Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Friday, January 8, 2010

Roti Bakar

Minggu kemarin aku ditugaskan oleh kantorku ke kantor
cabang di Bandung. Memang aku sudah ada rumah yang sudah
disiapkan oleh kantor pusat, jadi tidak perlu lagi untuk
menginap di hotel, yang tentu akan lebih besar
pengeluarannya.

Sudah tujuh hari ini aku selalu makan malam keluar
rumah, karena rumah tempat tinggalku hanya ada pembantu
pria yang hanya membersihkan rumah serta mencuci pakaian
dan pulang pada sore hari setelah aku pulang dari kantor
cabang di Bandung.



Memang sudah dua hari ini aku bila tidak ingin makan
malam yang harus naik angkot, aku suka makan roti bakar
dan bubur kacang ijo yang berada di depan kantor
cabangku. Itupun tidak boleh lebih dari jam sembilan
malam, karena lebih dari jam tersebut warung tersebut
sudah tutup.

Aku kaget juga saat makan diwarung tersebut
yang biasa melayani Pak tua, kok tiba-tiba yang melayani
seorang ibu yang berwajah lumayan manis, dengan tubuh
sintal, umur kira-kira 45 tahun, dan berkulit kuning
langsat seperti ciri-ciri khas orang Jawa Barat.

"Bu, bapak yang biasa melayani disini, kemana bu?"
sapaku.

"Och Mang Didin, sedang sakit Mas." jawabnya.

"Lalu ibu siapa?" tanyaku penasaran.

Dia hanya tersenyum manis saja.

"Wach ini ibu bikin penasaran aja nich" pikirku dalam
hati.

Memang sich dia balik bertanya, aku ini siapa, dan
setelah aku jelaskan, dia memang memperkenalkan diri
bahwa dia ibu Lastri. Dia jelaskan bahwa dia tinggal
persis dibelakang kantorku saat ini, tetapi masuk gang
kecil. Aku duduk sambil makan roti tidak biasanya hingga
sampai warung tersebut tutup.

Cukup jelas bahwa Bu
Lastri hanya tinggal bersama seorang anaknya laki-laki
yang sudah berkeluarga. Lalu dari informasi pembantu di
kantor cabangku, bahwa Bu Lastri tersebut ditinggal
cerai oleh suaminya setahun yang lalu, dan dikatakan
bahwa Bu Lastri sebelum cerai termasuk orang yang
berada, meskipun tidak terlalu kaya sekali. Pastas
pikirku, dari dandanannya, Bu Lastri tidak terlalu
seperti ibu-ibu yang lain, dalam arti tidak memakai
kebaya, melainkan memakai baju terusan hingga
dengkulnya.

"Bapak kapan ngobrol dengan Bu Lastri? tanya pembatuku.

"Tadi malam." jawabku singkat.

"Wach bapak pulang kantor suka malam sich, Bu Lastri
kalau siang atau sore kira-kira jam lima suka ngobrol
disini dengan saya lho." jawab pembantuku lagi.

Och ternyata Bu Lastri suka ambil air ledeng dari
kantorku, untuk air termos diwarungnya. Hm.. Kesempatan
pikirku.



Singkat cerita, aku sengaja pulang agak sore, dan memang
benar Bu Lastri sedang ngobrol dengan si Dadang
pembantuku. Lalu aku ditegurnya sambil berkata.

"Maaf nich Mas, ketahuan dech, sering minta air nich."

"Nach yach.. Ketahuan, kalau begitu harus bayar nich,
dengan roti bakar." candaku.

Tapi tiba-tiba si Dadang mau izin pulang cepat karena
adiknya mau kedokter, kebetulan pikirku he he he.

"Iya dech nanti aku bilang sama Mang Didin menyiapkan
roti bakar untuk Mas"

Lalu aku coba untuk menggodanya "Ech enggak bisa, yang
ambil air khan ibu, yang membuatkan roti bakar juga
harus Bu Lastri dong."

Dia menatapku tajam sambil menggigit bibirnya yang
sangat indah dilihat, aku sudah dapat membaca
pikirannya, bahwa dia sudah mengerti maksudku. Lalu aku
balas tersenyum kepadanya, diapun tersenyum kembali
sambil permisi untuk ke warungnya.

Akhirnya aku paling sering pulang sore-sore hingga suatu
waktu saat si Dadang hendak izin tidak bisa masuk,
akupun izin ke kantor untuk istirahat dirumah, padahal
ada niat untuk mengencani Bu Lastri, karena memang aku
sudah ada sinyal dari pandangan matanya beberapa hari
yang lalu.

Siang hari seperti biasa Bu Lastri datang untuk minta
air, lalu aku pura-pura menjawab meringis sambil
memegang pinggangku. Dan memang benar Bu Lastri datang
menyambut.

"Kenapa Mas pinggangnya"

"Enggak tahu nich, tadi pagi bangun tidur langsung
pinggang saya terasa mau patah."

"Mau ibu pijitin" tantangnya. Wach kebetulan nich
pikirku.

Singkat cerita aku sudah tiduran dibangku panjang
diruang tamuku tanpa baju, lalu Bu Lastri memijit
pinggangku. Setelah lima menit aku bangkit berdiri, lalu
aku tawarkan ide gilaku untuk memijitnya.

"Ach memang Mas bisa mijit, kalau bisa kebetulan nich
betis ibu suka pegal-pegal"

Aku tidak banyak bicara aku suruh Bu Lastri tiduran
untuk memijit betis bagian belakang. Memang seperti
kebiasaan Bu Lastri hanya memakai baju daster bercorak
kembang hingga batas dengkulnya. Lalu aku mengambil body
oil dari kamarku.

Aku urut betis Bu Lastri lalu
pelan-pelan pijitanku aku naikkan hingga pahanya. Dia
ternyata hanya diam saja. Karena sudah ada sinyal
pikirku, aku singkapkan dasternya hingga kedua belah
pantatnya yang sangat menantang terlihat jelas di depan
mataku. Aku pijat pahanya sambil kedua jempolku aku
masukan ke dalam celana dalamnya. Dia hanya mendesah.

"Och.."
Hm.. Kesempatan nich, aku tidak buang-buang waktu lagi,
aku turunkan celana dalam Bu Lastri hingga batas
dengkulnya, lalu aku masukan tangan kananku ke dalam
celah kedua belah pahanya, sambil memasukan jari
tengahku ke dalam lubang kemaluan Bu Lastri.

"Och.. Och.." desah Bu Lastri sambil mengangkat
pantatnya agak ke atas, hingga makin jelas terlihat
kemaluan Bu Lastri yang sudah berwarna coklat tua. Lalu
aku lumurkan body oil persis dilubang anus Bu Lastri,
hingga meleleh hingga ke lubang kemaluannya.

Aku gosok-gosok lubang kemaluan Bu Lastri bagian luarnya,
sedangkan jempolku aku gesek-gesek secara perlahan
dilubang anusnya. Rupanya Bu Lastri tidak kuat lagi
menahan gejolak napsu birahinya. Langsung dia berdiri
sambil menarik celana dalamnya ke atas kembali, dan
mencium bibirku lalu berkata pelan.

"Mas masih siang enggak enak nanti ada yang datang lagi,
nanti sore pasti saya akan ambil air lagi dech" Bu

Lastri seakan mengisyaratkan aku bahwa nanti sore saja
setelah hari agak gelap.
Benar saja masih seperti tadi Bu Lastri berpakaian, dia
datang berpura-pura untuk minta air, kulihat mang Didin
sedang sibuk melayani tamu yang memesan roti bakar
diwarung Bu Lastri. Aku menyuruh Bu Lastri masuk
kembali, tapi sekarang aku ajak dia kekamar tengah
tempat aku nonton TV, aku langsung mendekapnya, dia
menyambut dengan ciuman sambil melumat lidahku.

Lalu aku suruh Bu Lastri membuka dasternya. Hingga dia telanjang
bulat, lalu aku suruh dia nungging diatas bangku, secara
pelan-pelan aku selusuri pahanya dengan lidahku, hingga
sampai ke lubang kemaluannya. Tampak memang Bu Lastri
rajin merawat tubuhnya.

Tanpa buang waktu aku buka celanaku lalu aku masukan
kontolku ke dalam lubang kemaluannya dari belakang, aku
genjot Bu Lastri dari belakang hingga cairan putih
menetes dari lubang kemaluannya. Sedangkan dia hanya
menunduk sambil mendekap senderan bangku tamuku, sambil
memejamkan matanya menahan rasa nikmat.

Aku balikkan tubuh Bu Lastri lalu aku jilat teteknya
yang sudah mulai mengendor, aku buat beberapa sedotan
keras dari bibirku dibagian pinggir teteknya hingga
membekas berwarna merah kehitam-hitaman. Dia hanya
mendesah terus menerus. Aku bisikan perlahan.

"Ibu isep saya punya yach"

Tanpa disuruh lagi Bu Lastri langsung duduk di bangku
sambil mengulum kontolku, dan tampaknya beliau tahu
persis cara mengulum yang benar. Diputar-putarnya
kontolku dengan lidah serta air liurnya, hingga kontolku
makin tegang dan keras. Lalu aku pegang kepalanya dengan
kedua tanganku dan langsung kugoyangkan kontolku keluar
masuk ke dalam mulutnya.



Lalu dijilatnya pinggiran
kontolku hingga bagian paling bawah mendekati lubang
anusku. Wow memang ibu yang satu ini sangat lihai cara
memberikan kenikmatan pada pria.

Lalu aku tarik bangku tamuku, aku sandarkan tubuh Bu
Lastri di sandaran bangku hingga kepalanya menyentuh
tempat duduk, sedangkan pinggangnya terganjal disandaran
bangku, lalu aku renggangkan kedua belah paha Bu Lastri
dan kumasukan kontolku ke lubang kemaluannya mulai dari
perlahan hingga kugenjot kencang.

Tampak Bu Lastri hendak berteriak, tapi karena takut
terdengar tetangga, ia hanya mendesah.

"Och.. Och.. Och.. Teruskan Mas, teruskan.."

Kami berdua hingga berkeringat, karena memang sengaja
aku menahan pejuku untuk tidak muncrat dahulu. Karena
aku memang benar-benar terangsang dengan putihnya body
Bu Lastri, buah dadanya yang masih bulat menantang,
meskipun agak turun sedikit, serta pinggulnya sangat
menantang bila dia memakai rok maupun celana ketat.
Aku cabut kontolku sambil membersihkan lubang kemaluan Bu
Lastri dengan tissue, karena tampaknya Bu Lastri telah
mencapai puncak kenikmatannya, sehingga tampak cairan
pejunya meleleh.

Akhirnya aku angkat Bu Lastri ke dalam
kamar tidurku, aku rebahkan dia, aku kecup bibirnya
sambil tanganku memelintir puting susunya, kadang-kadang
aku ramas buah dadanya. Lalu ciumanku dibibirnya aku
pindahkan kekedua buah dadanya, aku jilat secara
bergantian puting susu Bu Lastri. Dia tampak gelisah
karena mulai terangsang kembali sambil kadang-kadang
mengangkat pinggulnya supaya memeknya bergesekan dengan
kontolku, mulai dari buah dadanya jilatanku turun ke arah
pusar serta perut bagian sisi kanan dan kirinya.

"Och..!!" tampak Bu Lastri tak kuat lagi menahan



rangsangan yang aku berikan lewat jilatan lidahku. Ia
pun langsung membalikkan badanku hingga terlentang lalu
diapun mulai membalas dengan menjilat kedua puting
tetekku, lalu mengangkat kedua pahaku hingga ke atas,
hingga pinggangku agak terangkat, lalu ia mulai menjilat
kedua bijiku lalu lebih turun kembali disekitar
pinggiran lubang anusku, kadang-kadang ujung lidah Bu
Lastri menyentuh pas ditengah lubang anusku, dan memang
kenikmatan yang luar biasa yang saya dapatkan pada sore
hari ini.

Karena memang service dari Bu Lastri secara
bertubi-tubi tanpa henti, langsung membuat aku tidak
dapat lagi menahan pejuku untuk keluar.
Lalu aku angkat Bu Lastri untuk posisi menduduki
kontolku, secara perlahan dia masukan kontolku ke dalam
lubang kemaluannya. Langsung tanpa diberi komando Bu
Lastri memacu diriku seperti kuda liar, terus dia
menggoyangkan pinggulnya maju mundur. Kejadian ini
berlangsung selama duapuluh menit dan tampak keringat
mulai menetes dari tubuh Bu Lastri, langsung dia
mendekap diriku, sambil berbisik.

"Keluarkan yach Mas.. aku sudah tak kuat lagi.."

Sambil mengangguk aku cium bibirnya yang mungil. Lalu Bu
Lastri kembali pada posisi menduduki aku sambil memacu
goyangan pinggulnya lebih kencang lagi, terus.. Dia
memacu, akupun tak dapat menahan kenikmatan yang sudah
memuncak diubun-ubun kepalaku. Lalu aku lepaskan pejuku
didalam lubang kemaluan Bu Lastri, dan tampaknya ini
juga diimbangi dengan goyangan Bu Lastri yang makin lama
makin melemah sambil kadang-kadang dia menghentakkan
pinggulnya, yang rupanya dia mengeluarkan pejunya untuk
yang kedua kalinya.

Lalu dia tersungkur merebahkan
badannya diatas tubuhku, sambil memeluk erat tubuhku.
Setelah sepuluh menit, aku bisikan ditelinga Bu Lastri.

"Bu yuck pake baju, nanti mang Didin nyariin lho.."

Lalu Bu Lastri bangun dan membersihkan dirinya didalam
kamar mandiku, demikian juga aku. Setelah rapih Bu
Lastri berkata.

"Mas aku kedepan yach" Lalu aku menjawab.

"Terima kasih, 'roti bakarnya' yach bu"

Lalu dia berbalik memandangku tajam sambil tersenyum dan
berkata, "Awas kamu yach.."

No comments:

Post a Comment

Sungguh Puaskah Istri Anda ?