Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Sunday, November 22, 2009

Gadis Nakal Itu Bernama Nana



Namanya Jackal. Usianya 30an, orangnya biasa saja. Tingginya pun hanya 174cm dengan berat 70kg. Itu sedikit berlebihan untuk orang setinggi dia. Mungkin bisa dimaklumi, karena pekerjaan yang digelutinya sebagai koki. Walaupun banyak koki yang berat badannya ideal dengan tingginya. Kita maklumi sajalah berat badan Jackal itu.

Ok, saya rasa itu cukup penjelasan mengenai Jackal. Oh.. hampir lupa. Jackal masih hidup sendiri. Bukan berarti dia tidak pernah hidup berdua. Yang jelas, untuk sekarang ini Jackal masih sendiri. Setidaknya untuk sementara ini, mungkin itu harapannya.

Beberapa tahun yang lalu saat Jackal berada di Indonesia untuk mengunjungi adik adiknya, sambil (tentu saja) menghibur dirinya yang telah bekerja keras di negara kanguru. Jackal selalu berlibur ke Indonesia 2 sampai 3 kali dalam setahun.

Pagi itu kurang lebih pukul 7 pagi, Jackal berada di salah satu rumah makan import di daerah Blok M. Jackal kesitu bukan sengaja untuk sarapan, tapi dia ingin menunggu bus untuk menuju airport. Namun bila hanya duduk disitu, tentu saja akan di usir, maka dia memesan paket sarapan.

Tidak lama setelah makanan yang dipesannya itu datang, masuklah seorang gadis dengan seragam sekolah abu abu. Menurut Jackal tinggi gadis itu kira kira 155cm, kulit agak hitam, berambut lurus panjang meliwati bahunya. Yang menarik bagi Jackal adalah, gadis itu imut sekali, walau terlihat sekilas agak judes.

Dengan cepat gadis itu menuju ke toilet dan lenggak lenggok yang sedikit (menurut Jackal) dibuat buat. Jackal terus menikmati sarapannya. (hanya kopinya saja). Kentang dan cheese burgernya tidak dimakan. Belum lagi Jackal selesai menelan tegukan kopinya.

Gadis yang tadi keluar dari toilet tanpa seragam abu abunya, sudah berganti dengan T-shirt warna biru muda, dan celana jeans ketat, sehingga tubuh kurusnya semakin nampak. Gadis itu melirik sedikit kearah Jackal dan melempar senyum sinisnya sambil menuju pintu keluar.

Merasa dirinya ditantang, maka Jackal menegur gadis itu. “Mau bolos yah dik?”
Gadis itu berhenti, “Mau tauuuuu aja.” Jawabnya singkat. Dan tangan gadis itu sudah hampir mendorong pintu kaca untuk keluar.
“Mau ikut saya gak?” Jackal tidak putus asa. Namun gadis itu tidak menjawab, Dia terus melangkah keluar. Jackal hanya tersenyum sendiri. Gadis itu sudah berada disisi bagian luar, namun matanya masih melihat kea rah Jackal. Dengan rasa percaya diri Jackal memberi kode dengan tangannya, agar gadis itu kembali kedalam.
Rupanya gadis itu tergoda juga, dia masuk kembali dan langsung menghampiri dimana Jackal duduk.

“Kenapa?” Dengan ketusnya gadis itu mengeluarkan kata
“Mau ikut saya?” Jackal mengulangi pertanyaannya dengan senyum dan mata menatap tajam tepat ke mata gadis itu
“Mau kemana emangnya mas?. Gila ketus banget nyebut ‘mas’ nya.
“Ke Surabaya,mau ikut? Nanti sore kita pulang lagi.”
“Gak bisa mas, saya dah janji ama temen” Gadis itu menolak, namun masih berdiri disitu.
“Temen bisa lain kali, sama saya cuma sekali ini” Goda Jackal dengan yakinnya.
“Bener nih nanti sore pulang? Soalnya saya gak bisa kalau gak pulang.”
Hilang sudah wajah judesnya, yang ada wajah kekanak kanakan nya.
“Kalau pesawatnya tidak ada halangan, kita balik hari ini juga. Sore atau malam nya aku gak janji.” Jawab Jackal, sambil mempersilahkan gadis itu duduk.
“Mau sarapan? Nama kamu siapa?”
“Udah tadi, saya Nana., mas siapa?”
“Saya Jackal, minum?.”
“Gak usah terima kasih, ke Surabaya ngapain Jack?”
“Mau anterin titipan orang.” Jawab Jackal sambil menunjuk bungkusan disampingnya.
“Kamu sering bolos yah, kelas berapa sih?” Lanjut Jackal lagi.
“Gak juga, baru satu.”
“Gila, kelas satu SMA aja sudah sering bolos, sekolahnya dekat sini yah?”
“Gak usah sampe gila gitu kali Jack, iya deket deket sini.”
“Bener nih gak mau sarapan? Kita sudah mau jalan nih, bisnya mungkin sudah ada.”
“Iya bener, masih kenyang nih, ayo jalan deh. Tapi bener kan pulangnya hari ini juga?”
“Aduh, kalau ragu, yah udah gak usah ikut.” Kata Jackal meyakinkan.
“Iya deh iyaaaa”. Nana akhirnya menyerah juga. “Kukabarin temen dulu yah, tar dia tungguin, kesian” Nana melanjutkan lagi

Jackal hanya menganggukan kepalanya saja.

Pesawat take off 30 menit terlambat dari jadwalnya. Nana tampak serius melihat pemandangan dibawah dari kaca pesawat. Untung saja penumpang yang seharusnya duduk di samping jendela itu bersedia mengabulkan permohonan Jackal untuk tukeran kursi dengan Nana.

Seperti biasanya dengan tujuan Surabaya, pesawat agak goyang, dan itu membuat Nana tiba tiba menggenggam erat tangan Jackal. “Jack, kenapa nih?” Nana ketakutan.
“Gak apa apa, biasa gini.” Jawab Jackal singkat sambil senyum melihat wajah Nana yang ketakutan. “Kamu baru sekali ini yah naik pesawat?”

Tanya Jackal sambil menatap wajah Nana lagi.

“Iya nih, se umur umur baru kali ini, serem juga Jack.” Nana tersenyum sambil melepaskan tangan Jackal dari genggamannya.

Nana kembali menikmati pemandangan melalui jendela, Jackal pun kembali membaca koran yang disediakan oleh pesawat itu.
Pesawatpun mendarat dengan baik. Jackal dan Nana sudah berada didalam taxi menuju hotel dimana Jackal biasa bermalam tiap kali dia berkunjung ke Surabaya.

Awalnya Nana protes untuk tidak mau ke hotel.

“Kenapa gak langsung anterin aja barangnya Jack? Kenapa harus ke hotel?”
Jackal mengerti kenapa Nana mengajukan protesnya. Mungkin dia takut di hotel akan terjadi apa apa dengan nya.

“Aku sudah janjian dengan orang itu untuk mengambil barangnya di hotel yang kita tuju ini.” Jawab Jackal, coba meyakinkan Nana sambil memanggil taxi.

Wajah Nana masih mengandung ke tidak puasan. Itu terlihat dari bentuk bibir mungilnya membentuk cemberut. Namun Nana tidak menolak untuk memasuki taxi ketika Jackal membukakan pintu bagian belakangnya. Sedangkan Jackal duduk di depan.

“Selamat siang pak Jack, baru sampe yah?”
“Selamat siang mbak An, iya nih. Terlambat tadi pesawatnya. Kamar saya ada kan?”

Jackal bertanya sambil menyerahkan kartu kreditnya.

“Biasa jadwal penerbangan disini begitu. Sudah pak Jack, kamarnya sudah kami siapkan. Pak Jack gak pernah bermalam di Surabaya yah? Soalnya kalau dilihat datanya, selalu hanya satu hari saja” Mbak An bertanya tanpa memandangku. Matanya tertuju pada computernya.

“Iya nih mbak, mau sih bermalam disini, tapi masih agak repot juga. Soalnya waktu berlibur saya terbatas sekali.

Mbak An adalah petugas resepsionis dihotel yang sudah Jackal booking dua hari lalu. Jackal mengenal mbak An 6 bulan lalu, ketika Jackal menginap di hotel itu juga. Terlihat mbak An sibuk dengan computernya untuk memasukan data check in Jackal.

“Bagaimana dengan bulan madunya mbak An?” Jackal bertanya lagi.
“Wah pak Jack tahu yah? Biasa aja, kami tidak kemana mana hanya dalam kota saja.”
“Dalam kota apa dalam ruangan khusus nih?” Jackal bertanya dengan nada humor.
“Pak Jack nih, suka ngeledek aja deh.” Mbak An terlihat agak malu.
“Kira kira tiga bulan lalu saya kesini, mbak Lusi bilang kamu sedang cuti nikah. Saya merasa terlambat tuh.” Jackal mencoba untuk bercanda lagi sambil tersenyum.

“Ah…pak Jack ini bisa saja. Ini kuncinya pak, kamar 412 seperti permintaan bapak.”

Mbak An menjawab sambil tersenyum agak malu dengan candanya Jackal. Kemudian mbak An menyerahkan sehelai surat untuk ditanda tangani oleh Jackal dan kartu kreditnya.

“Terima kasih mbak. Oh ya, apakah ada biaya tambahan untuk keponakan saya ini?”

Jackal bertanya sambil menoleh ke Nana. Sedangkan Nana hanya diam dengan bingung.

“Oh, keponakan bapak yah? Hi apa kabar? Saya Anita.” Mbak An mengucapkan salamnya pada Nana.
“Baik, mbak.Saya Nana” Jawab Nana sambil bingung menoleh kepada Jackal.
“Tidak perlu biaya pak. Kan sekamar aja.” Jawab Mbak An sambil melihat kearah Jackal kemudian melirik sekilas ke Nana, dan kembali melihat Jackal sambil tersenyum.

Jackal hanya mengangkat kedua bahunya, seolah menjawab mbak An.
“Terima kasih mbak An.” Jackal pamit sambil tetap tersenyum kea rah mbak An.
“Sama sama pak Jack.” Mbak An menjawab dengan senyumnya yang manis.
“Mari mbak.” Nana pamit ke mbak An
“Silahkan mbak.” Mbak An menjawab salam pamit Nana.


Senyum mbak An manis. Dengan satu lesung pipit dipipi kanannya, membuat dia selalu nampak menarik untuk dipandang pada usianya yang kira kira hampir 30 itu.

Sambil menuju kea rah lift yang terletak di belakang meja resepsionis Jackal menelephone seseorang, memberi tahukan bahwa dia sudah sampai, Jackal juga memberi tahukan hotel dan nomor kamar yang ditempatinya. Baru saja Jackal menutup handphonenya. Tiba tiba Nana ..
“Ponakan….ponakan dari Jepang.” Nana protes, karena Jackal perkenalkan sebagai keponakannya kepada mbak An tadi.

Jackal tak bisa menahan tawanya mendengar protes Nana dengan tiba tiba itu.

“Jadi maunya kukenalkan sebagai apa? Cewekku?” Jawab Jackal sambil tetap tertawa.

“Uuuuh tambah parah kalo gitu. Mendingan ponakan deh.” Jawab Nana sambil mencubit lengan Jackal.

Jackal hanya tersenyum, menerima perlakuan itu.
Pintu lift terbuka, baru saja Jackal dan Nana mau memasuki lift itu, terdengar;

“Pak Jack, apa kabar?” Rupanya pak Joko, manager hotel itu yang berada dalam lift tadi.
“Hi, baik pak Joko. Gimaman kabar bapak?” Jackal balik bertanya.
Pintu lift tertutup kembali, sebelum kami sempat memasukinya. Dan pak Joko meminta maaf untuk itu. “Tidak apa apa pak, gimana kabar bapak?” Jackal mengulangi kembali pertanyaan yang belum terjawab tadi.

“Oh saya baik saja pak Jack. Baru tiba? Apa akan bermalam kali ini pak Jack?” Pak Joko kembali bertanya.
“Waduh, maaf lagi deh pak, belum bisa rasanya kali ini juga. Masih sibuk pak.” Jackal menjawab pak Joko. Memang sudah berkali kali pak Joko meminta agar Jackal dapat bermalam di situ, karena pak Joko ingin ngobrol lebih banyak mengenai perhotelan.

“Wah saya harus menunggu lagi dong nih?” Dengan segala kerendahan dari pak Joko.

“Sudah ketemu dengan Anna? Dia masuk hari ini.” Pak Joko melanjutkan sambil memberi tahukan bahwa Mbak An sudah masuk kembali.
“Iya pak sudah. Tadi dia yang mengurus check in saya.” Jawab Jackal.
“Kenalkan pak, ini keponakan saya, Nana.” Kucoba perkenalkan Nana ke pak Joko.
“Selamat siang, saya Joko.” Begitu pak Joko perkenalkan dirinya pada Nana.
“Selamat siang.” Jawab Nana sambil menjawab uluran tangan pak Joko untuk berjabat.

Terdengar pintu lift terbuka kembali, sepasang lanjut usia keluar dari lift itu.
“Silahkan pak Jack, nanti kita ngobrol lagi, bila pak Jack tidak keberatan.” Pak Joko mempersilahkan Jackal dan Nana memasuki lift, sambil coba menahan pintu lift agar tidak tertutup kembali.
“Terima kasih pak, saya akan hubungi pak Joko nanti sebelum saya ke air port.” Jackal menjawab sambil memasuki lift.
“Mari pak” Rupanya Nana pamitan dengan pak Joko.
“Silahkan Mbak” Jawab Joko sambil menundukan badan sewajarnya menjawab Nana.

Pak Joko sudah lama menjadi manager dihotel itu. Pertama kali Jackal berkenalan dengan pak Joko kira kira dua tahun lalu. Karena segala kerendahan dan kebaikan pak Joko lah,
Jackal selalu bermalam disitu bila Jackal sedang berlibur ke Surabaya. Dan pak Joko pula yang memperkenalkan semua pegawainya kepada Jackal termasuk mbak An. Namun hanya beberapa yang dapat di ingat oleh Jackal.
Didalam lift mereka hanya diam, hanya sesekali Jackal melirik Nana sambil tersenyum. Sedangkan Nana hanya melihat kearah nomor nomor petunjuk lantai yang telah diliwati oleh lift itu.

Baru saja kuletakan coba menghidupkan TV dalam kamar;
“Pak Joko itu siapa sih Jack?” Tanya Nana sambil membuka lemari es kecil, karena tak ada yang membuatnya tertarik, ditutup lagi kulkas itu.

“Pak Joko itu manager general manager di hotel ini.” Jawab Jackal sambil tetap mencoba mencari saluran TV yang di inginkannya.

“Masih muda banget yah orangnya.” Nana melanjutkan sambil membuka sebungkus kacang yang diambil dari meja kecil dimana biasanya kopi dan the disediakan.

“Bolehkan?” Nana bertanya lagi sambil memasukan beberapa kacang ke dalam mulutnya.

“Nanya nya sudah dibuka.” Jawab Jackal sambil berpura pura protes.
“Paling umurnya sekitar 20an tuh, pak Joko tadi.” Nana masih persoalkan pak Joko.

“Wah, untung bener pak Joko dibilang masih umur 20an, dia sudah umur 30an tuh, hampir sama dengan aku.” Jackal menjawab, sambil menuju ke kamar mandi. Meliwati Nana yang sedang berbaring dengan kaki terjuntai dan digoyangkan nya.

“Mungkin pak Joko gak pernah bolos seperti kamu, waktu sekolah dulu.” Lanjut Jackal lagi. Nana merasa tersinggung, kemudian dia mencoba menghalangi langkah Jackal dengan kakinya. Namun Jackal dapat menghindari dengan cepat sambil senyum. Belum selesai Jackal kencing, Nana mengetuk pintu kamar mandi “Jack, ada yang pencet bell tuh.”
“Iya aku denger, liat gih siapa yang dateng?” Jawabku sambil menaikan resleting celanaku.

“Kamu aja gih, aku gak tau.” Suara Nana masih dibalik pintu.

“Aduuuuh kamu tuh, gak mau apa males sih?” Jackal coba mencubit hidung Nana.

“Aaww, sakit nih.” Nana protes karena terlambat untuk menghindari cubitan Jackal.

Bell kembali terdengar, Jackal cepat menuju pintu. Dengan mengintip dari lubang kecil dipintu, Jackal kemudian membuka pintu itu. “Lama bener sih, lagi ngapain?” Suara wanita protes sambil melangkah masuk. Jackal menutup kembali pintu, dan mengikuti wanita itu. “Ku di kamar mandi tadi, lagi tanggung.”Jawab Jackal singkat.

Nana tidak terlihat dikamar itu, namun belum sempat kupanggil, terdengar suara air di kamar mandi. Tak lama kemudian Nana keluar dengan senyum memandang kea rah wanita tamu nya Jackal itu.

“Kenalin itu Nana, keponakanku dari Jakarta, Nana ini Magda.” Nana dan Magda saling berjabat tangan. Namun Magda tak mampu menyembunyikan wajah bingungnya dariku.

“Mana titipanku?” Magda membuyarkan suasana hening sejenak tadi.
“Oh…ini, mudah mudahan seperti yang kamu harapkan.” Jawab Jackal sambil meraih bungkusan yang tadi diletakan di samping TV, dan memberikannya pada Magda.

“Kalau salah sih keterlaluan banget kamu tuh. Berarti dari dulu gak berubah juga.”

Magda menerima bungkusan yang diberikan oleh Jackal.

Itulah Magda, yang selalu menilai negative terhadap Jackal. Namun Jackal selalu mengalah. Jackal selalu mengalah agar terhindar dari keributan dengan Magda. Padahal kalau di ingat, tidak semua karena kesalahan Jackal.
“Berapa duit nih?” Magda bertanya mengenai titipannya itu
“Gak usahlah, gak terlalu mahal juga.” Jackal coba menolak penggantian yang ditawarkan oleh Magda. Kulihat Nana sedang menikmati pemandangan diluar melalui kaca jendela, entah Nana benar benar menikmati, atau hanya tidak tahu lagi mau berbuat apa dalam situasi seperti itu. Nana baru mengenal Jackal beberapa jam lalu, ditambah kedatangan Magda beberapa menit lalu.

“Bener nih, gak usah?” Magda meyakinkan. Jackal hanya menganggukan kepala.

“Ya sudah, kupergi dulu yah. Kapan kamu balik?” Magda bertanya lagi sambil melangkah kearah pintu keluar.

“Saya pulang dulu yah…siapa namanya tadi?” Magda pamitan pada Nana.
“Mari silahkan, Nana, nama saya Nana.”
“Maaf nih cepat lupa.” Magda membals Nana. Sedangkan Nana hanya tersenyum.

“Pesawat jam 7 malam nanti.” Jawab Jackal pada pertanyaan Magda tadi, sambil mengikuti langkah Magda.

“Balik ke Melbourne maksudku.” Magda memperjelas pertanyaan nya.
“Oh sorry. Minggu sore.” Jackal menjawab dengan tangannya membuka pintu.

“Lusa dong?” Magda lagi. Jackal hanya menganggukan kepalanya saja.
“Setahuku kamu tidak punya keponakan seperti dia itu.” Magda berkata dengan suara yang direndahkan ketika keduanya sudah berada diluar kamar. Dia mempersoalkan Nana.

“Iya aku tahu, ceritanya panjang deh.” Jackal menjelaskan.
“Tadi waktu kamu bilang, lagi tanggung. Tanggung ngapain?” Magda bertanya lagi masih dengan suara yang direndahkan namun dengan penuh keingin tahuan.

“Tadi aku sedang kencing. Aduuuh kamu tuh selalu negative tentang aku.” Jackal mulai kesal dengan segala asumsi Magda.
“Tadi dia juga baru keluar dari kamar mandi waktu ku masuk.” Magda masih berkeras.

“Terserah kamulah, biarpun asumsi kamu benar, memangnya apa urusannya dengan kamu!” Jackal menjawab dengan kesal, namun masih dengan nada yang rendah.

“Ya sudah, kupulang. Suamiku menunggu dibawah.” Magda pamit sambil melangkah pergi menuju lift yang hanya berjarak dua pintu dari kamar Jackal.

“Ok, hati hati. Salam untuk Dion.” Jackal kembali memasuki kamarnya.
“Kamu tuh yang hati hati, main cewek sembarangan” Terdengar suara Magda ketika Jackal baru saja mau menutup pintu kamarnya.

“Magda tuh siapa Jack?” Nana bertanya tanpa menoleh pada Jackal. Matanya serius pada acara di TV.

“Magda? Hanya temanku.” Sudah ah, mau tahu aja kamu tuh masih kecil.
“Magda orangnya cantik, tinggi. Seksi lagi. Itunya gede banget Jack.”
“Kamu jangan sok menilai ah. Seksi segala, memangnya kamu tahu seksi itu apa?”

“Yeeeee aku nih sudah dewasa Jack. Seksi itu yah yang seperti Magda itu, tinggi, badannya ramping, itu nya gede.” Nana melanjut dengan duduk dikasur dan kaki terlipat.

“Apanya yang gede?” Tanya Jackal pura pura tidak mengerti.
“Ininya.” Jawab Nana sambil kedua tangannya coba mengangkat kedua buah dadanya yang berukuran kecil itu.

“Eeeehhhh, kamu tuh kecil kecil sudah berani manas manasin orang dewasa yah.”
“Siapa yang manas manasin, yeeeeee. Akukan jawab pertanyaan kamu. Lagian masa gini aja manas manasin sih?. Norak banget deh kamu tuh Jack?!”

Jackal tidak komentar lagi. Dia masuk kamar mandi. Sebentar lagi dia harus ke airport untuk kembali ke Jakarta. Belum sempat Jackal menutup kamar mandi….

“Jack, selama ini sudah berapa wanita yang tidur dengan kamu?” Pertanyaan Nana itu membuat Jackal kaget sebentar, muka Jackal memerah. Kemudian Jackal tertawa lepas.

“Kamu ini, pertanyaan nya menjurus sekali sih?”
“Yah, jawab aja, gak usah malu gitu Jack.”
“Lumayanlah, gak terlalu banyak juga.” Jackal kemudian menutup pintu kamar mandi.

“Gila juga tuh anak, nanya nya yang gak gak aja. Kecil kecil sok dewasa.” Jackal bicara dalam hati. Sambil membuka pakaiannya, kemudian Jackal mandi.

Selesai mandi, Jackal mengeringkan tubuhnya. Dengan handuk masih ditangannya, Jackal membuka pintu kaca ruang mandinya. Namun Jackal kaget sekali. Dengan cepat Jackal menutupi bagian bawah tubuhnya. “Hi! Ngapain kamu tuh?” Jackal sedikit membentak kearah Nana yang sedang kencing.

“Waduh, kamu tuh ngagetin aja sih?” Nana menjawab sambil meneruskan kencingnya.

“Kamu kan tahu, aku sedang mandi, gak bisa nunggu apa?”
“Yah gak usah bentak gitu kaliiiii, aku gak tahan mau kencing tauuu.” Nana masih santai menjawab Jackal, kemudian Nana tertawa sambil menaikan celana dalamnya, setelah membersihkan kemaluannya dengan tisiu yang tergantung disebelahnya.

“Bukannya mikir, malah ketawa. Dasar anak kecil.” Jackal menggerutu sambil memakai celana dalamnya dengan handuk masih menutupi bagian bawah tubuhnya.

“Kukira punya kamu super gedeeeee gitu” Nana masih dengan tawanya
“Jadi kamu dari tadi disini?” Jackal memutar tubuhnya melihat Nana yang berjalan keluar kamar mandi.

“Gak juga, tapi lumayanlah bisa liat kamu bersihin punya kamu itu.” Terdengar jawaban Nana dari arah luar.
Jackal tidak menjawab, hanya hatinya masih kesel dengan kelakuan Nana tadi.

Jackal keluar kamar mandi sudah dengan pakaian lengkapnya. Sedangkan Nana masih senyum senyum tanpa melihat kea rah Jackal. Dan itu membuat Jackal jadi penasran.

“Kenapa senyum? Gila yah?” Jackal melirik sebentar kea rah Nana
“Ku kira dengan badan kamu yang segitu, punya kamu gedeee gitu.”
“Wah, kamu nih dari tadi ituuu aja pikirannya, porno banget sih kecil kecil kamu nih?”

“Bukan gitu, temenku dikelas cerita, kalau orang dengan potongan seperti kamu tuh, itu nya gedeeeeee, ternyata gak juga ya.” Kali ini Nana melihat kearah Jackal.

“Udah ah, ayo siap siap, kita makan terus pulang. Kamu nih ada ada aja.”
“Saya juga pernah liat bf, itu cowoknya gedeeee, banget. Gemuk gitu. Panjang lagi. Waktu dimasukin, ceweknya meringis.” Nana melanjutkan sambil masuk kamar mandi

“Meringis ke enakan tuh, bukan kesakitan.” Rupanya Jackal mulai terpancing oleh situasi.
“Jack, kamu pernah ukur punya kamu gak?” Nana selesai menyisir rambutnya.

“Ngapain di ukur, memangnya mau dijual?” Kali ini Jackal yang tertawa.
“Yah, ku mau tahu aja gitu.” Jawab Nana sambil menaruh kembali sisir di tas nya.

“Katanya udah liat tadi, yah kira kira aja sendiri.”
“Udah liat sih tadi, tapikan gak jelas banget, kacanya ber uap sih”
“Jadi?”
“Yah kalau boleh sih, mau liat lagi gitu maksudnya, ha ha ha ha” Nana terbahak
“Udah udah, ayo kita pergi.” Jackal jadi salah tingkah oleh perkataan Nana tadi.

“Uuuuuh pelit banget, malu yah dibilang gak gede tadi?” Nana memancing
“Yeeeee nih anak, nantangin yah?” Jackal menghampiri Nana
“Lagian mau liat aja gak boleh?!” Nana coba menghindar dari Jackal.
“Ok, nih liat!” Jackal membuka celana jeans nya, kemudian meraih miliknya keluar dari celana dalamnya. Milik Jackal masih belum berdiri.

“Nah gitu donk, susah banget dari tadi.” Nana menghampiri Jackal, kemudian duduk dipinggiran tempat tidur, sedangkan Jackal berdiri tepat di depannya. Dan itu membuat milik Jackal tepat di depan muka Nana.
“Lucu yah bentuk nya. Ber urat gitu. Ujungnya kaya mulut ikan Dolpin ha ha ha.” Nana terbahak lagi.

“Udah?” Jackal mulai menaikan celana dalamnya, agar miliknya kembali ketempatnya.

“Tar dulu Jack. Keluarin lagi dong” Nana mencoba menahan sambil tangannya memegang tangan Jackal agar tidak tidak menaikan celana jeans nya. Jackal menuruti kemauan Nana. Kali ini miliknya mulai ada reaksi. Mungkin karena situasi dan kelakuan Nana yang membuat Jackal jadi hanyut dalam nafsunya.

“Wah mulai bengkak nih?! Komentar Nana sambil tangannya mulai berani menurunkan celana dalam Jackal, agar semua milik Jackal bisa keluar dari sarangnya.

Dan semua itu membuat milik Jackal jadi bertambah besar. Sedangkan Nana semakin konsentrasi dengan pemandangannya.
Jackal dapat merasakan hembusan nafas Nana menerpa milik Jackal yang semakin membesar.

“Wah, gede juga Jack.” Kali ini Nana menyentuh milik Jackal, dan itu membuat milik Jackal jadi berdenyut membesar. Karena genggaman Nana, Jackal merasa padat sekali miliknya itu dalam genggaman Nana. Dan Nana mulai memainkan milik Jackal, sedangkan Jackal tidak bisa menyembunyikan desahannya. Nana mendongak keatas untuk melihat wajah Jackal.

“Enak Jack?” Nana mengajukan pertanyaan bodohnya. Tentu saja enak.
“Hemm” Hanya itu yang keluar dari mulut Jackal.

Nana meneruskan perbuatannya dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya meraih tangan kanan Jackal dan diarahkan ke buah dadanya yang tidak besar itu.

Jackal menuruti tuntunan tangan Nana. Jackal menyusupkan tangannya dari atas kedalam bh Nana meliwati T-shirt Nana yang agak longgar. Kali ini Nana yang mendesah.

“Aaaaahhh, enak banget Jack.” Tanpa meminta persetujuan Jackal Nana menurunkan celana Jackal, hingga semua celana Jackal sudah berada disebatas mata kaki Jackal.

Nana mulai menciumi milik Jackal, sehingga semakin berdenyutlah milik Jackal itu. Apalagi tangan kiri Nana sudah berada dibelakang tubuh Jackal, tangan itu seakan menarik agar milik Jackal semakin dekat dengan wajah Nana. Entah disengaja atau tidak oleh Nana, tangan itu meremas bongkahan pantat Jackal. Membuat Jackal semakin terbuai. Tidak ada lagi dipikirannya bahwa yang ada dihadapannya hanyalah anak yang masih dibawah umur, tidak ada lagi pikiran untuk segera ke air port, tidak ada lagi pikiran apapun. Yang ada hanyalah kenikmatan dan kenikmatan.

Nana masih menciumi milik Jackal, ujung milik Jackal pun tak lepas dari ciumannya.

Jackal semakin malayang. Jari tangan Jackal memelintir putting Nana yang masih sangat kecil itu. Nana mendesah, dijawab dengan desahan oleh Jackal. Mata Jackal terpejam, kenikmatan akan lebih terasa dengan mata terpejam, mungkin itu maksud Jackal.

“Oooooohhh sssshhhh” Jackal mendesah kencang, ketika dirasakan kehangatan yang basah di bagian kepala milik Jackal. Rupanya Nana telah memasukan nya kedalam mulutnya. Jackal memelintir putting Nana semakin cepat. Lutut Jackal goyah menampung kenikmatan yang diberikan Nana. Jackal tak mampu menguasai lututnya.

Akhirnya Jackal mendorong tubuh Nana agar terbaring, dengan tergesa Jackal membuka celana Jeans Nana, dan menarik turun celana dalamnya. Semua itu membuat tubuh Nana bagian bawah tak lagi terbungkus apapun.
Kemudian Jackal membuka lebar kedua kaki Nana, secara otomatis, Nana melipat lutunya. Hingga jelas sekali belahan milik Nana yang sudah terlihat lembab itu. Jackal tak membuang waktu lagi, didekatkan wajahnya kea rah belahan itu.

“Jaaaaack, enaaaaakkk Jack….enak banget Jack…” Nana menjerit, ketika Jackal menjulurkan lidahnya diantara belahan milik Nana yang telah menjadi basah.

Nana mencoba menarik Jackal ke atas dengan menggunakan telapak kakinya, Jackal bertahan disitu, dijilati terus milik Nana, desahan nana semakin memburu.

Namun Jackal tidak mampu lagi menolak kemauan Nana, ketika tangan Nana menarik rambut Jackal. Awalnya Jackal mengira Nana ingin segera dimasuki oleh milik Jackal.

Namun Jackal salah menduga. Nana membalikan tubuhnya, dia berada diatas tubuh Jackal, dengan wajahnya berada tepat diatas kemaluan Jackal yang sudah sangat penuh.

Jackal kembali menjulurkan lidahnya pada milik Nana yang berada di atasnya. Sedangkan Jackal merasa nikmat yang tiada tara, ketika dirasakan miliknya memasuki kelembapan mulut Nana, dan dirasakannya juga gelitik lidah Nana di ujung milik Jackal.

Tak ada kata kata yang terdengar, hanya desahan dan desahan dari keduanya yang seakan berlomba untuk mencapai satu tujuan yang sebetulnya, semakin lama tercapai semakin nikmat terasa.
Waktu berlalu, puluhan tetes keringat membasahi tubuh mereka, kenikmatan membalut rasa keduanya. Bibir dan lidah Jackal terbungkus lendir nikmat dari Nana, ujung kaki Jackal memanas oleh jilatan dan kuluman Nana. Jackal dapat merasakan tekanan pinggul Nana pada mulut Jackal dan bersamaan dengan itu Nana mengerang panjang “Jaaaaaackkkk…keluar….kukeluar nih…Jaaaackk enaaaaakkkk….ooohhh”
Nana mencoba jauhkan miliknya dari mulut Jackal dengan menaikan pinggulnya.

Namun Jackal menahan niat Nana itu, dengan kedua tangannya Jackal malah menekan pinggul Nana kearah mulutnya, sehingga hidung Jackal terbenam ditengah belahan Nana yang telah sangat basah itu, Nana semakin mengerang, dirasakan oleh Jackal Nana mencengkeram erat milik Jackal. Kepala Nana mendongak

Jackal tak perduli, malah semakin digosok gosokan hidungnya di tengah belahan itu, terasa tubuh Nana menghentak hentak. Nana mencoba menaikan pinggulnya, namun Jackal tetap menahan.

“Ngiluuuuu Jack….udaaaaahhh….ooooohhhh..u daaah Jack” Nana berteriak, Jackal melepaskan milik Nana, cengkeraman tangan Nana pada milik Jackal telah mengedor, hembusan nafas Nana terasa di bagian buah kemaluan Jackal. Namun hanya sesaat saja, kemudian Nana kembali melumat milik Jackal, sesekali dijilat buah kemaluan milik Jackal dengan putaran lidahnya. Nana semakin aktif, Jackal semakin melayang. Jari kaki Jackal semakin memanas. Jackal menarik pinggul Nana, sehingga belahan Nana persis diatas mulutnya. Ditusuk tusuk belahan itu dengan lidah Jackal, disedot kemaluan itu, Jackal sudah diluar kendali. Nana kelojotan dibuatnya. Jackal semakin menghentak hentakan pinggulnya keatas, semakin cepat dan…..
“Oooooooohhhhhh……..ku keluaaarrrr nih Nan” Jackal mengerang hebat, ketika dirasakan lahar nikmatnya tak terbendung lagi. Sedangkan Nana malah semakin cepat menaik turunkan mulutnya pada milik Jackal, bersamaan dengan dinaikan lagi pinggulnya agar terlepas oleh gosokan dan sedotan yang diberikan oleh Jackal pada belahannya. Nana tetap menaik turunkan mulutnya pada milik Jackal, walaupun tidak dapat semua masuk kedalam mulut itu, namun dengan lidah Nana yang ikut aktif pada ujung dan batang milik Jackal, tangannya yang ikut mengocok dan tangan lainnya meremas buah milik Jacakl, semua itu sudah lebih dari cukup untuk membuat Jackal melayang tinggi dengan kejang kejang yang seakan membantu tubuh Jackal melambung.

Nana terhempas letih disamping Jackal, namun masih terasa hentakan nikmat dari sebelah kanan lutut Nana yang masih berada disisi kanan pipi Jackal.

Jackal menghembuskan nafas nikmat sambil menggeser lutut kanan Nana, kemudian Jackal bangkit untuk duduk. Dilihatnya cairan nikmat Jackal mengalir keluar dari celah bibir Nana yang menatap sayu kea rah Jackal. Bahkan dari dagunya pun terlihat basah. Entah oleh cairan nikmat Jackal atau cairan air liur Nana sendiri. Kemudian dengan cepat Nana meraih bantal untuk menutupi wajahnya. Namun Jackal sempat melihat sekilas senyum dari Nana sebelum bantal itu menutupi wajahnya.

Jackal mengecup perut Nana, namun Nana mencoba menepiskannya. Jackal hanya tersenyum. Entah senyum kepuasan atau senyum memaklumi atas apa yang telah mereka berdua alami.

Jackal melangkah memasuki kamar mandi, dengan menenteng celana jeans dan celana dalamnya. Digantungkan semua itu dibalik pintu kamar mandi. Kemudian Jackal membuka kemejanya.
Terdengar langkah mendekati kamar mandi, ternyata Nana juga memasuki kamar mandi itu, namun Nana sudah tidak berbusana sama sekali, rupanya Nana telah membuka T-Shirt nya tadi.

“Mau ngapain?” Jackal bertanya dengan selembut mungkin.
“Mandilah, kan bau nih keringet.”
“Kamu duluanlah.” Jackal menawarkan Nana
“Dahhh, bareng aja, biar cepet.” Jawab Nana singkat, sambil melangkah masuk keruang shower. Jackal mengikuti nya. “Duh..panas banget.” Jackal kaget, karena Nana baru sempat membuka air panas nya saja. Terdengar tawa Nana. Jackal mencoba mencubit putting Nana, namun di tempis oleh tangan kiri Nana, sedangkan tangan kanannya coba menutupi kedua buah dadanya.

Jackal membuka air dingin untuk menyesuaikan air panas tadi agar sesuai dengan yang diinginkannya.

Mereka mandi berdua, Nana mencuci wajahnya, terdengar Nana berkumur. Sedangkan Jackal membersihkan miliknya, ada rasa ngilu ketika Jackal membersihkan bagian kepala miliknya.

Tubuh mereka merapat, untuk bisa tersiram oleh pancuran shower itu. Tubuh mereka saling bergesekan. Mereka saling menyabuni. Seoalh mereka adalah pasangan kekasih yang sedang berbulan madu. Padahal mereka baru beberapa jam lalu berkenalan. Mereka tak lagi terganggu oleh umur mereka yang jauh berbeda. Yang terlihat hanyalah dua tubuh bugil yang berlainan jenis.

Tubuh mereka berhadapan, Jackal mencoba untuk membungkukan badannya, agr bisa mencium bibir Nana, seakan Nana mengerti. Nana mendongakan wajahnya untuk menyambut bibir Jackal. Mereka saling berciuman, tangan Jackal memeluk rapat tubuh Nana, mereka tak lagi menghiraukan siraman air. Tangan kanan Nana menekan siku kiri tangan Jackal dan membimbingnya kearah buah dadanya. Jackal mengerti, diremas lembut buah dada itu, terasa hembusan nafas nikmat dari Nana didalam mulut Jackal.

Tangan kiri Nana telah merangkul tengkuk Jackal, kemudian Jackal merasakan remasan di miliknya. Rupanya tangan kanan Nana telah melakukan sesuatu yang menghasilkan nikmat dicampur sedikit ngilu pada Jackal.

Nana menghentak pinggulnya kebelakang, ketika tangan kanan Jackal menyentuh belahan Nana. “Masih ngilu Jack.” Hanya itu yang keluar dari mulut Nana, kemudian Nana mengembalikan bibirnya agar dicium kembali oleh Jackal.

Milik Jackal kembali keras. Walaupun Jackal merasa ada rasa pegal pada miliknya. Namun sama sekali tidak mengurangi rasa nikmat oleh belaian tangan Nana itu.
Terlihat Jackal telah membungkukan badannya lagi, tak lama kemudian mulut Jackal telah penuh oleh putting kiri Nana, dengan reflek kedua tangan Nana menekan dari belakang kepala Jackal, agar lebih merapa lagi ke buah dadanya.

Sambil tetap menjilati dengan lidahnya, Jackal menuntun tangan kanan Nana agar kembali untuk meremas milik Jackal yang sudah semakin keras itu. Nana mengikuti kemauan Jackal. Diremas dan di maju mundurkan tangan Nana pada milik Jackal. Jackal mendesah nikmat. Mulut Jackal mengulum putting Nana yang sebelah kiri. Sedangkan tangan kanan Jackal ikut meremas buah dada Nana yang kanan. Mereka mendesah bersahutan. Remasan Nana pada milik Jackal semakin cepat namun tak beraturan. Dan itu membuat sedikit rasa sakit pada milik Jackal.

Jackal menghentikan lumatannya, didorong lembut tubuh Nana agar merapat di dinding kamar shower itu, Nana melangkah mundur dengan rela, hanya setengah langkah saja, tubuh Nana mundur, itu sudah membuat bagian belakang tubuhnya merapat ke dinding. Air shower hanya menyirami bagian belakang tubuh Jackal, sedikit yang menyentuh tengkuknya.

Jackal meraih lutut kiri Nana dengan memasuki tangan kanan Jackal kebawah lipatan lutut Nana, diangkatnya ke atas, diletakan diatas pinggul kanan Jackal. Namun usahanya untuk memasukan milik Jackal yang sangat keras itu tidak berhasil. Mungkin dikarenakan tubuh Nana yang kurang tinggi itu. Sedangkan nafas keduanya masih memburu tak beraturan
Kemudian Jackal menggunakan kedua tangannya untuk mengangkat tubuh Nana, diletakan kedua tangan Jackal dibawah kedua paha Nana, dirapatkan tubuh Nana pada dinding yang basah itu.

Jackal mencoba memasuki miliknya ke belahan nikmat Nana dengan cara mendorong ketika dirasakan ujung milik Jackal sudah tepat dimulut belahan itu. Namun dikarenakan belahan itu telah berlendir, milik Jackal tidak berhasil memasukinya. Tanpa diminta, Nana menjemput milik Jackal, diletakan dengan sedikit menekan ujung milik Jackal kelubang belahan itu, Jackal merasakan nimat pada ujung miliknya. Kemudian Jackal menekan dengan lembut.

“Aaaaaahhhhh…enaaaakk….pelan pelan Jack…..” Nana melenguh nikmat dengan kedua tangannya merangkul tengkuk Jackal. Sungguh pemandangan yang sangat indah dilihat, ketika Nana mendongakan wajah kenikmatan saat Nana menerima ujung milik Jackal kedalam lubang nikmatnya. Jackal tak mengira akan menerima kenikmatan seperti ini, ditengah kesibukan liburannya. Walaupun bukan baru kali ini Jackal melakukan hubungan badan seperti ini dan Nana bukan baru pertama kali ini melakukannya. Namun Jackal dapat menebak, bahwa Nana tidaklah sering melakukan hubungan seperti ini. Itu dilihatnya ketika Jackal menjilati belahan Nana tadi. Dan juga Jackal dapat merasakan remasan yang cukup mencekal dari lubang Nana pada seluruh milik Jackal yang telah masuk seluruhnya memenuhi ruang nikmat dalam lubang milik Nana.

Hentakan demi hentakan dilakukan oleh Jackal. Nana menerimanya dengan desahan dan rangkulan ketat pada tengkuk Jackal. Desahan semakin keras terdengar seakan menemani suara siraman air yang keluar dari shower itu. Lutut Jackal goyah, namun Jackal tetap memaju mundurkan tubuhnya.
Wajah Nana selalu mendongak tiap kali Jackal mendorong miliknya kedalam lubang Nana. “Aaaahhhh enaaakkk banget Jack…enaak bangeeettt…aaahhhh” Itulah yang membuat Jackal semakin merasa nikmat, ketika melihat mulut Nana yang terbuka lebar tiap kali Nana mendongak dalam desahannya.

Lutut Jackal semakin goyah tak tertahankan. Namun Jackal semakin cepat menarik dan mendorong miliknya ke lubang Nana, desahan semakin jelas terdengar. Desahan nikmat dari keduanya semakin memburu. Gerakan Jackal semakin cepat, lututnya semakin goyah.

Desahan Nana berubah menjadi rintihan, wajahnya seperti sedang meringis, namun tak terlihat tanda kesakitan pada wajah Nana, berarti rintihan itu adalah rintihan kenikmatan.

Mata Nana terpejam, tubuhnya bergoyang goyang menerima hentakan Jackal yang semakin cepat.

“Aaahhh…ssshhhh….Jaaaack…oohhh …enaaaakk….ooohhhhh” Suara rintihan itu membalas suara kecipak air di dinding belakang tubuh Nana karena dihantam tubuh Nana oleh karena hentakan dan dorongan Jackal itu.
Jackal tak dapat membendung laharnya, dengan hentakan yang kuat, Jackal mendorong tubuhnya agar miliknya dapat masuk semua kedalam milik Nana. Bersamaan dengan itu Nana memeluk erat tubuh Jackal, ditariknya tengkuk Jackal agar merapat ketubuh Nana, dan Nana meletakan wajahnya di punggung Jackal. Erat sekali dirapatkan tubuh itu. Jackal tak menghiraukan rasa sakit oleh gigitan Nana pada lehernya Jackal. Nana mengerang nikmat. Kemudian kembali membenamkan wajahnya.

Kejangan nikmat masih terlihat dikedua tubuh itu. Walau tak ada lagi gerakan dari keduanya. Kaki kanan Nana telah menyentuh lantai, di ikuti dengan kaki kirinya. Tangan Nana masih memeluk Jackal. Pipi kanan Nana bersandar rapat pada dada Jackal. Kedua tangan Nana merangkul pinggang Jackal. Seakan menyatakan ungkapan kepuasan yang baru saja di alaminya.
Jackal membelai punggung Nana dengan tangan kirinya. Sedangkan tangan kanannya membelai pipi kiri Nana. Dikecupnya kepala Nana. Suasanya hening, tak ada lagi suara desahan terdengar dari keduanya. Hanya suara air shower yang tetap bernyanyi dan berlomba untuk mencapai lantai ruang itu.

“Jack….tadi keluar didalem yah?” Tiba tiba Nana bertanya tanpa menggerakan badannya sama sekali. “Hem” Hanya itu jawaban yang diberikan Jackal, sambil meraih wajah Nana agar bisa dilihatnya. Seakan Jackal ingin melihat apakah ada tanda penyesalan diwajah yang cukup manis itu. Namun Nana hanya tersenyum, dan mengembalikan wajahnya ke dada Jackal. Dan Nana memper erat dekapan tangannya.

Sebetulnya Jackal sudah merisaukannya dari tadi. Saat semburan lahar pertamanya kedalam lubang Nana. Namun semua telah terjadi. Siapa yang mampu memikirkan hal itu ditengah dera dan desahan nikmat tadi.
Kemudian Nana meraih milik Jackal yang telah melemas dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya memukul lembut sambil “Nakal nih, main semprot aja”

Nana coba bicara dengan milikku.

“Jangan ganggu lagi, tar kalau keras lagi gimana?”Jackal coba menjawab canda Nana.

“Keras lagi? Siapa takut?” Jawab Nana sambil coba mengecup pipi Jackal
“Wah, udah gak ada waktu untuk makan nih. Kita makan di air port aja yah. Ayo cepet.”

Jackal bergerak melepaskan dekapan Nana, namun sempat mengecup kening Nana, dan Nana membalas dengan memeluk Jackal lebih erat lagi.






“Hallo mbak Lusi, apa kabar?”
“Baik pak Jack, apa kabar nih?
“Biasa aja mbak, mau check out nih mbak”
“Wah masa baru datang udah mau check out sih? Gak betah yah disini? Jawab mbak Lusi sambil menerima kunci kamar yang kusodorkan.
“Betah mbak, hanya waktunya yang gak kompak nih” Kembali Jackal mengambing hitamkan waku.
“Oh ini yah keponakan pak Jack? Hi, saya Lusi. Nama kamu Nana kan?”
“Kamu tahu aja deh.” Jackal seakan mewakili Nana untuk menjawab mbak Lusi.
Sedangkan Nana hanya tersenyum saja sambil memandang Jackal. Tubuhnya pun dirapatkan ke tubuh Jackal.
“Anita yang kasih tahu saya pak Jack ada disini dengan keponakannya yang cantik.”
Mendengar itu, kulihat wajah Nana merah. Namun masih terlihat senyumnya.
“Mbak An kemana? Sudah selesai shift nya yah?”
“Aduuuh pak Jack, yang gak ada ditanyain, yang ada aja dong.” Mbak Lusi menjawab sambil melihat Jackal sekilas kemudian melihat kearah Nana. Dengan cepat kembali konsentrasi pada computernya untuk mendata check out ku.
“Mbak Lusi ini, masih seperti dulu aja, suka menggoda” Jackal membalas Mbak Lusi.
“Tapi gak pernah berhasil tuh godaanku sampai sekarang” Balas mbak Lusi lagi, Jackal hanya tersenyum saja. Sedangkan kulihat Nana tidak bisa menyembunyikan cemberutnya.
“Anita sudah pulang setengah jam lalu, tapi dia titip salam untuk pak Jack.” Lanjut Mbak Lusi lagi sambil menyerahkan kwitansi pembayaran.
“Oh iya mbak, tadi kita makan kacang satu bungkus dari kamar.”
“Wah sampai lupa nanyain tadi, soalnya tertegun dengan kecantikan ponakan pak Jack sih” Mbak Lusi kali ini menggoda Nana, namun kali ini Nana tidak tersenyum lagi.
“Saya bayar cash aja deh mbak. Berapa yah?” Jackal sambil mengeluarkan dompetnya.

Jackal pun membayar dengan tunai harga kacang yang disebutkan mbak Lusi.
“Ini kembalinya pak” Mbak Lusi mengulurkan uang kembalian untuk Jackal.
“Gak usah mbak, biar aja” Jackal menolak uang kembaliannya.
“Terima kasih pak Jack”
“Mbak, pak Joko dimana?”
“Oh iya, tadi pak Joko titip salam, dia harus pulang ada telephone dari keluarganya”
“Oh, ok. Salam aja deh mbak, untuk mbak An juga yah”
“Baik pak Jack, buat saya ada gak?” Mbak Lusi tetap dengan godanya
“Untuk mbak khusus deh, salam siaran langsung” Jacky membalas godaan mbak Lusi





Mbak Lusi hanya tersenyum, bibir mbak Lusi sangat menggoda dengan senyum itu.
“Mbak, tolong titip nomor HP saya untuk pak Joko yah” Jackal menuliskan nomor HP nya pada secarik kertas. “Ini nomor selama saya di Indonesia” Jackal menambahkan.
“Untuk saya mana?” Mbak Lusi tidak berhenti menggoda
“Wah, nanti saya bisa dibunuh suami mbak nanti” Jawab Jackal sambil menyerahkan secarik kertas itu.
“Wah, pak Jack kehilangan halaman yah? Aku sudah sendiri lagi” Mbak Lusi meng informasikan status dirinya
“Wah, bener nih, ada halaman yang hilang” Jackal dengan suara menyesal
“Kenapa mbak?” Lanjut Jackal lagi “Oh maaf, bukan saya mau ikut campur” Lanjut Jackal lagi sebelum mbak Lusi menjawab.
“Gak apa apa pak, terima kasih. Namanya hidup, iya kan?” Mbak Lusi dengan suara tabahnya.

Jackal merasa kurang sopan dari tadi tidak menghiraukan seorang gadis manis yang merupakan partner kerja mbak Lusi, yang dari tadi hanya mendengarkan pembicaraan mereka.
“Hallo mbak, apa kabar?” Jackal mencoba awali perkenalan dengan wanita tadi.
“Hallo pak Jack, saya sering mendengar tentang bapak dari mbak Lusi dan mbak An. Saya Tara. Senang akhirnya bisa kenalan dengan bapak” Mbak Tara menjawab dengan segala sopan santunnya sambil menyambut uluran tangan Jackal untuk menyalaminya.
“Saya juga senang berkenalan dengan mbak semua disini,manis manis dan pandai menggoda. Kuperkenalkan juga Nana pada mbak Tara. Namun Nana tidak pernah tersenyum lagi.

Dari tadi sudah dirasakan cengkeraman keras dari Nana pada lengan Jackal. Mungkin Nana ingin cepat pergi dari situ, atau juga mungkin cemburu dengan situasi.
“Ok mbak, saya pergi dulu yah, sudah mau terlambat nih, ada taxi didepankan?”
“Ada pak, selamat jalan yah” Mbak Lusi dengan senyumnya
“Kalau terlambat berarti kan nginep lagi disini” Kali ini mbak Tara yang menggoda
Jackal hanya tersenyum pada mbak Lusi dan mbak Tara, sambil memberi kode pada mereka berdua tentang Nana. Mbak Lusi dan mbak Tara hanya menganggukan kepala, mungkin ingin memberi tahukan bahwa mereka mengerti.

Jackal dan Nana sangat beruntung, mereka tiba di air port hanya tepat waktu saja. Namun mereka tidak sempat untuk makan, karena begitu mereka check in, mereka harus dengan cepat menuju pesawat. Semau penumpang sudah berada didalam pesawat. Hanya Jackal dan Nana yang terakhir.

Nana kembali mendapat kursi disebelah jendela, namun kali ini Nana tidak tertarik untuk melihat lihat kearah luar.
Pesawat sudah terbang hampir satu jam, berarti sudah hampir mendarat di Jakarta. Nana masih tidak mengeluarkan suara sepatahpun sejak pernerbangan, hanya sejak tadi tangan Nana selalu menggenggam lengan Jackal.

“Kamu gak apa kan pulang agak telat?” Jackal membuka suara
“Yah asal gak terlalu malam aja. Ku gak pernah pulang lebih dari jam 10 malam”
“Rasanya gak akan sampai jam itu deh, kamu kenapa dari tadi diam aja?”
“Kesel aja, orang hotelnya benit genit” Akhirnya Nana mengeluarkan apa yang dipendamnya sejak tadi.
“Kamu cemburu yah?” Jackal menggoda
“Cemburu? Ngapain cemburuin kamu” Nana menjawab sambil mencubit lengan Jackal
“Kalo gak cemburu, kenapa harus kesel?”
“Iya deh cemburu, emangnya gak boleh cemburu?”
“Boleh aja, tapi yang masuk akal” Jackal coba menegaskan
“Jack, memangnya bisa langsung hamil yah, kalau air cowok masuk?”
Nana mengutarakan ke kawatirannya.
“Nggak pasti gitu juga sih” Jackal coba menenangkan Nana
“Berarti bisa hamil dong” Nana malah tambah kawatir
“Yah gitu juga sih, kenapa?
“Yeeee kenapa lagi, nanya nya, yah gak enaklah, akukan masih sekolah”
“Uuuuh, gak enak…tadi keenakan, sekarang bilang gak enak. Gimana sih?”
“Kamu nih, aku serius nih” Nana menatap wajah Jackal

Untung tidak ada orang lain disebelah Jackal. Membuat Jackal agak bebas bercanda dengan Nana. “Kalau hamil, yah kita nikah” Jackal menjawab se enaknya.
“Jaaaack, kamu nih. Memangnya gampang main nikah aja?” Protes Nana
“Dari pada main terus tanpa nikah? Mendingan mana?” Jackal tetap menggoda Nana.
“Iya sudah, jangan kawatir, kapan kamu biasanya mens?”
“Sekarang tanggal berapa Jack?”
Jackal melihat ticket nya “Tanggal 19”
“Berarti tinggal empat hari lagi biasanya dateng, kamu masih disini kan Jack?”
“Wah, ku balik ke Melbourne hari Minggu, dua hari lagi”
Nana tampak murung “Bisa ditunda gak Jack? Tunda sampai Kamis gitu, sambil tungguin aku mens apa gak?!” Nana memohon.
“Waduh, gimana yah, aku sudah harus kerja lagi hari Senen sore. Pesawatku dari sini Minggu malam, sampai sana Senen pagi, sorenya langsung kerja lagi” Jawab Jackal.
“Yah sudah, kalau memang gak bisa. Kucuma mau Tanya nih yah, boleh gak ku minta nomor telephone kamu disana, kalau ada apa apa kukabarin kamu? Nana memohon lagi.
“Ok, ingetin aku nanti kalau sudah mendarat yah” Jackal menyetujui

Terdengar pemberitahuan bahwa pesawat sudah hampir mendarat dan para penumpang diharuskan mengenakan sabuk pengaman. Terlihat Nana mulai tersenyum. Tanpa dapat dihindari oleh Jackal, Nana telah mencium pipi Jackal.

Jackal baru saja berpisah dengan Nana, mereka berpisah di salah satu supermarket yang terletak disekitar rumah Nana. Mereka setuju untuk tidak mengantarkan sampai rumah Nana, semua itu untuk menghindari asumsi orang sekitar dan para tetangga Nana. Yang lebih penting lagi untuk menghindari masalah dari orang tua Nana bila melihat anaknya yang masih belia itu turun dari taxi dengan pria yang jauh lebih tua darinya.

Dalam perjalanan kehotelnya Jackal renungkan lagi kata kata yang diucapkan oleh Nana, dan ucapan Jackal sendiri. Nana minta dengan sangat agar Jackal menunda keberangkatannya sampai pasti Nana akan mens sesuai jadwalnya. Jackal hanya menjawab akan mencobanya.

Nana juga minta untuk selalu dihubungi bila memang Jackal tidak bisa menunda keberangkatannya dan Nana juga minta untuk bertemu besok pagi. Masih banyak lagi permintaan Nana selama disupermarket itu. Seperti Jackal diminta untuk menghubunginya bila sudah sampai dihotel. Jangan keluar main dengan cewek lain, jangan menghubungi lagi Mbak Lusi, An dan Tara. Banyak sekali permintaan nya. Hanya satu perkiraan Jackal yang salah, yaitu Nana tidak pernah minta untuk dibelikan sesuatu selama di supermarket tadi.

Jackal juga teringat jawaban Nana yang mengatakan bahwa pengalaman berhubungan Nana pertama kali dilakukan dengan kakak kelasnya kurang lebih 6 bulan lalu. Nana juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi, dan akan melakukannya hanya dengan Jackal.
Dan itu menimbulkan rasa penyesalan dihati Jackal. Mengapa Jackal harus melakukan apa yang telah dilakukannya dengan Nana di Surabaya. Jackal merasa Nana telah jatuh cinta pada Jackal. Jujur saja, Jackal juga merasa tertarik pada Nana, entah apanya. Jackal tak mampu menemukan kata kata yang tepat untuk itu.

Taxi yang ditumpangi Jackal telah memasuki pelataran hotel dimana Jackal menginap tiap kali Jackal berada di Jakarta. Hotel yang lumayan, tidak terlalu mewah. Hotel itu terletak di daerah Slipi. Tidak jauh dari tempat tinggal adik adik Jackal. Alasan Jackal tidak mau tingal di rumah adik adiknya, karena Jackal merasa tidak bebas dan tidak enak bila harus keluar malam sampai pagi.

Jackal telah mengambil kunci di resepsionis hotelnya. Dan dia menuju lift. Ditekannya tombol lift. Di rasakan getaran disaku kanannya, dimana Jackal meletakan HP nya.
Ternyata itu telephone dari Nana.
“Hallo?….ya aku baru sampe nih……….aku baru aja sampe nih, belum juga di lift…..ya sudah kamu istirahat deh…..ok, thanks” Itulah beberapa pembicaraan Jackal dengan Nana. Rupanya Nana tidak sabar menunggu kabar dari Jackal.

Pintu lift terbuka, belum sempat Jackal memasuki HP ke kantongnya, terasa getaran lagi di HP nya itu. Ternyata hanya SMS, Jackal tidak mengenal nomor pengirimnya. Sambil memasuki lift, Jackal membuka SMS itu “Pak Jack,Lusi nih.kpn ke Sby lagi? Sya mo ngobrol bnyk dgn bpk.Bsk sya cuti 2 hari.BALAS!” Itulah isi SMS Mbak Lusi dari Surabaya. Jackal tidak langsung membalasnya.

Setiba dikamarnya, Jackal langsung menghubungi perusahaan penerbangan untuk menunda keberangkatannya sampai hari Kamis mendatang. Dan semua beres, penundaan diterima. Kemudian Jackal mengirim SMS untuk Manager nya di Melbourne, memohon maaf karena keterlambatannya untuk kembali kerja pada Senen nanti, Jackal minta ditambah lagi masa cutinya sampai dengan Senen minggu berikutnya baru Jackal masuk kerja.

Terlihat Jackal membanting tubuhnya keatas kasur, dan tangannya mencari cari nomor di HP nya. Setelah nada tersambung “Hallo… mbak Lusi?….Baik mbak…..ngapain? ok..besok saya kesana. Bener deh besok, sampai air port saya hubungi mbak. Ok? Thanks,………. iya saya kesana besok…………..gak percaya bener sih mbak ini………… ha ha ha ha. Ok, bye”
Rupanya Jackal menyetujui permintaan mbak Lusi untuk bertemu.

TAMAT

No comments:

Post a Comment

Sungguh Puaskah Istri Anda ?