Chapter 9 : IDE MANTAB
Disaat mereka bercumbu, tiba-tiba terdengar tetesan air hujan
“Dik… jemuranku belum diangkat… sebentar aku angkatnya dulu ya…” pekik Asti sembari bangkit berdiri dan langsung menyambar dasternya.
Anton hanya tersenyum melihat tingkah Asti, dibaringkannya tubuhnya sembari mengelus penis yang masih tetap tegak berdiri sembari berkata dalam hati, memang hebat jamu si Inah… gimana kabarnya tu cewek, kok dah dua hari ini gak keliatan jualan ya. Sembari berbaring, diraihnya lagi dildo Asti, diperhatikannya serta ditekan tombol on, bergerak-geraklah barang itu, hmmm barang kayak begini kok disenangi Asti ya pikirnya… enakan juga punya gue… bangga hatinya.
Diluar hujan turun semakin deras, sementara Asti telah kembali masuk sambil membawa ember berisi pakaian yang setengahnya sudah kering, Anton menoleh ke pintu kamar, dilihatnya Asti sedang menunduk menaruh ember membelakanginya serta kembali menjemur pakaiannya tetapi di dalam ruang tamu, tampak bongkahan pantat Asti yang pasti tidak ber CD di balik baju dasternya. Anton bangkit berdiri dan berjalan menghampirinya, dengan mesra dibelainya bongkahan pantat Asti dari belakang.
“Seksi ya mbak… apalagi tanpa CD di dalamnya… “puji Anton di sela rabaannya, “Hmmm… pingin lagi ya “tanya Asti tetap dengan kesibukannya menjemur kembali pakaiannya. Anton menyingkap daster Asti dari bawah, kemudian ia jongkok di belakang Asti, perlahan dirabanya pantat itu sembari mencari pangkal paha wanita itu dan menjilatnya. Asti tetap dengan aktifitasnya, tetapi ditambah deru nafas yang sekali-sekali terdengar mirip orang kepedesan
"Sssshhh… ssshhh…"
Kemana arah Asti berjalan, Anton terpaksa mengekor di belakangnya, sampai Asti di tepi jendela samping pintu utama kosnya. Sedang asiknya dia dicumbu Anton dari belakang, Asti melihat bayangan orang berjalan dengan menggunakan payung di depan halaman kosnya,
“Sssstt… dik… tuh cewekmu liwat… katanya,
“Siapa mbak…” tanya Anton tanpa merasa perlu berdiri melihatnya. Belum sempat Asti menjawab, orang tersebut telah menyapanya
“Sore mbak Asti… beli jamunya ndak…?
“Endak mbak… makasih… kok hujan-hujan jualan mbak…?” tanya Asti kemudian.
“Iya nih… kemarin gak enak badan… baru sekarang jualan lagi… nggg… masnya sebelah itu ada gak ya mbak…? tanya Inah sembari menunjuk ke kosan Anton.
“Ada kok… pintunya kan di buka… tunggu aja, paling sebentar lagi kembali…” kata Asti ngawur.
Anton yang mendengar percakapan tersebut hampir tidak dapat menahan ketawanya, dicubitnya pantat Asti, akibatnya Anton mendapat tendangan kebelakang dari kaki Asti.
“Yo wis… aku tunggu di terasnya ya mbak…” kata Inah pamit sembari menghampiri teras kosan Anton.
“Tuh… kamu di tunggu pacar di rumah Ton” kata Asti kemudian.
“Wah lagi enak-enaknya ada yang ganggu lagi” kata Anton pura-pura sewot.
“Alaaaaahhh… orang diajak enak kok di tolak…” sindir Asti setengah cemburu.
Anton seketika menjadi tidak enak hati, diperas otaknya untuk mengatasi masalah ini, sayang… keduanya merupakan kenikmatan yang mahal harganya ditambah dengan jarang terjadi. Anton berdiri… mengambil CD serta sarungnya di dalam kamar, perlahan senjatanya mulai mengkerut kembali.
Anton masih bingung, diraihnya dildo di atas tempat tidur Asti, diperhatikannya… tiba-tiba muncul ide gila dikepalanya, bila Asti dapat dipuasinya, sementara Inah juga telah terpuasi kemarin, gimana kalau malam ini kolaborasi antara Asti dengan Inah seperti layaknya Asti tadi, ditusuk dengan dildo dan dengan penis Anton. Yup… Anton tinggal merayu Asti, kemudian dipanggilnya Asti ke kamar.
“Mbak… sini sebentar deh…” panggil Anton,
“Lho kamu kok masih di sini… tuh dah ditunggu cewek kamu” jawab Asti masih dengan nada cemburunya.
“Mbak Asti pernah gak main bertiga…?” tanya Anton,
Asti mengerutkan alisnya “maksudmu…?”
“Pernah ngalamain main bertiga nggak… mbak…?” lanjut Anton berhati-hati, “Belum dik…” jawab Asti masih kebingungan.
“Gimana kalau malam ini kita coba main bertiga… mumpung kosan lagi sepi dan juga mencoba suasana baru…” ujar Anton sembari merayu Asti sembari membelai payudara Asti yang tampak masih ingin minta jatah lagi,
“Udahlah gak usah dipikir lagi… daripada nanti mbak cuman ngedenger orang main aja…” rayu Anton kemudian.
Sejenak Asti terdiam, dan kemudian “caranya…??”
Hmmm… kena nih cewek aku rayu… jerit hati Anton.
“Caranya gini… aku main dulu sama Inah… pintu gak aku kunci… kira-kira setengah jam kemudian mbak Asti masuk… terus… udah lah… gimana nanti aja ya…” kata Anton menjelaskan strateginya.
“Mmmm… iya juga sih.. daripada nanti mbak cuman desahan serta erangan kalian berdua… boleh juga mbak coba untuk ikut gabung… tapi bener Ton… kalo kosan sepi…? ragu Asti dengan pandangan bertanya.
“Udah aku cek kok… pada pulang kampung… lagian anak sekolah khan liburan semesteran… sepi deh… nanti mbak nyusul dengan kondisi pake daster seperti sekarang ya… ” kata Anton meyakinkan keragu-raguan Asti.
“Iyaaaa… cepet sana… kamu nemuin si Inah… nanti mbak dengerin dari sini… dan nanti mbak putuskan kapan mbak akan nyusul ya…”,
“Siiippp… aku tunggu ya mbak” kata Anton penuh kemenangan.
Tak lama Anton berpamitan, dia melalui jalan samping karena bila liwat pintu depan, Anton khawatir akan terlihat Inah keluar dari rumah Asti, hujan masih turun dengan deras, sehingga memungkinkan untuk sedikit membuat gaduh dengan membuka pintu samping yang terbuat dari seng.
Langsung aja deh ke Chapter 10 : INAH YANG PINTAR
No comments:
Post a Comment