet bawah yang tebal, jelaslah biar lega, pan kalo lega enak mo ngapa2in juga !. Sambil menunggu Maya mengambil obat, aku pura-pura sibuk untuk mencari sesuatu di belakang, di dapur, obat atau apa, padahal obat apaan ? emang dokter ?.. lah aku haus.. abis makan belum minum, seret nih !
Selesai minum, kuhampiri Mita kembali, kulihat matanya terpejam, seperti menahan sakit. Kuperhatikan tubuhnya, duh tubuh muda yang bahenol ini, belum genap 20 tahun, namun bodynya sangat memikat, keturunan nyokapnya, putih, toket gede, badan ramping, mulus, paha panjang, sungguh sexy, mengingatkanku pada malam itu, hampir saja aku menyetubuhinya, duh seandainya aku tak mampu menahan napsu, tentu wanita ini sudah hilang keperawanannya olehku. Tak lama kemudian, Maya menghampiriku, menyerahkan obat yang aku minta, “Nih A, urut aja yang kenceng biar kapok” katanya sambil cengengesan, kemudian berbalik lagi keatas dengan centilnya, seolah tak perduli dengan keadaan kakaknya.
Kini di depanku tergolek wanita muda yang manis, cantik, dengan tubuh yang menggairahkan, belum lagi ditambah kebiasaannya yang suka menggunakan rok mini, jelas menambah kekaguman dan pikiran kotor bagi yang melihatnya, dengan payudara yang cukup besar, membuat setiap laki-laki ingin menjamahnya. Hmm malah jangan2 sering dijamah, jadi memuai, matang sebelum waktunya, kuakui bahwa Mita merupakan anak Tante Mala yang cukup berani dengan urusan cowok, semenjak SMP dia sudah berani pacaran, dan kudengar malah pacarnya dulu adalah seorang mahasiswa tingkat pertama dan jelas perbedaan umurnya cukup jauh, dan mungkin lebih berpengalaman darinya sehingga Mita bukan tidak mungkin berpacaran lebih berani dibandingkan saudara-saudaranya.
Kugeser tubuh Mita untuk berposisi terlentang dari yang semula miring, aku memegang ujung kakinya, merabanya, melihat daerah mana yang sakit. Kuperhatikan kakinya, nampaknya ada sedikit yang kebiru2an, tidak parah, mungkin terbentur sesuatu, Mita nampak meringis pelan ketika kuraba daerah itu, aku membalurkan minyak gosok kedaerah yang sakit tersebut, tersenyum aku ketika melihat kedalam rongga roknya, Celana dalam berwarna putih itu seperti menantangku, menggodaku untuk menjamahnya, duh, sepertinya setan-setan mulai mengomporiku, memanas-manasi aku untuk bereaksi lebih jauh.
Aku mulai melakukan pijitan-pijitan terhadap Mita, kumulai dari jari-jari kaki, hingga terus keatas, entah selama melakukan pijitan-pijitan ini, pikiranku mulai kacau, otakku mulai dialiri darah kotor, mengalir cc demi cc, aku yang semula memijit perlahan didaerah yang dirasa sakit, kini mulai menjalr kemana mana, dan kulihat tak ada nota protes yang dilayangkan oleh Mita, entahlah.
Aku yang semula hanya memijit bagian betisnya, kini mulai merambah keatas, ke bagian pahanya, yang semula memijit atau mengurutnya dengan tenaga kini hanya berupa usapan-usapan halus saja, mungkin kini lebih tepatnya dikatakan gerayang, mulai mendorong rok mininya hingga makin keatas, berusaha menyentuh bagian kewanitaannya dengan sentuhan cepat, namun tidak ada reaksi dari Mita, kulihat dia hanya terpejam dan terpejam seakan tiodak menyadari apa yang kulakukan. Pikiran jernihku mulai bekerja lagi, saat ini kami berada diruang tamu, dengan posisi dibawah karpet, namun tetap saja bahwa disini merupakan ruang keluarga terbuka, suatu saat kapanpun mungkin ada orang yang akan datang, entah itu Tante Mala, Mita, Moza ataupun Bi Iyem, sewaktu-waktu dapat memergoki kami. Mana Dedeku udah mulai tegang lagi nih, bisa bahaya !.
“Mit, udah mit, gimana udah enakan belom ?” sambil menghentikan pijitanku, kulihat Mita membuka matanya, berusaha bangkit, memeriksa kakinya. “Mendingan A, udah gak terlalu berasa sakitnya !” katanya. Aku tersenyum, “Ya udah, kmu istirahatin aja, tidur gih sana, biar kamu enakan “ kataku lagi. Mita bangkit dan berdiri, tiba-tiba ia berkata padaku “Duh A, kok pinggang Mita sakit yah ? sakit banget nih !” katanya sambil meringis. Aku mengikutinya bangkit dan berusaha melihat dan memeriksa bagian yang ditunjuknya, “Iyalah Mit, mungkin efek dari memar kamu, otot bagian pinggang kamu jadi tegang, mang mo aa pijitin lagi ?” kataku lagi. “Iya A, tolongin dong ! sakit banget nih “ katanya lagi sambil memelas.
“Ya udah, kamu aa pijitin di kamar aja yah ? biar leluasa, jadi kalo kamu ngantuk, kamu bisa langsung tidur “ entah darimana kata-kata itu meluncur dari mulutku, Mita menurutiku, dan berusaha melangkah segara aku membimbingnya, memapahnya untuk menaiki tangga menuju kamarnya. Ketika melewati kamar Tante mala, aku teringat akan pesannya untuk memijitnya, kulihat kedalam kamarnya yang sedikit terbuka, seperti biasa terlihat ia telah tertidur lelap, dengan posisi telentang, sungguh pemandangan yang menggairahkan, kupikir mungkin ditunda saja dulu pelayanan untuk Tante mala, jah pelayanan ? emang room service !.
Ketika tiba di depan kamar Mita, kulihat Maya juga telah lelap, memang kamar ini semenjak aku datang dan menjadi penghuni kamar ini, membuat Mita dan Maya menggunakan kamar yang sama. Entah ide darimana timbul, keluar dari mulutku begitu saja, “Mit, di kamar Aa aja yuk ?, disini tempat tidurnya kecil, biar leluasa mijitnya !” kataku kepadanya. Mita memandangku sesaat, seperti ada senyum diwajahnya, entah apa yang ada dipikirannya, “Beneran ya A ? jangan bohong, ntar gak dipijitin lagi !” katanya, Aku tersenyum melihatnya, iya suer, pokoknya dipijitin deh !” sahutku menimpalinya, “Kalo gitu Mita ganti baju dulu ya A, A tungguin di kamar, awas kalo tidur !” katanya dengan memasang mimik mengancam, aku terkekeh dan berjalan meninggalkannya menuju kamarku, menunggunya.
sengaja pintu kubiarkan terbuka, menunggu merupakan pekerjaan yang membosankan apalagi menunggu mangsa memakan umpan, semenit serasa seabad. Dengan napsu birahi yang menerpa sejak tontonan renang tadi Memikirkan sejenak apa yang harus aku lakukan untuk menuntaskan naspu birahiku ini, memikirkan taktik cara jitu untuk memenuhi gejolak birahi yang timbul dan jelas agar tidak menimbulkan efek samping dikemudian hari.
Ah jangan-jangan si Mita males nih, langsung tidur, ya udah berarti Mita gak dapet aku ke kamar Tante Mala, pikirku lagi setelah kira-kira beberapa menit menunggu. Namun kekhawatirkanku ternyata tidak terbukti, beberapa menit kemudian sesosok tubuh muncul dipintu kamarku Mita, aku segera bangun untuk menghampirinya. Mita tanpa basa-basi memasuki kamarku dan melewatiku dan melangkah mendekati tempat tidur.
“duh ah.. nyeri banget pinggang Mita, tolongin ya A.. “ begitu terdengar kata-kata Mita yang keluar dari mulutnya seperti bergumam, nyaris tak terdengar, namun di kenheningan malam itu rasanya cukup jelas ditelingaku. Ak hanya memandangnya, melihatnya menaiki tempat tidurku yang cukup rendah, ya ampun tuh anak, bukannya merangkak kek, lah ini malah berdiri di atas tempat tidur !, rubuh baru tau rasa .. hehehe..
“Kaya nenek-nenek aja kamu, sakit pinggang”, aku mengikik tertawa meledeknya, kuperhatikan dia, dengan baju dasternya, menunduk, mengangkat bawahan dasternya sehingga pantatnya menyembul keluar, amboi, mantab bener nih pantat, komentarku dalam hati, jelas ini membuat darahku semakin panas, (eh ntu buat orang berantem yak ? kalo orang horny, darahnya gimana) ? pokoknya bikin napsu gw naek dah, berasa sampe ke perut.
Aku membiarkannya, kulihat ia menurunkan tubuhnya, merangkak, dan kemudian tidur tengkurap, duh, aku membayangkannya seolah-olah ia memintaku untuk menyetubuhinya dalam posisi doggy, nikmat banget kali ya ? seandainya….
Aku menutup pintu dibelakangku, berjalan menghempirinya, duduk dibawah kakinya, meraba kakinya, mulai memijitnya perlahan, “Dari bawah dulu ya Mit, nanti baru ke pinggang, biar bawahnya kendor dulu” seolah memberitahukan kepadanya tanpa meminta jawaban darinya.
Aku mulai memijitnya perlahan kakinya yang terasa sakit, sampai beberapa lama, kemudian pindah ke kaki kanannya, hingga dengkul, beberapa saat. Hingga pikiranku mulai merambah kotor, kutelusuri tanganku hingga ke pahanya. Pijitanku rasanya bukan berupa pijitan lagi tapi merupakan rabaan. Sampai saat ini tak ada penolakan dari Mita, malah kurasa ia menikmatinya, kulihat matanya terpejam menikmati pijitanku, entah apa yang ada dibenaknya. Hingga kuingin mencoba untuk mengetestnya.
Kuarahkan pijitan tanganku ke arah belahan pantatnya, perlahan seolah-olah tak sengaja menyentuhnya seperti tadi. Tidak ada keluhan atau gerakan menolaknya, kulihat ia malah membuka celah pantatnya lebih lebar. Nah loe !
Beberapa saat aku terus melakukan ritme pijitan seperti itu, hingga kulihat ia sepertinya sangat menikmatinya, aku menghentikan gerakanku !
“Mit, pegel nih, sekarang pinggangnya deh, aku bergerak kesamping, kesisi sebelah kirinya, mulai memegang pantatnya, menaikkan bawahan daternya hingga ke pinggang, kini di depanku tergolek wanita cantik yang baru saja tumbuh dewasa, bukan anak baru gede lagi, namun wanita muda yang cantik, bertubuh indah, montok dan mungkin pengalaman seksnya lebh dari aku walaupun umurnya dibawahku, seandainya waktu itu aku tidak dapat mengendalikan diri, entahlah, apa yang terjadi.
Pikiranku jelas tidak berada pada pijitan2ku, tapi lebih tepat mencari akal agar napsu yang sudah berada diubun-ubunku terpenuhi, namun untuk bergerak memaksanya melakukan hubungan seksual denganku jelaslah tidak mungkin, jelas berbahaya.
“A, denger-denger besok mo jemput tante Marissa ya ma Kak Moza ?” tiba-tiba kudengar ia membuka percakapan dan jelas mengagetkanku, yang semula kukira tidur ternyata masih dalam keadaan sadar. Dengan agak gugup aku menjawabnya, “Iya, Mamah nyuruh Aa ma Moza buat jemput ke Bandara, emang kenapa ?“, “Duh kalo Mita gak ada kuliah pengen deh ikut jemput, ada kuliah sih, mana tiba-tiba badan begini lagi”, katanya lagi.
“Iya ya, coba Mita ikut, kan lebih seru dijalan, asyik, bisa mampir-mampir kemana-mana dulu !” kataku lagi, “Iya ih, daripada nunggu dirumah gak ada kegiatan, kan mendingan jalan !” katanya lagi, “Tapi kan kamu bisa ngajak cowok kamu jalan, lusa kan malem minggu Mit, nanti kalo kamu ikut, terus nginep-ngeinep dimana dulu, cowok kamu marah” kataku menggodanya, “Ih, apaan sih aa, Mita sekarang lagi kosong nih, lagi gak punya gebetan “, “Masa sih Mit “ lah bukannnya ka mu sering keluar jalan malem minggu, lah emang cowok kamu yang dulu mana ?” Kataku lagi berusaha memancingnya. “Tauk, udah kelaut !” katanya menjawab dengan cepat, seolah tak ingin aku untuk mengungkit-ungkitnya.
“Masa sih ?, kamu putus ma dia ? dih rugi banget tuh cowok ninggalin cewek bahenol model gini !” aku terkekeh sambil iseng tanganku menepuk pantatnya agak keras, lumayanlah, itung-itung sambil menyelam minum the botol, “yee.. Aa iseng ah !”, “he.. lagian punya pantat bikin napsu, sering ya diremes-remes ma cowoknya !” kataku sambil memijitnya dan menggodanya lagi. “Yeee… ya iya lah….kayak Aa gak pernah aja !” sahutnya mesem, balik menggodaku. Duh jadi makin konak aja nih.
“emang gak pernah”, kataku lagi, namun aku jadi teringat dimalam itu dimana saat itu Mita dan Temannya Ira, pulang dalam keadaan mabuk, saat itu mungkin kesempatan aku satu2nya dan mungkin hanya sekali-kalinya untuk menikmati tubuhnya, namun kesempatan itu tidak kuambil, aku hanya berani untuk menyutubuhi temannya, toh kalo temannya si ira itu jelas kulihat memang kecentilan dan sepertinya adalah cewek gampangan, entahlah dengan sepupuku ini, mudah2an ia bisa menjaga dirinya. “Aa,… cewek aa mana sih ? kok gak pernah dikenalin ma kita2 disini, ajak kenapa a sekali-sekali kesini”, katanya lagi. “cewek yang mana Mit, yang mau ma Aa, orang aa jelek gini, semua cewek juga kalo ngeliat aa pada berebut, Berebut ngindar !”, mendengar jawabanku Mita tertawa renyah duh makin cantik aja nih cewek, “si aa bisa aja, masa sih a ? gak ada yang mau ma aa, aa nya aja kali yang milih-milih nyari cewek” katanya lagi.
Aku tersenyum mendengar komentarnya, milih sih iya lah, masa gak milih-milih, emang kita nyari cewek kaya nyari laler di sampahan, modal plastik bekas es mambo bisa dapet banyak. Bisa-bisa kita putus mulu sehari bisa putus 4-5 kali. Lah iya lah gimana gak mo putus, tiap ketemu cewek di bus, naksir, kita ajak kenalan, dianya ogah, putus, ketemu lagi di angkot, kita colek ngajak ngobrol dianya melengos, putus !. loh kok itu diitung putus ? bukannya belom nyambung ??? …..udah ah. Ntar mupengloe ilang lagih ! becanda mulu !
“Sama dong kita nih mit, senasib “ cuman bedanya kalo kamu gampang dapet lagi, kalo Aa gampang digampar cewek lagi !” aku ngakak, diikuti dengan mita yang tertawa renyah. “Udah Ah Mit, pegel nih, mijitin kamu melulu, kamu yang keenakan aa yang pusing nih, liat pantat bahenol gini !” aku tersenyum dan berusaha duduk untuk merebahkan diri disampingnya. “Ih si Aa mah kalo kerja nanggung gini !, tanggung dong a, sekalian nih punggungnya !, biar tuntas, katanya lagi sambil bangkit, aku hanya tersenyum, tidur telentang disampingnya. Sambil memegang dan mengelus-ngelus punggungnya aku melanjutkan menjawabnya “gak ah, istirahat dulu, kesian nih si Dede, tuh bangun gara2 megangin body kamu terus, kesian ah..gak ada penyaluran “. Kataku lagi becanda, entah darimana kata-kata out meluncur begitu saja dari mulutku, sebetulnya aku juga kaget mendengar kata-kataku sendiri.
“Idih si aa, dasar...” hanya itu yang keluar dari mulutnya. Kemudian tanpa kusadari ia bangun dari posisi tidurnya, beranjak turun, duh sepertinya ia hendak meninggalkan ruanganku, namun apa yang terjadi kemudian ternyata diluar dugaanku.
Ia berdiri disamping tempat tidurku, menatapku sebentar, lalu kemudian ia melakukan gerakan yang sungguh tidak aku duga sama sekali, kulihat ia membuka dasternya perlahan mengangkatnya dan membukanya. Ya ampun, mo ngapain si Mita ?, kini dia hanya mengenakan bra dan celana dalamnya saja, dan tak lama kemudian ia membuka branya dengan cara menarik tali bar yang ada dipundaknya turun kesamping, menjaga seolah payudaranya yang montok itu tidak meluncur kebawah dengan kedua tanagannya, agar tak memperlihatkan susunya yang montok itu, mempertontonkannya dihadapanku !
Kulihat matanya seperti redup, apakah mungkin pijitan-pijitanku tadi talah membangkitkan birahinya ? apakah mungkin kini ia juga terangsang seperti diriku ? entahlah, dan kekagetanku tidak sampai disitu saja, kini kulihat ia mulai membuka celana dalamnya !. memelorotkannya dihadapanku, memperlihatakan bulu-bulu hitam lebat diantara selangkangannya, dan kini dihadapanku telah berdiri sesosok wanita cantik nan mempesona dengan keadaan bugil. Bermimpikah aku ?
Mita mengambil posisi disamping ranjang sebelah kiriku, duduk kemudian berkata lirih, “A.. mita jadi kepengen juga nih, tapi jangan dimasukin ya ? yang penting kita ada penyaluran “, entah aku harus berkata apa, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku, aku hanya mengangguk. Dan sepertinya ia tak menunggu jawabanku, segera ia menarik celana pendekku, sekaligus dengan celana dalamku, keluar melewati kakiku. Karena kulihat ia polos tanpa sehelai benangpun, aku segera membuka bajuku, masih shock dan kebingungan aku dengan apa yang terjadi ini.
Mita duduk disampingku, dan seolah ada yang membimbingku, tanganku tanpa disuruh segera memegang payudaranya, merabanya dan kemudian meremas-remasnya, meremas perlahan dan kemudian meremasnya kencang, seakan ingin membuatnya pecah, terdengar rintihan-rintihan dari Mita, kemudian tanpa diduga, ia menarik kepalaku, mendekatkannya ke dadanya, seakan meintaku untuk menghisapnya, aku menjulurkan mulutku ke dadanya, memainkan lidahku di putingnya, dan menghisapnya perlahan, dan kulihat ia menjadi blingsatan. Hingga beberapa saat kemudian, badannya bergerak.
Dari posisinya yang semula duduk disampingku, kini ia beringsut berbaring telentang, aku yang duduk menatapnya tanpa berkedip, sementara kulihat ia bersandar ke kepala tempat tidur, melebarkan kedua kakinya, menungguku untuk melakukan aksi selanjutnya
Aku tak ingin menunggu lama, kuhampiri Mita, kudekati selangkangannya, dan sepertinya kami sama-sama mengerti, aku memainkan jari-jariku disana untuk beberapa saat, meraba, mengelus-elusnya, dan tak berapa lama kemudian aku menyelusupkan wajahku diantara kedua selangkangannya, mungkin ini kali pertama aku melakukannya, kujulurkan lidahku diantara belahannya, Mita membukanya lebar-lebar, kujilati perlahan permukaan vaginanya, dan sepertinya ia semakin kehilangan kendali, menikmati sensasi yang kuberikan, labium mayoranya mulai basah, aku terus menjilatinya, seakan ingin memberikan kenikmatan yang ingin diraihnya. Hingga beberapa saat, sepertinya ia mulai mengalami orgasmenya yang pertama, kulihat ia menghentak-hentakkan badannya. Dan lenguhan lirih terdengar dari mulutnya, seakan melepaskan penat yang selama ini menghinggapinya.
Terdiam ia sesaat, kemudian menatapku sambil tersenyum dan berkata lirih “Gantian A !” ia mendorongku perlahan, hingga membuatku tersurut kebelakang, namun karena posisi kakiku berapa dibelakang, hingga membuat dengkulku terlipat, pantatku berada diatas telapak kakiku, kemudian mita menghampiriku.
Melihat mita menghampiriku, reaksi spontanku adalah mencoba untuk duduk untuk menyambutnya, namun mita segera meraih dedeku, memegangnya dengan tangan kanannya, mengocoknya perlahan, duh baru kali ini rasanya, penisku dipegang oleh tangan halus, membuat dedeku menjadi semakin keras dan menegang. Dan tak lama kemudian tanpa aku minta dan sepertinya dia sudah mahir dalam melakukan ini, ia mulai menjilati kepala penisku, entah bagaimana rasanya, sulit dijabarkan, yang jelas rasanya terasa sampai ubun-ubun kepalaku.
kemudian ia merebahkan badannya, melepaskan pegangannya dipenisku, namun dalam posisiku yang setengah berdiri ini ia terus menjilati penisku, dan bisa-bisanya dia tanpa melepaskan penisku dari permainan bibir dan lidahnya, yang jelas hak ini membuatku berdesah tak karuan.
Untuk beberapa lama hal tersebut dilakukan oleh mita, dan nampaknya ia sendiri sudah mulai terangsang lagi, aku mencoba untuk mengambil inisiatip lain.
“Kamu rebahan lagi Mit, Aa tempelin ke bawah kamu, pokoknya gak aa masukin deh “ kataku setengah berbisik kepadanya.
Aku beringsut menuju bawah badannya lagi, menuju area selangkangannya, dan menempelkan penisku dibelahannya itu, tepat dipermukaan vaginanya, menyentuh-nyentuhnya pelan, seakan-akan memberitahukan penisku bahwa disinilah seharusnya kamu berada, kemudian, aku menggosok-gosokkannya diseluruh permukaannya.
Yang jelas, saat ini kami sama-sama mengalami sensasi kenikmatan, entah untuk berapa lama kami melakukan itu, detik demi detik berlalu, menit demi menit tak terlewatkan tanpa kami merasakan sensasi ini.
Hingga mungkin karena ini dilakukan dengan perasaan was-was dan khawatir, tak berapa lama kemudian serasa ada sesuatu yang ingin melesak keluar dari lubang penisku, aku segera mengangkatnya cepat, dan tanpa di duga, Mita bangkit, meraih penisku dan memegangnya dengan tangan kanannya, menggosok-gosokkannya cepat, seakan-akan memberikan bantuan, dorongan, melesat, memuntahkan cairan panas, kental, putih ke dadanya dan kebagian perutnya, lepas.
Terduduk aku dalam lemas, memberikan senyuman yang terbaik kepada mita, mungkin sebagai rasa terima kasihku karena telah dibantu memberikan penyaluran, disisi lain mita, nampak tersenyum puas, mungkin tadi terjadi orgasmenya yang kedua bersamaan dengan keluarnya spermaku. Kulihat ia terbaring lemas, nampak cairan sperma menempel di dada dan perutnya.
Dan beberapa saat kemudian, ia mengambil kertas tisu dan membersihkan cairan-cairan yang menempel ditubuhnya.
Tak berapa lama kemudian, ia bangkit, berdiri disamping ranjang, meraih baju dasternya, dan bra dan Celana dalamnya yang tergolek disana, dan kemudian mengenakan semuanya dengan cepat, kuamati semua gerakannya.
Kemudian ia berbalik menghadapku, “A.. rahasia yah, jangan bilang kesiapa-siapa, awas !” katanya sambil tersenyum, aku hanya mengangguk dan membalas senyumannya. Kemudian ia berjalan ke arah pintu, membukanya perlahan dan menghilang dibalik pintu sana.
Jelaslah sapa yang mo bilang-bilang, sama aja nyari celaka !. hanya itu yang terlintas dipikiranku, dan entahlah, aku tak tahu lagi apa yang akan terjadi besok !
No comments:
Post a Comment