Aku lari dari rumah karena tidak tahan melihat rumah tangga orang tuaku yang berantakan. Terus aku ingin hidup mandiri. Aku melamar menjadi pembantu di rumah orang kaya. Majikanku yang lelaki umurnya 50 tahun, dia direktur perusahaan swasta, sementara istri pertamanya sudah meninggal, sedangkan istri keduanya jauh lebih muda dari dia, dia juga direktris di perusahaan swasta. Anak majikanku dari istri pertama dua orang, keduanya sudah menikah dan tinggal di tempat lain. Sedangkan dari keduanya baru satu, masih kecil sekitar 2 tahun. Memasuki bulan kedua aku bekerja, majikanku yang wanita sering pulang cepat dari kantor. Biasanya dia pulang pukul 5 sore. Suatu hari dia pulang cepat (jam 9 pagi), tubuhnya nampak lemas.
Aku sedang mandi ketika nyonyaku itu memanggilku.
“Son..!” panggilnya.
Aku terburu-buru meninggalkan kamar mandi dengan hanya melilitkan handuk di tubuhku. Tertegun nyonyaku waktu melihatku berdiri di hadapannya dengan hanya memakai handuk. Aku baru sadar kalau dia memandangi tubuhku yang kekar, mungkin hal ini membuat dia menjadi terbayang akan hal jorok.
“Ada apa Bu, Ibu kok kelihatan sakit?”
“Iya nich.., pundak Ibu agak sakit.”
“Kenapa nggak minta tolong Inem untuk memijit Ibu..?”
“Iya sich, tapi Inem lagi ke pasar.”
“Kalau mau.., Saya bisa bantuin pijit sebentar Bu, supaya bisa agak baikan.”
“Boleh dech..”
Lalu saya pijat pundaknya sebentar, kelihatannya sih tidak terlalu banyak masalah dengan pundaknya.
“Wah nikmat juga ya pijatanmu, sebenarnya punggung Ibu juga agak keseleo sedikit.”
“Ibu mau dipijitin punggungnya, tapi kalau pijit punggung harus sambil tidur karena posisinya susah kalau sambil berdiri.” kataku.
“Boleh saja.., kalau begitu Kita ke kamar Ibu saja ya..? Yuuk..!” katanya.
Saya ikuti langkahnya menuju kamar dia. Sampai di kamar, langsung saja dia tidur telungkup di tengah tempat tidur.
Lalu, “Son, langsung saja Kamu naik di tempat tidur dan pijitin Ibu, kalau butuh minyak gosok, itu ada di meja rias Ibu.”
Saya ambil minyak gosok yang dimaksud dan menuju ke tempat tidurnya, lalu, “Bu, bajunya tolong dibuka bagian atasnya supaya Saya bisa pijit punggung Ibu.”
Terus dia bangun lagi dari tempat tidurnya dan melepas dasternya. Ternyata di balik dasternya itu sudah tidak ada apa-apa lagi, alias full bugil. Saya hanya bisa bengong saja melihat pemandangan yang aduhai ini, body-nya termasuk lumayan bagus, dengan payudaranya yang tidak terlalu besar dan putingnya yang tegak menantang berwarna coklat kemerahan. Bulu kemaluannya yang di potong pendek dan rapih berbentuk segitiga, dan pantatnya yang montok terlihat jelas. Karena bodinya yang yahut itu, langsung tegang batang kejantanan saya dibuatnya. Dia tersenyum saja melihat saya terkesima memandangi tubuhnya.
“Son, jangan bengong achh, cepet bantuin Ibu.” katanya manja.
“Son, cepet saja tuh handuknya dilepas, lihat tuch yang di dalam sudah pingin nongol lihat temennya..!” katanya.
Karena saya hanya pakai handuk yang dililitkan, tentu saja batang kejantanan saya yang sudah tegang berat muncul dari lilitan dan kelihatan kepala kemaluan saya. Melihat saya masih bengong saja, dia dekati saya sambil menarik lilitan handuk saya. Begitu handuk saya lepas, penis saya langsung mengacung.
“Son, gede juga ya kontolmu,” sambil dipijit-pijit dengan lembut dan dia jilati batang kejantanan saya dan sekali-sekali memasukkan penis saya ke mulutnya sampai setengahnya, saya sudah tidak bisa berpikir apa-apa lagi karena rasanya nikmat sekali.
“Bu, jadi nggak punggungnya dipijit..?” kataku selagi batang kemaluanku dihisap-hisap oleh mulutnya.”Oh.. ya. Ibu jadi lupa..” katanya sambil telungkup di tempat tidur.
Lalu, aku mulai memijat punggungnya.
“Kamu udah punya pacar Son..?” tanyanya memecah keheningan.
“Belum Bu..”
“Wah.., Kamu masih perawan dong..?” katanya bercanda.
Aku hanya tersenyum saja menjawab pertanyaannya.
“Turun dikit Son..!” aku pun menurunkan pijatanku dari bahu ke punggungnya.
“Kamu duduk aja di atas pantat Ibu.., supaya bisa lebih kuat pijitannya..!”
Aku yang semula mengambil posisi duduk di sampingnya, sekarang duduk di atas pantatnya.
“Unghh.. badan Kamu berat sekali..” dia mendengus tertahan waktu aku duduk di atas pantatnya.
“Hehehe.. tapi katanya suruh duduk disini..?” cuek saja aku melanjutkan pijatanku.
Batang kejantananku sudah terasa menegang sekali. Karena tekanan tubuhku ke depan, maka sesekali batang kejantananku masuk ke belahan pantatnya. Aku merasa nikmat dan hangat sewaktu penisku kutekan ke pantatnya.
“Iiihh.. nakal ya..” katanya sewaktu merasakan batang keperkasaanku menekan-nekan pantatnya.
“Udah belom Bu..?” kataku setelah beberapa jam memijat punggungnya.
“Iyah.. Kamu berdiri dulu deh.. Ibu mo balik..”
Aku berdiri dan dia sekarang berbalik posisi. Sekarang aku bisa melihat wajahnya yang cantik dengan jelas, payudaranya yang masih kencang itu berdiri tegak di hadapanku. Aku sampai terbengong beberapa detik dibuatnya.
“Hey.. pijit bagian depan dong sekarang..!” katanya.
“Lho.., katanya disuruh mijit punggung, kok sekarang tambah lagi sih Bu..?” kataku.
“Udah cepet.., pijit buah dadaku ini.. cepet gih..!” katanya manja.
Lalu kududuk di atas pahanya, kupijat dan kuremas dengan lembut kedua buah dadanya. Lalu kupuntir-puntir puting susunya dengan jari-jariku.
“Ihh.. geli.. hihihihi..” cekikikan dia.
“Udah Son, sekarang bagian memek Ibu.. ya..?”
Terus dia membuka lebar kedua pahanya, maka terlihatlah dengan jelas vaginanya dengan bulu-bulu halus yang dicukur dengan rapih membentuk segitiga di sekitarnya.
“Udah pernah lihat memek belum Kamu Son..?” tanyanya karena heran melihatku bengong.
“Ehh.. nggak kok Bu.. baru sekali ini..” nafasku sudah memburu, kata-kata pun sudah sulit kuucapkan dengan tenang.
Kulihat nafas dia juga sudah mulai memburu, berkali-kali dia menarik nafas panjang untuk menenangkan diri.
Lalu, “Jilatin memek Ibu dong Son..!” katanya memelas.
Mulanya aku ragu-ragu, tapi kudekatkan juga kepalaku ke liang senggamanya. Tidak ada bau tidak enak sama sekali, dia rajin menjaga kebersihan vaginanya kukira. Kujulurkan lidahku menjilati dari bawah menuju ke pusar. Beberapa menit aku bermain-main dengan bibir vaginanya. Dia hanya bisa mengerang dan menggelinjang kecil menahan nikmat. Kulihat dia meremas sendiri buah dadanya dan memuntir-muntir sendiri puting susunya. Beberapa saat kemudian dia meronta dengan kuat.
“Aaahh.. ohh yess.. aargghh..” dia menjepit kepalaku dengan pahanya, lalu menekan kepalaku supaya menempel lebih kuat lagi ke liang senggamanya dengan dua tangannya. Aku susah bernafas dibuatnya.
“Lagi.. arghh.. klitorisnya Sonn.. sshh.. yah.. yah.. lagi.. oohh..” makin menggila lagi dia ketika aku mengulum klitorisnya dan memainkannya dengan lidahku di dalam mulut.
Aku memasukkan lidahku sedalam-dalamnya ke dalam lubang kenikmatannya. Bau cairan kewanitaan semakin keras tercium. Vaginanya benar-benar sudah basah. Tiba-tiba dia menjambak rambutku dengan kuat, dan menggerakkan kepalaku naik turun di permukaan liang senggamanya dengan cepat dan kasar. Lalu dia menegang, dan tenang.
Saat itu juga, aku merasa cairan hangat semakin banyak mengalir keluar dari liang senggamanya. Aku jilati semuanya.
“Ohh.. Kau.. bener-bener hebat Sonn.. lemes Ibu.. aahh..” dia terbujur lemas setelah melalui setengah jam yang melelahkan itu.
Aku hanya tersenyum. Perlahan kutarik kedua kakinya ke tepi tempat tidur, kubuka pahanya selebar-lebarnya dan kujatuhkan kakinya ke lantai. Bibir kemaluannya sekarang terbuka lebar. Nampaknya dia masih terbayang-bayang atas peristiwa tadi dan belum sadar atas apa yang kulakukan sekarang padanya. Begitu dia sadar, batang kejantananku sudah menempel di bibir vaginanya.
“Ohh..” dia hanya bisa menjerit tertahan.
Lalu dia pura-pura meronta tidak mau. Aku juga tidak tahu bagaimana cara memasukkan batang kemaluanku ke dalam liang senggamanya. Aku sering lihat di film-film, dan mereka melakukannya dengan mudah. Tapi ini sungguh berbeda. Lubangnya sangat kecil, mana mungkin bisa masuk pikirku. Tiba-tiba kurasakan tangannya memegang batang kejantananku dan membimbing senjataku ke liang kenikmatannya.
“Tekan disini Son.. pelan-pelan yah.. punya Kamu gede banget sih..!” pelan dia membantuku memasukkan penisku ke dalam liang surganya.
Belum sampai seperempat bagian yang masuk, dia sudah menjerit-menjerit kesakitan.
“Aahh.. sakitt.. ooh.. pelan-pelan Son.. aduuh..” tangan kirinya masih menggenggam batang penisku, menahan laju masuknya agar tidak terlalu deras.
Sementara tangan kanannya meremas-remas kain sprei, kadang memukul-mukul tempat tidur. Aku merasakan batang kejantananku diurut-urut di dalam liang senggamanya. Aku berusaha untuk memasukkan lebih dalam lagi, tapi tangannya membuat penisku susah untuk masuk lebih ke dalam lagi. Aku menarik tangannya dari batang keperkasaanku, lalu kupegang erat-erat pinggulnya.
Kemudian kudorong batang kejantananku masuk sedikit lagi.
“Aduhh.. sakkitt.. oohh.. sshh.. lagi.. lebih dalam Sonn.. aahh” kembali dia mengerang dan meronta.
Aku juga merasakan kenikmatan yang luar biasa, tak sabar lagi kupegang erat pinggulnya supaya dia berhenti meronta, lalu kudorong sekuatnya batang keperkasaanku ke dalam. Kembali dia menjerit dan meronta dengan buas. Aku diam sejenak, menunggu dia supaya agak tenang. Aku lalu menggoyang penisku keluar masuk di dalam vaginanya. Dia terus membimbingku dengan menggerakkan pinggulnya seirama dengan goyanganku. Lama juga kami bertahan di posisi seperti itu. Kulihat dia hanya mendesis, sambil memejamkan mata.
Tiba-tiba kurasakan vaginanya menjepit penisku dengan sangat kuat. Tubuhnya mulai menggelinjang, nafasnya mulai tidak karuan, dan tangannya meremas-remas payudaranya sendiri.
“Ohh.. oohh.. Ibu udah mo keluar nih.. sshh.. aahh..” goyangan pinggulnya sekarang sudah tidak beraturan.
“Kamu masih lama nggak Son..? Kita keluar bareng aja yuk..! Aahh..” aku tidak menjawab, aku mempercepat goyanganku.
“Aahh.. ohh.. Ibu.. keluar Sonn.. oohh.. yess..!” dia menggelinjang dengan hebat, kurasakan cairan hangat keluar membasahi pahaku.
Aku semakin bersemangat menggenjot. Aku juga merasa bahwa aku bakal keluar tidak lama lagi.
“Aahh.. sshh..” kusemprotkan saja cairanku ke dalam liang senggamanya. Lalu kucabut kejantananku, dan terduduk di lantai.
“Kamu hebat.. udah lama Ibu nggak pernah klimaks..” katanya.
“Aaah.. capek Bu..”
“Mandi yuk..! Lengket-lengket nih jadinya..” dia berjalan ke kamar mandi dan aku mengikutinya.
Kami saling membersihkan tubuh di bawah siraman shower. Setelah mandi, kami tidur-tiduran tanpa busana, berciuman, bercumbu ringan dan saling berpelukan.
Selagi kami berdua bercanda, tiba-tiba pintu kamar terbuka. Kami berdua kaget, dan ternyata suami dari majikanku masuk sambil membawa pentungan.
“Kurang ajar, anak tidak tahu balas budi. Sudah diberi pekerjaan ee.., malah bertindak kurang ajar dengan istriku.” katanya sambil mengayunkan pentungan itu ke kepalaku dan, “Tuunngg..!” kepalaku terkena pukulan, lalu gelap gulita.
Sewaktu aku tersadar dari pingsan, aku membuka mata. Kulihat sekeliling, disitu terlihat orang berpakaian putih.
“Aku ada dimana..?” kataku agak lemah.
“Tenang.., saudara ada di rumah sakit.. lebih baik saudara istirahat, agar kesehatan saudara bisa pulih.”
Lalu aku tertidur lagi.
Esok paginya setelah kubangun dari tidurku, aku berniat meninggalkan rumah sakit ini, soalnya aku tidak mungkin bisa membayar biaya rumah sakit. Setelah itu aku pergi meninggalkan rumah sakit. Tidak terasa sudah cukup jauh juga meninggalkan rumah sakit. Dan kakiku sudah mulai terasa pegal. Aku duduk beristirahat di kursi taman, memandangi orang-orang yang masih juga berolah raga dengan segala macam tingkahnya.
Belum lama aku duduk beristirahat, datang seorang gadis yang langsung saja duduk di sebelahku. Hanya sedikit saja aku melirik, cukup cantik juga wajahnya. Dia mengenakan baju kaos yang ketat tanpa lengan, dengan potongan leher yang lebar dan rendah, sehingga memperlihatkan seluruh bahu serta sebagian punggung dan dadanya yang menonjol dalam ukuran cukup besar. Kulitnya putih dan bersih, celana pendek yang dikenakan membuat pahanya yang putih dan padat jadi terbuka. Cukup leluasa untuk memandangnya. Aku langsung berpura-pura memandang jauh ke depan, ketika dia tiba-tiba saja berpaling dan menatapku.
“Lagi ada yang ditunggu Mas..?” tegurnya tiba-tiba.
Aku terkejut, tidak menyangka kalau gadis ini menegurku. Cepat-cepat kumenjawab dengan agak gelagapan juga. Karena tidak menduga kalau dia akan menyapaku.
“Tidak. Eh, Kamu sendiri..?” aku balik bertanya.
“Sama, Aku juga sendirian.” jawabnya singkat.
Aku berpaling dan menatap wajahnya yang segar dan agak kemerahan. Gadis ini bukan hanya memiliki wajah yang cukup cantik, tapi juga punya bentuk tubuh yang bisa membuat mata lelaki tidak berkedip memandangnya. Apa lagi pinggulnya yang bulat dan padat berisi. Bentuk kakinya juga indah. Entah kenapa aku jadi tertarik memperhatikannya.
“Kita jalan-jalan yuk..!” ajaknya tiba-tiba sambil bangkit berdiri.
“Kemana..?” tanyaku ikut berdiri.
“Kemana saja, dari pada bengong di sini.” sahutnya.
Tanpa menunggu jawaban lagi, dia langsung mengayunkan kakinya dengan gerakan yang indah dan gemulai. Bergegas aku mengikuti dan mensejajarkan ayunan langkah kaki di samping sebelah kirinya. Beberapa saat tidak ada yang bicara. Namun tiba-tiba saja aku jadi tersentak kaget, karena tanpa diduga sama sekali, gadis itu menggandeng tanganku. Bahkan sikapnya begitu mesra sekali. Padahal baru beberapa detik bertemu. Dan aku juga belum kenal namanya. Dadaku seketika jadi berdebar menggemuruh tidak menentu. Kulihat tangannya begitu halus dan lembut sekali. Dia bukan hanya menggandeng tanganku, tapi malah mengge1ayutinya. Bahkan sesekali merebahkan kepalanya di bahuku yang kekar.
“Eh, nama Kamu siapa..?” tanyanya, memulai pembicaraan lebih dulu.
“Sony,” sahutku.
“Akh.., kayak nama merk TV aja,” celetuknya.
Aku hanya tersenyum saja sedikit.
“Kalau Aku sih biasa dipanggil Lilis,” katanya langsung memperkenalkan diri sendiri.
“Nama Kamu seindah orangnya.” aku memuji hanya sekedar berbasa-basi saja.
“Eh, boleh nggak Aku panggil Kamu Mas Sony..? Soalnya Kamu pasti lebih tua dariku.” katanya meminta.
Aku hanya tersenyum saja.
“Eh, nasi pecel disana enak lho. Mau nggak..?” ujarnya menawarkan, sambil menunjuk warung di pojok kota.
“Boleh..!” sahutku.
Kami langsung menikmati nasi pecel yang memang rasanya enak sekali. Apa lagi perutku memang lagi lapar. Sambil makan, Lilis banyak bercerita. Sikapnya begitu riang, membuatku jadi senang dan seperti sudah lama mengenalnya. Lilis memang pandai membuat suasana jadi akrab.
Selesai makan, aku dan gadis itu kembali berjalan-jalan. Sementara matahari sudah naik cukup tinggi. Sudah tidak enak lagi berjalan di bawah siraman teriknya mentari. Aku bermaksud mau pulang ke rumah. Tanpa diduga sama sekali, justru Lilis yang mengajakku.
“Mas.., ikut Lilis yuk..! Itu mobilku disana..” katanya sambil menunjuk deretan mobil-mobil yang cukup banyak terparkir.
“Kamu bawa mobil..?” tanyaku heran.
“Iya. Soalnya rumahku kan cukup jauh. Malas kalau naik kendaraan umum,” katanya beralasan.
“Kamu sendiri..?”
Aku tidak menjawab dan hanya mengangkat bahu saja.
“Ikut Aku yuk..!” ajaknya langsung.
Belum juga aku menjawab, Lilis sudah menarik tanganku dan menggandeng aku menuju ke mobilnya. Sebuah mobil Starlet warna biru muda masih mulus, dan tampaknya masih cukup baru. Lilis malah meminta aku yang mengemudi. Lilis langsung menyebutkan alamat rumahnya. Dan tanpa banyak tanya lagi, aku langsung mengantarkan gadis itu sampai ke rumahnya yang berada di lingkungan komplek perumahan elite. Sebenarnya aku mau langsung pulang. Tapi Lilis menahan dan memaksaku untuk singgah.
“Ayo.., masuk dulu Mas..!” sambil menarik tanganku, Lilis memaksa dan membawaku masuk ke dalam rumahnya.
Bahkan dia langsung menarikku ke lantai atas. Aku jadi heran juga dengan sikapnya yang begitu berani membawa laki-laki yang baru dikenalnya ke dalam kamar.
“Tunggu sebentar ya..!” kata Lilis setelah membawaku ke dalam sebuah kamar.
Kuyakin kalau ini pasti kamarnya. Sementara gadis itu meninggalkanku seorang diri, entah kemana perginya. Tapi tidak lama dia sudah datang lagi. Dia tidak sendiri, tapi bersama dua orang gadis lain yang sebaya dengannya. Dan gadis-gadis itu juga memiliki wajah cantik serta tubuh yang ramping, padat dan berisi.
Aku jadi tertegun, karena mereka langsung saja menyeretku ke tempat tidur. Lalu mereka tiba-tiba mengikat tanganku dan kakiku hingga terbaring telentang di ranjang. Aku benar-benar terkejut, tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Karena kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba sekali, hingga aku tidak sempat lagi untuk melawan. Mungkin karena aku tadi bengong memperhatikan 3 cewek cantik di hadapanku.
Lalu tiba-tiba Lilis mulai melepaskan bajunya. Lilis bukan hanya menanggalkan bajunya, tapi dia melucuti seluruh penutup tubuhnya. Sekujur tubuhku jadi menggigil, dadaku berdebar, dan kedua bola mataku jadi membeliak lebar saat Lilis mulai melepaskan pakaian yang dikenakannya satu persatu sampai polos sama sekali. Akhh, tubuhnya super luar biasa bagusnya. Baru kali ini aku melihat payudara seorang gadis secara dekat, payudaranya besar dan padat. Bentuk pinggulnya ramping dan membentuk bagai gitar yang siap dipetik. Bulu-bulu kemaluannya tumbuh lebat di sekitar kemaluannya. Sesaat kemudian Lilis menghampiriku, dan merenggut semua pakaian yang menutupi tubuhku, hingga aku henar-benar polos dalam keadaan tidak berdaya.
Bukan hanya Lilis yang mendekatiku, tapi kedua gadis lainnya juga ikut mendekati sambil menanggalkan penutup tubuhnya.
“Eh, apa-apaan ini..? Toloonngg..!” aku membentak kaget.
“Berteriaklah kamu sekuatnya.., kamar ini kedap suara.. Ohh tubuhmu sungguh ok.. Mas..!” katanya.
Lilis mulai menciumi wajah serta leherku dengan hembusan napasnya yang keras dan memburu. Aku menggelinjang dan berusaha meronta. Tapi dengan kedua tangan terikat dan kakiku juga terentang diikat, tidak mudah bagiku untuk melepaskan diri. Sementara itu bukan hanya Lilis saja yang menciumi wajah dan sekujur tubuhku, tapi kedua gadis lainnya juga melakukan hal yang sama. Sekujur tubuhku jadi menggeletar hebat, seperti tersengat listrik 1 juta volt, ketika merasakan jari-jari tangan Lilis yang lentik dan halus menyambar dan langsung meremas-remas bagian batang kejantananku. Seketika itu juga batang kemaluanku tiba-tiba menggeliat-geliat dan mengeras secara sempurna, aku tidak mampu melawan rasa kenikmatan yang kurasakan akibat kemaluanku dikocok-kocok dengan bergairah oleh Lilis. Aku hanya bisa merasakan seluruh batang keperkasaanku berdenyut-denyut nikmat.
Aku benar-benar kewalahan dikeroyok tiga orang gadis yang sudah seperti kerasukan setan. Gairahku memang terangsang seketika itu juga. Tapi aku juga ketakutan setengah mati. Berbagai macam perasaan berkecamuk menjadi satu. Aku ingin meronta dan mencoba melepaskan diri, tapi aku juga merasakan suatu kenikmatan yang biasanya hanya ada di dalam khayalan dan mimpi-mimpiku. Aku benar-benar tidak berdaya ketika Lilis duduk di atas, dan merjepit pinggangku dengan sepasang pahanya yang putih mulus dan padat. Sementara dua orang gadis lainnya yang kutahu bernama Ratih dan Sari terus menerus menciumi wajah, leher dan sekujur tubuhku.
Sementara itu, Lilis semakin asyik menaik-turunkan pantatnya di atas tubuhku. Meskipun ada rasa takut dalam diriku, tetapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang amat sangat, baru kali ini kejantananku merasakan kelembutan dan hangatnya lubang senggama seorang gadis, lembut, rapat dan super basah. Lilis pun merasakan kenikmatan yang sama, bahkan sesekali aku mendengar dia merintih tertahan. Lilis terus menggenjot tubuhnya dengan gerakan-gerakan yang luar biasa cepatnya, membuatku benar-benar tidak kuasa lagi menerima kenikmatan bertubi-tubi. Aku berteriak tertahan. Lilis yang mendengarkan teriakanku ini tiba-tiba mencabut vaginanya dan secara cepat tangannya meraih dan menggenggam batang kemaluanku dan melakukan gerakan-gerakan mengocok yang cepat. Hingga tidak lebih dari beberapa detik kemudian, aku merasakan puncak kenikmatan yang luar biasa, berbarengan dengan spermaku yang menyemprot dengan derasnya. Lilis terus mengocok-ngocok batang keperkasaanku sampai spermaku habis dan tidak bisa menyemprot lagi. Tubuhku merasa ngilu dan mengejang.
Tetapi Lilis rupanya tidak berhenti sampai disitu, kemudian dengan cepat dia dibantu dengan kedua temannya menyedot seluruh spermaku yang bertebaran sampai bersih. Dia memulai kembali menggenggam batang kejantananku erat-erat dengan genggaman tangannya, sambil mulutnya juga tidak lepas mengulum kepala penisku. Perlakuannya ini membuat batang keperkasaanku yang biasanya setelah orgasme menjadi lemas, kini menjadi dipaksa untuk tetap keras, dan upaya Lilis benar-benar hebat, batang kejantananku tetap dalam keadaan keras, bahkan semakin sempurna. Lilis kembali memasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya kembali, dan dengan cepatnya Lilis menggenjot kembali vaginanya yang sudah berisikan batangan penisku.
Aku merasakan agak lain pada permainan yang kedua ini. Kejantananku terasa lebih kokoh, stabil dan lebih mampu meredam kenikmatan yang kudapat. Tidak lebih dari sepuluh menit, Lilis tiba-tiba menjerit dengan tertahan, lalu dia menghentikan genjotannya. Matanya terpejam menahan sesuatu. Aku bisa merasakan liang senggamanya berdenyut-denyut dan menyedot-nyedot batang kemaluanku. Hingga akhirnya Lilis melepaskan teriakannya saat dia merasakan puncak kenikmatannya. Aku merasakan lubang kenikmatan Lilis tiba-tiba lebih merapat dan memanas, dan aku merasakan kepala penisku seperti tersiram cairan hangat yang keluar dari liang senggamanya. Saat Lilis mencabut vaginanya, kulihat cairan hangat mengalir dengan lumayan banyak di batang keperkasaanku.
Setelah Lilis baru saja mendapatkan orgasmenya, Lilis menggelimpang di sebelah tubuhku setelah mencapai kepuasan yang diinginkannya. Melihat itu, Sari langsung menggantikan posisinya. Gadis ini tidak kalah liarnya. Bahkan jauh lebih buas lagi daripada Lilis. Membuat batang kejantananku menjadi sakit dan nyeri. Hanya dalam tidak sampai satu jam, aku digilir tiga orang gadis liar. Mereka bergelinjang kenikmatan dengan dalam keadaan tubuh polos di sekitarku, setelah masing-masing mencapai kepuasan yang diinginkannya.
Sementara itu, aku hanya bisa pasrah.., pasrah dan pasrah, tanpa dapat berbuat apa-apa. Bagaimana mungkin aku bisa melakukan sesuatu dengan kedua tangan dan kaki terikat seperti ini. Aku hanya bisa berharap mereka cepat-cepat melepaskanku, sehingga aku bisa pulang dan melupakan semuanya. Tapi harapanku hanya tinggal angan-angan belaka. Mereka tidak melepaskanku, hanya menutupi tubuhku dengan selimut. Aku malah ditinggal seorang diri di dalam kamar ini, masih dalam keadaan telentang dengan tangan dan kaki terikat tali kulit. Aku sudah berusaha untuk melepaskan diri. Tapi justru membuat pergelangan tangan dan kakiku jadi sakit. Aku hanya bisa mengeluh dan berharap gadis-gadis itu akan melepaskanku.
Lalu, tiba-tiba, “Cut.., cut.., cut..! Good.., goodd goodd.., bagus sekali.. oh terima kasih sayang.”
Aku kaget sekali melihat di sekelilingku berkumpul banyak orang, dan semua wanita. Ada yang membawa kamera dan alat-alat lainnya. Ternyata aku sedang menjadi bintang film porno. Ooo.., sial lagi aku. Sudah kepala benjol, lalu diperkosa, terus aku jadi bintang BF.
“Ooo.. Mama.., Papa.., maafkan anakmu ini.” batinku.
Lalu salah seorang crew melepaskan ikatanku sambil menjilat batang kejantananku yang masih basah. Ohh sedapnya. Setelah itu aku langsung saja memakai bajuku, lalu sekuat tenaga aku berlari meninggalkan tempat laknat itu. Sesampai di jalan, aku berlari menyeberang tanpa menoleh.
Dan, “Brraakk..! Gedebukk..!” aku terbangun dan melihat diriku terbaring di bawah ranjang sambil memeluk guling kesayanganku.
“Ohh.., hee.. hhee.. hii.. hii.., ternyata gue lagi bermimpi. Sorry.. yee..”
TAMAT
No comments:
Post a Comment