Jadilah Lelaki Perkasa, Seperkasa Kuda Putih

Monday, July 29, 2013

anak-anak kosnya mama 2


Anak2 Kosnya Mama 2

Nah, sekarang semua cowok yang ada lima orang mengalihkan perhatiannya padaku. "Kartu baru, aku masuk!" Aku tahu mata mereka sempat menangkap dua tonjolan di dadaku yang mengacung di balik kaosku. Ukurannya tidak besar memang, tapi cukup menggiurkan, who says they have to be big to be beautiful? Kaos putih polos yang pas di tubuhku (tidak ketat dan tidak juga kedodoran) seakan menunjuk ke mana exactly puting susuku terletak. Biar saja, aku memang bukan anak kecil lagi, pasti dengan begitu mereka takkan menolak aku main. Kalau masih menolak, aku akan pergi! Hayo! enggak rela kan?

Lima pasang mata lelaki di sekelilingku mulai sering melirikku. Pikiranku mulai nakal. Walaupun aku bukan penggemar group seks, berada di tengah lima laki-laki atraktif dan menjadi pusat perhatian mereka tak enggan membuat darahku naik. Aku tergoda untuk makin menarik perhatian mereka. Sambil menunggu permainan itu berakhir, aku melipat kaki dan tanganku dengan gayaku yang khas, perlahan tapi pasti, memperlihatkan lipatan antara paha dan pantatku dan juga memperjelas bentuk buah dadaku. Kini mereka tak malu-malu "menonton" aku. Aku tersenyum menang. Aku melarikan lidahku membasahi bibirku. Lalu sambil mengikat rambutku ke belakang membuat buntut kuda, perlahan-lahan aku membuka kedua pahaku dan menutupnya kembali; aku bikin scene seperti Sharon Stone di Basic Instinct di mana dia memamerkan bulu kemaluannya saat diinterogasi polisi-polisi. Hmm.. aku sangat menikmati wajah-wajah terkejut dan takjub di sekelilingku, lima pasang mata semua tertuju ke arahku, tak terhalangi meja karena tinggi meja tengah itu hanya selutut. Aku yakin beberapa dari mereka sempat mengintip sesuatu di selangkanganku. Mungkin hanya sedikit bulu-bulu halus, mungkin juga bibir kemaluanku.. entahlah, aku tidak pernah double check. Tapi hasilnya: Instant Erection.

Berkali-kali aku praktekan "show" ini di depan pacarku seorang; tapi kini di hadapan lima laki-laki strangers, oh..! sensasi yang muncul lima kali lebih nikmat. Imajinasiku mengalir dengan bebas.. andai musik jazz di latar belakang diubah menjadi freestyle/house music, rasanya aku bisa menari-nari mempertunjukkan strip show. Aku berdiri di tengah-tengah mereka menggantikan kartu-kartu menelanjangi diriku sendiri, sambil meliuk-liukkan pinggulku aku singkapkan kemolekan satu persatu anggota tubuhku dari yang "wajar-wajar saja" ke yang paling private, semuanya terungkap tidak menyisakan sedikitpun tanda tanya dalam imajinasi mereka. Lalu berakhir dengan aku di atas meja disetubuhi mereka satu demi satu bergiliran, atau.. tubuhku tak berpijak, terayun-ayun di udara sementara dipapah tangan-tangan kokoh sebagian dari mereka dan sebagian lagi bergerak memuaskanku.


Ahem.. well, tidak sampai itu tentunya. Bahkan, bukan seperti biasanya aku begini, aku adalah orang yang lebih mengandalkan otakku untuk menarik perhatian cowok, ini adalah pertama kalinya aku berbuat kotor. Dari dulu aku memang anak remaja yang polos, sampai bertemu Venis. Dia telah banyak mengenalkan aku hal-hal yang baru.

Di tengah ruang itu kami hanya berbincang-bincang, sedikit ngeres. Menyegarkan memang, apalagi melihat batang kemaluan Tikno yang berdiri tegang dengan bebas, dia sama sekali tidak berusaha menutupi, berbeda dengan Jojon yang ngumpet-ngumpet membetulkan letak kemaluannya. Hihihi.. Walaupun duitku hampir ludes, aku sempat mengorek banyak dari mereka. Dengan gencar bertanya ini itu (mengenai topik-topik yang hanya pantas dibahas oleh orang dewasa), namun berkelit jika ditanya. Well, dari sini aku mendapat pengetahuan yang lumayan, termasuk terminologi seks Indonesia yang tak pernah kudengar sebelumnya.

Aku teringat Donat. Untung Donat sedang nonton TV di ruang lain. Laki-laki yang baik itu tentunya sudah pingsan jika melihat adegan tadi, atau mungkin kabur menjauh. Pernah satu kali aku mengenakan blouse v-neck yang menunjukkan sedikit bukit atas dadaku, dia sampai menelan ludah berkali-kali. Aku berani bertaruh dia tidak pernah menyentuh wanita seumur hidupnya.

Seminggu kemudian. Di suatu hotel di Jakarta

Malam hari di atas ranjang, aku merenungkan Duren yang sedang berbaring di sofa, tidak berselimut atau berbantal. Dia tidak tega meninggalkanku sendiri menginap di hotel. Rencananya dia akan pulang ke rumah orang tuanya sendiri di Jakarta, tapi di menit-menit terakhir dia ingin menjagaku. Kelihatannya dia mengkhawatirkan aku. Besok Riko, cowok yang ganteng itu akan datang menemuiku di hotel ini. Mungkin Duren takut Riko akan datang malam ini juga mengetahui bahwa aku sendirian. Mama memang mempercayakan aku kepada Duren. Mulanya Mama menyuruhku menginap di rumah saudaranya kalau aku ingin jalan-jalan keliling Jakarta tapi aku tidak suka numpang-numpang di rumah orang lain.

Aku tertidur. Tengah malam jam 2 aku terbangun. Aku lihat Duren masih di sofa, sedang berusaha tidurkah? Kasihan dia, tentunya kedinginan. Kupikir dia baik sekali, rela kedinginan dan tidur di sofa, dan tidak sedikitpun keluhan keluar dari mulutnya. Cowokku sendiri tentunya akan protes keras disuruh tidur di sofa.
"Ren, matiin aja AC-nya," aku usul.
Dia bergerak memberi respon. Ternyata dia memang tidak bisa tidur.
"Engga usah Khris, nanti kamu kepanasan."
Aku memang benci kepanasan, dimana-mana aku selalu menyalakan AC.
"Tidurnya enggak nyaman ya?"
"Nggak papa kok."

Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku menawarkan dia untuk tidur di sisiku. Tawaranku diterimanya. Duren tidak tidur, aku tahu. Kami berdua tidak bisa tidur. Aku sendiri tidak memikirkan akan kemungkinan yang bisa terjadi. Selama ini aku dekat dengan Duren, kadang-kadang di saat-saat casual aku menempatkan tanganku di pahanya, atau tangannya memegang bahuku. Dia tidak pernah kurang ajar, bahkan setelah kami berjudi bersama minggu lalu. Tapi tiba-tiba kesunyian itu pecah, Duren menindihku, menyerbu leher dan wajahku dengan ciumannya yang bertubi-tubi. Dia mendesah, "Napasmu membuat aku tidak bisa tidur." Ciumannya enak sekali, panas dan penuh bara, terasa lain dari yang pernah kurasakan. Memang aku kaget, tapi setelah kaget itu hilang, aku tidak menolak meskipun tidak juga membalas. Tangannya menyerbu dada, pinggang dan pantatku. Aku merasakan tonjolan keras di celananya menekan-nekan tubuhku. Sshh.. tak tahan aku tidak menyentuhnya, tanganku menyusup ke dalam celana pendeknya dan meremas bagian itu dan melepasnya kembali. Ciumannya turun ke dadaku sambil berusaha menelanjangi bagian itu. "Oh.. jangan Ren, jangan ke sana," aku mempertahankan bajuku sambil menggelinjang geli. Duren berdiri melepas semua baju dan celananya sendiri, lalu tangannya beralih dengan cepat memelorotkan celana pendekku tanpa sempat kucegah. "Ren! tolong jangan lakukan," aku memohon. Ciumannya memang sedap, tapi aku tidak sudi disetubuhinya. Duren kembali mencumbu bagian wajahku.

Aku mulai berpikir. Apa yang sedang kulakukan? Selama ini hanya ada satu pria yang pernah menyetubuhiku. Dia adalah kekasihku sendiri. Setelah mendapatkan hatiku, dia harus berjuang keras berbulan-bulan untuk mendapatkan tubuhku. Lantas, siapa orang di hadapanku ini? Kenal juga baru-baru ini. Tidak bisa! aku menjerit. Ren, pergi kau. Aku tidak sehina itu. Aku dorong tubuhnya kuat-kuat. Kakiku menendang-nendang di udara. Rupanya nafsu Duren yang sudah tinggi mengalahkan segala-galanya. Dengan segenap tenaganya, dia menekan tubuhku, berhasil mengoyakkan celana dalamku dan mengarahkan batang kemaluannya ke arah liang kemaluanku. Belasan kali dia mengarahkan, belasan kali pula aku mengelak. Akhirnya di saat aku lelah, dia keluar sebagai pemenang. Dia menghunjami tubuhku dengan barangnya yang besar. Besar dan panjang sekali. Aku tak berdaya. Hatiku sakit, kewanitaanku perih. Aku hanya memejamkan mata dan menangis. Semenit kemudian, dia berkata, "Jangan khawatir, aku akan bertanggungjawab." Heran, kubuka mataku. Nyatanya dia sudah selesai.

Aku berbaring lama sambil berpikir. Apakah Duren sudah menumpahkan air maninya di dalam tubuhku? Rasanya terlalu cepat. Tapi dia bilang dia akan tanggung jawab? Apa maksudnya? Hah! maksudnya kalau aku hamil? Apaan? Aku tidak mau dinikahinya sekalipun aku hamil. Sekolahnya belum selesai dan kerja pun belum mapan. Suara "Maaf" terdengar sayup-sayup. "You used me," desisku.

Setelah kurasakan tenagaku kembali, aku berdiri, memakai celanaku. Lalu ke dekat pintu memungut sepatuku yang bertumit 10 senti. Bukan tumit lancip yang mampu melubangi kepala Duren, tapi cukup keras untuk membuat tubuhnya biru-biru. Dengan histeris, aku menyerangnya dengan sepatu itu. "Kalau pacarku tau, dia akan terbang ke sini dan menembakmu."

So, inilah permulaan dari segalanya. Pertama kalinya aku mengkhianati kekasihku yang jauh. Berkhianatkah aku? Aku memang sudah berniat meninggalkannya. Ini pula awal aku merubah banyak hal dalam hidupku. Aku memang bertemu Riko di pagi harinya sementara Duren pulang ke rumahnya. Riko.. dia orang yang "lain", tampan dan simpatik, kuakui aku pernah menyukainya. Umurnya sudah 25, punya bisnis sendiri di ITC Roxy Mas. Dua tahun yang lalu dia muncul dalam hidupku dan mendekatiku, tapi harus kujauhi karena Venis telah masuk dulu. Alasan aku menemuinya kali ini adalah memberikan kesempatan untuk membuktikan masih adakah chemistry itu. Akan tetapi, mau apa lagi sekarang? Semangatku sudah putus.

Hari-hariku berikutnya.. aku malu mengakuinya setelah apa yang dilakukannya terhadapku, aku menjalin hubungan yang lebih dekat dan intim bersama Duren. Perbuatan yang tidak bisa kubanggakan. But we had fun together, just for the sex and lust, no love not great sex, but good enough for the time being. Tinggal di atap yang sama. ML di setiap kesempatan datang. Di kamarnya. Di kamarku. Di kamar mandi. Di atap rumah. Di pinggir jalan raya di dalam mobilku. Bahkan di boncengan motornya.

Akibatnya harus kutanggung sendiri. Kami tidak pernah menggunakan protection. Aku ternyata hamil beberapa saat kemudian. Lucky me, aku bisa mendeteksi hal ini awal sekali. Duren sama sekali tidak bertanggung jawab. Dari mana dia punya uang untuk berbuat apa-apa, apalagi dia termasuk penjudi. Pernah terbayang di benakku aku menjadi istrinya, hidup dalam kemiskinan, walaupun mungkin the sex could be great. Untung akal sehatku masih bekerja. Aku mengambil langkah untuk menggugurkan janinku pada tahap kehamilan yang cukup dini. Ini merupakan dosa terbesar dalam hidupku: mengakhiri hidup sebuah janin karena ulahku sendiri.

Bukan itu saja. Duren tidak pernah punya kekasih selulus SMA, kadang- kadang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, dia berhubungan dengan perempuan bayaran di Saritem. Rasa takut akan terhinggap penyakit STD menghantuiku berbulan-bulan setelah perpisahan kami. Akhirnya aku mendapat keberanian untuk ke lab untuk mengecek diri. Hoping for the best and expecting the worst..? no, no, actually, I couldn't even expect anything, I was just hoping and hoping and praying to my god. Bahagia sekali ketika hasil test HIV itu keluar negatif. Sejak insiden itu aku bersumpah kepada diri sendiri bahwa aku tidak akan pernah gegabah lagi.

Semoga cerita di atas bisa dapat menjadi contoh pelajaran buat pembaca. Umm.. gimana ya? nyata atau tidaknya kisah ini adalah rahasiaku sendiri, persis seperti kisah-kisahku yang sebelumnya.. dan yang akan datang, kalau mau menghubungiku melalui email, khususnya cewek cewek yaa! Sampai jumpa di lain cerita.

Anak-anak Kosnya Mama 1

Anak2 Kosnya Mama 1

Cihuuyy! Aku mau pulang ke Indonesia! Kangennya aku sama kota Kembang tempat kelahiranku, teriakan kernet angkot "Dago! Dago! Dago, Neng?" Kangen sama cowok-cowok Indonesia yang keren. Kangen sama makanan Indonesia yang khas. Yep! It's time for serious ngeceng dan makan sebanyak-banyaknya. Bukannya aku jarang pulang, walaupun tidak rutin, aku sering pulang di saat liburan sekolah, kali ini sedikit lain karena tidak ada lagi ikatan sekolah.

Akhirnya aku lulus kuliah beberapa bulan yang lalu. Cihuy lagi! Good Bye, School! Tak mungkin aku akan balik lagi ke tempat yang disebut learning institution; dingin-dingin/panas-panas harus ke kampus, ngantuk/lelah harus belajar, lapar/haus harus ditahan, di saat ujian aku hanya tidur tiga jam sehari. Temanku malah sampai kencing darah karena keseringan menahan pipis (demi belajar?). Hhh.. "sigh" higher education sucks! Mendingan hidupku yang sekarang, duduk di office yang nyaman dan bekerja menurut jadwalku sendiri. Yah, inilah yang namanya bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.

Anyways, ini terjadi ketika umurku 21 tahun. Setamat kuliah di US, aku sempat kerja part time beberapa bulan. Aku belum menginginkan pekerjaan yang tetap disebabkan oleh alasan kepingin istirahat. Personal status pada waktu itu; sudah punya pacar, seorang pria bernama Venis (not with the P, but V) kepada siapa aku telah mempersembahkan milikku yang paling berharga, namun kini rasanya aku inginkan hubungan ini berakhir. Yang namanya spiritual, emotional, intellectual connection itu tidak terasa di antara kami, mungkin yang eksis cuma intellectual. Paling sulit memang mendapat restu dari Venis untuk pergi jauh darinya berbulan-bulan. Sudah kukatakan kepadanya bahwa aku perlu "break" (hei! aku perlu membuka kesempatan bagi pria-pria lain untuk mendekatiku dong). Tapi dia tidak setuju. Ya sudah, aku tinggal saja.


Keberangkatanku agak mengharukan. Rasa kehilangan itu ada, terhadap kekasih yang aku tinggal (Venis adalah lelaki yang mengisi hatiku setelah Ade, some of you may already know the history with him). Entah apa yang akan terjadi jika aku balik lagi ke negeri ini, akan bersama lagikah kami? Aku sempat meneleponnya waktu transit di Changi untuk menyatakan kerinduanku. Tapi, perasaan galauku lenyap begitu aku melihat Mama menjemputku di bandara Cengkareng. Ketika aku keluar dari bandara, suasana jauh berbeda. Wuihh! gerahnya kota ini. (dan.. belum apa-apa sudah lihat cowok kece di restoran!)

Pertama-tama yang kulakukan setiba di Bandung yaitu merayu Mama sampai dia membelikan mobil untukku. Pada mulanya dia memang memenuhi permintaanku, tapi yang dikabulkan; Charade, yang mesinnya cuma 1000cc itu! Kontan aku protes keras. "Maa, sing baleg atuh. Masa Khristi disuruh bawa mobil sekecil itu sih? Mana aman? Ditubruk orang langsung mati deh berikut penumpangnya. Di Amrik mobil Khristi ampir 3000cc!" Permintaanku memang macam-macam, perlu yang otomotis pula, "Sini kan di mana-mana macet melulu, entar betis Khristi gede sebelah gimana?!" Aku masih merengek-rengek. Banyak pertentangan yang keluar dari mulut Mama yang dinamakan "issues", mengenai jalan di Indonesia yang sempit-sempit, bahwa dia juga mesti pinjam uang sana sini, bahwa Papa kurang setuju. Ya sudah deh, aku mengalah, habis anak Mama sih. Akhirnya aku dapat mobil Honda Civic, yang kalau tidak salah nama resmi Indonesianya "Genio". Lumayan walaupun bukan brand new, aku cukup puas, otomatis lagi.

Dengan modal mobilku ini, aku jalan-jalan kesana kemari sendiri, sambil mengenali kembali jalan dan tempat yang sudah lupa-lupa ingat. Aku tidak suka disupiri, not my style. Well, dengan bekal pengalaman nyetir di Amerika, aku nekat keluyuran di jalan-jalan yang sempit dan tidak beraturan itu, kadang ditemani kadang tidak menghindari lalu lintas yang ramai polisi sebab aku tidak punya SIM (akhirnya tertangkap ketika ada razia). Aku menemui beberapa teman lama, mengunjungi sanak saudara, keluar masuk pusat-pusat perbelanjaan, fitness, dan lain sebagainya.

Ada juga beberapa tawaran pekerjaan datang dari kenalan. Aku tolak dengan halus. Hmph! dalam hati aku bersungut-sungut, yang benar saja, untuk apa aku kerja di sini, kalau mau cari duit tentunya aku akan cari pekerjaan di negeri Paman Sam.

Kadang-kadang aku kesepian tidak ada teman di siang hari, kawan-kawanku ternyata sibuk semua, entah sibuk benaran atau pura-pura. Biarlah, mereka dan aku memang susah menyambung lagi. Aku hanya memiliki sepupu yang dari dulu dekat denganku dan dua teman dekat. Seharusnya kakak laki-lakiku bertanggung jawab, aku ingin dia mengenalkanku pada teman laki-lakinya dan harapanku salah satu dari (mereka) keluar sebagai "the perfect guy", supaya aku kecantol padanya dan tidak usah balik lagi ke US. Sialnya, sampai sekarang yang dia kenalkan cuma satu, dan aku tidak berminat.

Pernah ketika pergi dengan segerombolan kawan-kawan yang lain, aku bertemu kakak kelasku yang pernah aku taksir dulu. Selama tiga tahun di SMP aku memperhatikannya! Entah dia mengetahui hal ini atau tidak, tapi hh.. lemas aku ketika melihatnya lagi sekarang, yang jelas dia jauh dari apa yang kubayangkan, sangat mengecewakan, tsk, tsk, tsk! Kelihatannya hidup yang susah telah merubah manusia.

Di belakang rumah kami di daerah Sukajadi, Mama membuka bisnis sendiri yang oke punya. Mama memang hebat. Dia terlatih untuk memanfaatkan banyak hal dalam segala ketidakmampuannya, terutama di saat-saat Papa "kurang" bertanggung jawab. Dia telah mampu me-manage beberapa unit di belakang rumah kami dan memutarnya menjadi tempat kost, yang sekarang jumlah kamarnya ada dua puluh buah, semuanya senantiasa terisi. Penghuninya melebihi 25 orang, ada beberapa kamar yang dihuni dua orang. Mereka umumnya terdiri dari pria dan wanita berusia 17-27 tahun, bekerja atau kuliah, belum nikah. Ada beberapa jenius yang kuliah di perguruan tinggi terkenal, banyak yang sudah tinggal di sini bertahun-tahun, malah ada yang ketemu jodoh di sini dan menikah lalu pindah keluar untuk membina rumah tangganya sendiri. Macam-macam orang dari seluruh pelosok negara Indonesia.

Lama-lama tinggal di rumah, aku jadi mengenali penghuni kost di belakang. Kebanyakan dari mereka tidak ada di rumah di siang hari. Tapi menjelang sore, ruang dapur, beberapa ruang duduk, ruang tamu, bahkan di lorong-lorong yang tidak tersedia kursi pun menjadi semarak. Mereka sibuk makan, masak, ngobrol, main kartu, masuk-masuk kamar orang lain dan sok menjadi tuan rumah di kamar sendiri.

Aku menjadi akrab dengan beberapa dari mereka, salah satunya adalah Randy. Kami memanggilnya Duren. Duren hanya beberapa bulan lebih tua dariku, asal Jakarta, di Bandung bekerja sambil kuliah, orangnya paling ngocol. Wajahnya biasa-biasa saja, tapi bodinya oke banget, pantatnya terlihat padat berisi (later I found out bukan cuma pantatnya yang padat berisi). Setiap hari dia cuma ngantor beberapa jam dan selebihnya lebih sering di rumah. Dialah yang sering kuajak menemaniku keluyuran. Katanya dia sudah kost di sini sejak aku pulang tahun lalu. Yang lainnya adalah Donat, pelesetan dari Doni, penghuni terlama di sana, umur 23-24, tampan, kulitnya putih sekali, otaknya super encer, sayangnya agak pemalu. Menurutku dia benar-benar pemalu. Kami senang sekali menggodanya dan "menodong" makanan di kamarnya.

Well, masih banyak lagi tenant-tenant (pria atau wanita) yang lucu atau "bagus", tapi umumnya sudah punya pasangan. Seperti Fendi dan Tikno yang pacarnya manis dan imut. Tentunya aku tidak punya niat apa-apa terhadap mereka, sampai pada suatu hari. Malam Minggu, rumahku sepi, adik dan kakakku pergi, Papa keluar kota, Mama barangkali arisan. Adikku yang perempuan (masih ABG) kencan dengan pacarnya, hmm.. entah dia masih perawan atau tidak. Aku sendiri lebih memilih duduk di kamar baca novel.

Teman kakakku tadi menelepon mengajakku keluar, tapi aku malas. Terakhir aku keluar bersama dia minggu kemarin. Bukan salahnya memang kalau di acara itu salah satu ban mobilnya tertusuk paku sehingga acara date kami jadi berantakan, setengah jam dia harus berutak-utik dengan ban menyebabkan tangan serta bajunya hitam-hitam.

Well, guess what? Another incident. Baru dua hari yang lalu, aku dibonceng motor oleh seorang temanku yang lain dalam rangka cari makan malam. Tahu-tahu setelah makan, datang ide gila. Bukannya pulang, kami berputar haluan ke Lembang, hanya berbaju lengan pendek tanpa jaket. Selain badan beku kedinginan, motor pun ngadat dalam perjalanan pulang, di tempat sepi lagi (sampai ngeri aku).

Ada apa sih antara aku dengan mobil/motor teman-temanku? Tapi yah, sedikit banyak inilah sebabnya aku memilih diam di rumah yang tenang. Bosan baca buku, aku menghampiri cermin besar lemariku. Aku menatap wajahku sendiri, lalu tersenyum menunjukkan sederetan gigi putih, terlihat olehku senyumku sendiri yang menawan, yang ampuh memikat hati lawan jenisku. Bahkan gynekolog-ku yang tampan namun sudah berumur memandangku dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Khristi, you have a really pretty smile!" Aku lepaskan setiap potong pakaianku, lalu kulihat bayanganku di sana. Wajahku memang cantik, tidak sedikit orang yang bilang begitu. Tubuhku yang cukup tinggi semampai terlihat jauh dari buruk. Aku harus bersyukur dengan pemberian yang ini, aku bisa makan apa saja yang aku suka sebanyak-banyaknya, tidak perlu diet, dan bentuk tubuhku tetap langsing (olahraga tetap diperlukan tentunya). Aku melarikan tangan dan jariku dari leher ke dada, berputar di bukit dada, kedua tanganku meremasi buah dadaku dan desahan-desahan lirih mulai keluar dari mulutku. Aku jadi terbawa nafsuku sendiri.

Aku berjalan mendekati jendela-jendela besar yang terbuka. Angin malam bertiup memasuki kamarku, namun justru terasa sejuk sekali menerpa kulitku. Aku duduk bertengger di salah satu jendela itu. Kaki kanan di bagian dalam kamar dan kaki kiri terjuntai bebas di luar. Di jendela inilah aku sering memuaskan diriku sendiri, menggunakan vibrator yang berbentuk kemaluan Venis (hadiah dari Venis tentunya) dan melakukan solo seks disaksikan genting-genting rumah dan langit nan biru, dan kadang-kadang kucing yang lewat mengejutkanku (atau mungkin juga oleh penghuni kost yang kebetulan melongokkan kepalanya keluar?). Malam itu yang kubayangkan adalah Riko, cowok kece yang sempat mengejarku di masa kuliah, namun kutolak karena aku sudah bersama Venis. Hmm.. minggu depan aku akan ke Jakarta menemuinya.

Beberapa menit kemudian, berahiku yang tadi menggebu-gebu mereda. Aku berpakaian kembali celana pendek jeans yang lusuh, kaos putih tak berlengan serta kemeja kedodoran, tanpa pakaian dalam sama sekali. Aku ambil semua uang Rupiahku di dompet, lalu turun menuju belakang rumah. Jam-jam begini di malam Minggu, tentunya beberapa cowok-cowok yang kost sedang berjudi. Aku akan ikut main kali ini. Selama ini aku hanya nonton, pernah iseng-iseng aku sampaikan bahwa aku ingin ikut serta, mereka tidak mengijinkan.

Ini memang sudah menjadi aktivitas rutin di sini. Kadang mereka berjudi nonstop sampai Senin pagi, akhirnya bolos kerja. Kadang, yang memiliki pekerjaan tidak sungkan menghabiskan seluruh upah sebulannya dalam satu malam. Benar-benar edan! yang kalah dan uangnya ludes tentunya harus berhenti main, kecuali ada yang meminjamkan. Tetapi sebaliknya, lain dengan yang kualami di Las Vegas, yang menang tidak bisa keluar begitu saja, dia harus main sampai semua sepakat permainan berakhir.

Ada empat orang yang sedang main; Randy alias Duren, Tikno dan Fendi yang masing-masing menarik namun sudah punya pacar, Jojon yang berduit dan agak gemuk; dan seorang yang cuma nonton; Tompel alias Thomas yang berkacamata dan tertua umurnya. As you can see, semua cowok-cowok yang single diberikan nickname. Donat yang pemalu bersama dua orang lain ada di ruang satu lagi sedang nonton TV, mereka tidak pernah ikut-ikut judi.

Aku menempatkan pantatku di kerumunan orang itu. Huh! Bau sekali! Semua perokok, kecuali Duren, dan mereka dengan seenaknya meniupkan asapnya kemana saja dengan cuek bebek. Sambil mengendus-endus di balik kemejaku mencoba menghirup udara yang lebih segar, aku mendongkol dalam hati. Aku sudah komplain satu dua kali, tapi tentu saja percuma. By the way, what is it with cigarettes and Indonesian people?

Setelah berbasa-basi, aku menyerukan, "Ikut main!" Beberapa cowok memandangku dan tersenyum, yang lain lebih konsentrasi ke kartu di tangannya. Eh, sialan, aku memang kurang dianggap, disangkanya aku anak kecil atau apa. Aku berbisik ke Duren (yang lebih dekat denganku) bahwa aku serius ingin main. Dia yang biasanya baik pun tidak begitu peduli kali ini. Dasar! cowok-cowok bila sedang terbawa hobby memang begitu, hobby menjadi nomor satu, well.. sebetulnya ini lebih mirip addiction, Tikno dan Fendi bahkan sebelum jam 10 malam telah memulangkan pacarnya masing-masing supaya bisa berjudi.

Kutunggu sebentar. Beberapa hanya melemparkan pandangannya padaku, terkadang ke arah tungkaiku yang tak tertutup. Kesal juga aku! Aku tanya lagi, "Ren, kenapa sih aku enggak boleh ikutan?"
"Jangan. Nanti Mama marah," katanya.
"Ini uangku sendiri."
Yang di kantong memang uangku sendiri, tapi aku melupakan bahwa Mama baru saja membelanjakan uangnya sendiri untuk mobilku.
"Ikutan! Kalah ya kalah! Aku nggak mau cuma duduk bengong!" tekatku.
Aku menanggalkan kemejaku dan mengeluarkan semua uangku.

Sunday, July 28, 2013

mainan penis dalam distro


Ngesex Dalam Distro


yang satu ini bisa dibilang lucu dan menggemaskan. Gimana tidak, distro tempatnya jualan baju saja bisa dibuat ajang seks. Benar-benar gila kan ? simak aja cerita dewasa berikut ini. Sore itu aku dapet reminder dari bb tercinta kalo keponakan tersayang ultah, bingung deh mau kasih kado apa. Lalu aku putusin jalan pake mio pink tercinta. Jogja sekarang sering macet, apalagi kalo abis ujan. Jadi males keluarin mobil, belum lagi kalo kotor. Jadinya santai aja naik motor bisa cepet kemana-mana.

Waktu ganti baju di depan lemari, pikiran nana jadi iseng. “Mmmmmm…. , sambil eksib g ya….”, gitu pikir nana. Akhirnya nana putuskan buat melakukan hoby nana ini

Langkah pertama pilih baju. He.he.he…… mmmm….. berhubung dingin g berani jalan kalo G pake CD or BRA… bisa masuk angin nanti…., Akhirnya nana pilih bra item sama cd item. Buat atasanya nana pake langsung jaket dari wool. Hi.hi.hi jadi kan kayak lubang2 gitu. apalagi kalo dilihat dari dekat. Apalagi warnanya pink mendekati putih jadilah bra nana membayang disana. Buat bawahanya pake rok jeans. G terlalu mini c, tapi dah diatas lutut.

Di jalan nana melirik spion motor kok ngerasa ada yang ngikutin nana. Nana cuek aja…. dia kayaknya mahasiswa gitu dari dandananya. Setiap lampu merah dia pasti berhenti di samping nana, tapi rada ke belakang. Kulirik… wah… nampaknya dia terpancing liat tetek nana. “Kena lo…. !”, pikir nana. Sengaja nana tengok dia dan senyum genit sambil nunduk liat tetek nana sendiri yang sengaja nana busungkan. Dasar cowok, dimana-mana “dari mata turun ke tetek”.

Akhirnya setelah puas puter-puter nana mampir ke distro pakaian ABG punya temen nana. Setelah parkir motor nana masuk. Ternyata temen nana lagi ke badung beli stock distro. Yang tunggu toko adiknya… Mmmmm…. lumayan cakep nie cowok, nana kerjain ah…

“Eh adit… Herma(nama temenku) mana ?”, tanyaku. “Lagi ke bandung c.. cari dagangan, Cc cari apa ?”, tanya dia balik. Nampaknya dia belum sadar kalo aku pake baju seksi. Akupun mendekati meja kasir dan membungkuk bertumpu pada tanganku yang dimeja. “Gini… ponakanku ultah aku mau cari baju cewek yang abg gitu, seksi, girly gitu deh….”, senyumku menggoda. Nampaknya adit mulai salah tingkah disuguhi tetek yang menantang untuk diremas. “Kenapa dit kok tegang gitu…”, tanyaku menambah dia salah tingkah. “gggg…. g papa c…”, pilih aja nanti adit kasih diskon.

Akupun menuju display baju buat pilih-pilih. Setelah ada yang cocok aku bilang ke adit yang sedari tadi mengamati lekuk tubuhku. Aku berniat mencoba baju ini karena postur keponakanku g jauh dari aku.

“Dit aku boleh coba bajunya g ?”, tanyaku yang membuat adit kaget. “Bbbboleh ci….”, jawabnya. Akupun menuju kamar pas yang cuma merupakan ujung ruangan yang ada tirainya.

Sengaja aku g tutp tirai dengan sempurna, jadi dari meja kasir adit bisa menatapku. bahkan tak hanya dari belakang, badanku dari depan pun nampak dari pantulan cermin. Aku cuek saja….

“Dit……..”, aku memangilnya. “Mmmmmm… tolong lepasin kancing Bra ku dunk yang belakang”, godaku. Diapun menuju kamar pas dan langsung menyetuh punggungku. “Kok dilepas c ? “, tanyanya polos. ” Aku mau coba bajunya biar keliatan natural”, Jawabku. Ketika telapak tanganya menyentuh punggungku terasa dingin banget. Takut, terangsang, horny, g tau mesti ngapain… mungkin itu yang dipikiranya.

Adit g beranjak pergi meskipun dah selesai membantuku melepas bra. Akupun sengaja g menyuruhnya pergi. Aku mencopot braku dan sengaja meremas-remas kecil tetekku. Ahhhhh…. aku sedikit mendesah. Kulirik adit nampak sangat ngos.ngosan…. nafasnya memburu penuh nafsu. Mungkin dia sudah pengen ngent*tin aku tapi takut.

Akupun memakai pakaian yang tadi kupilih agak sempit… adit pun membantuku memakainya… sesekali mecuri-curi meraba tetekku…. mmmmm…. akupun sedikit bereaksi membuatnya tambah horny…

“Cc g malu ?”, tanyanya polos. “G lah… adit ini bukan siapa2, lagian kan dah sering liat kakak pake bikini waktu renang ditempatmu kan”, jawabku santai.

“Dit kamu horny ya ?”, tanyaku polos dengan muka menggoda. “Iiiya nih….”, jawabnya…

“Ya dah kalo mau ngocok…., g papa… kok aku “,kataku…

Adit pun mengelurakan tongkolnya yang lumayan.. dan mulai mengocok tongkolnya. Akupun mulai merasa horny dan meraba tetek dan memiawku sendiri. Ahhhh…. gila…. tongkolnya kuat bgt kayaknya. Akupun merasa kasian melihatnya g keluar-keluar. Akupun menaikkan baju yang aku pakai sampai tetekku keliatan. Dia mulai tambah bergairah. Matanya mengisyaratkan minta ijin untuk meremas tetekku. Akupun mengangguk saja.

Dia mulai meremas kasar tetetkku… Akupun bersandar sambil meraba memiawku sendiri dan. aaaaaaaaaaaacccccccchhhhhh………………. aaaaaaaaaaaacccccccchhhhhh………………. aaaaaaaaaaaacccccccchhhhhh……………… akupun keluar….. g lama kemudian tongkol adit menyemprotkan cairan dan mengenai kakiku.

Dia tersungkur lemas. “Makasih c…..”, ucapnya terbata. Akupun hanya bisa menggangguk. Kami baru sadar ternyata pintu distro g terkunci. Coba kalo ada orang masuk kan gawat. Setelah bayar akupun pulang. Aku sengaja meninggalkan CD ku yang basah cairanku untuknya. Dan berjanji suatu saat adit boleh liat memiawku

Saturday, July 27, 2013

Sering Bercinta, Bikin Awet Muda


Sering Bercinta, Bikin Awet Muda


Mendengar istilah lansia, yang terbayang tentu sosok renta yang lemah dan harus banyak istirahat agar tidak sakit-sakitan. Padahal menurut penelitian, lansia sehat justru lebih aktif dan terpuaskan khususnya dalam kehidupan seksual.
Kecenderungan ini berlaku untuk semua jenis kelamin, namun menurut penelitian para ahli di University of California, pada lansia perempuan lebih menonjol. Makin terpuaskan dengan kehidupan seksualnya di usia senja, para lansia tersebut jadi makin kebal terhadap efek penuaan.
Kekebalan terhadap efek penuaan ditandai dengan rendahnya jumlah lansia yang terjangkit penyakit-penyakit degeneratif akibat penurunan fungsi organ. Contohnya rematik, sakit jantung, darah tinggi, asam urat, diabetes serta kolesterol tinggi.
Sementara pada lansia yang sudah sakit-sakitan, kualitas hidup yang diukur berdasarkan kepuasan seksual tampak lebih rendah. Sakit membuat para lansia susah menikmati kehidupan seksnya, demikian juga sebaliknya ketika tidak terpuaskan secara seksual maka kondisi kesehatannya menurun.
“Level aktivitas seksnya bervariasi tergantung kemampuan dan usia lansia yang bersangkutan, namun hubungan antara kepuasan seks dan kualitas hidup teramati sangat positif,” ungkap Prof Wesley Thompson yang memimpin penelitian tersebut seperti dikutip dari Telegraph, Minggu (28/8/2011).
Bersama timnya, Prof Thompson membuktikan hal itu dengan melakukan pengamatan terhadap 1.235 lansia perempuan berusia antara 60-89 tahun. Dari jumlah tersebut, 70 persen dari usia 60-69, 57 persen dari usia 70-79 tahun dan 31 persen dari usia 80-89 tahun masih aktif berhubungan seks dalam 6 bulan terakhir.
Di awal pengamatan, Prof Thompson dan rekan-rekannya mengira para lansia di atas usia 60 tahun sudah tidak terlalu memikirkan kepuasan seks sehingga tidak akan bisa diamati hubungannya dengan kondisi kesehatan secara umum. Namun ternyata, para lasia makin tua dan makin terpuaskan justru semakin sehat.

Cerita Pertama Kali Aku Bermasturbasi


Cerita Pertama Kali Aku Bermasturbasi




Nama saya Vita. Kisah saya sudah dua yang dibagi di dalam 17Tahun tetapi diceritakan oleh teman saya si Arthur. Kisah saya berjudul "Arthur: Ski, Snow & Sex" dan "Arthur: Vita & Sex Pertama". Kali ini saya ingin membagikan kisah saya secara tersendiri.

Nama asli saya bukan Vita, tetapi karena Arthur sudah memakai nick name itu untuk saya, ya saya tetap pakai nama Vita saja. Tinggi saya 168 cm, putih, rambut sebahu, dan sejak SMP orang-orang bilang saya mirip sekali dengan peragawati Donna Harun. Awalnya saya bangga dibilang begitu karena mirip peragawati tetapi lama kelamaan saya menjadi segan.

Pernah bulan lalu, mungkin karena saking miripnya dengan si Donna, seorang wartawan Infotainment melihat saya sedang Jalan-jalan di Plaza Senayan dan ia langsung menghampiri saya dan menanyakan sesuatu tentang fashion. Saya awalnya terheran-heran tetapi langsung saya bilang, "Salah orang, Mas!" hehehe..

*****

Saya suka sekali masturbasi. Sejak SMP gairah seks saya tinggi sekali. Tetapi saya bisa meredam gejolak seks saya. Saya dibesarkan di lingkungan keluarga yang taat beragama. Pertama kali masturbasi terjadi ketika saya sudah lulus SMP. Waktu itu saya dan teman-teman (laki dan perempuan) sedang nongkrong di rumah teman setelah seharian mengurus STTB.

Si Harry datang dan membawa sebuah kaset video porno dan langsung menyetel film itu di rumah temanku. Kami semua langsung menonton. Saya sendiri baru pertama kali menonton film porno dan ada perasaan jijik dan bergairah. Setelah selesai menonton film, kami pun pulang ke rumah. Karena saya membawa mobil sendiri, saya mengantar Harry dan 3 orang teman ke halte bis terdekat.

Setiba di rumah, saya memarkir mobil di garasi lalu sebelum keluar dari mobil perhatian saya tertuju pada kaset video yang tergeletak di jok mobil bagian belakang. Rupanya kaset itu terjatuh dari tas Harry. Segera saya masukkan video itu ke tas saya lalu saya langsung masuk kamar. Saat itu sudah jam 21:30, kedua orang tuaku sudah tidur.

Saya bergegas mandi lalu mengganti baju. Setelah itu dengan deg-degan, saya memutar film porno itu di kamar saya karena kebetulan saya punya TV dan video player sendiri. Dengan penuh minat, saya perhatikan adegan-adegan ML, saya perhatikan bentuk kelamin pria dan wanita. Saya bisa lebih santai melihatnya dibandingkan tadi sore karena malu apabila terlihat terlalu serius.

Ada satu adegan dimana si wanita sedang rebahan di tempat tidur dalam keadaan telanjang. Si wanita memainkan jarinya di selangkangan dan payudaranya sambil mendesah dengan penuh nikmat. Saya menjadi penasaran untuk mencoba. Saya selipkan tangan kananku ke dalam celana dalamku lalu meraba vagina. Saya tidak merasakan kenikmatan. Kemudian saya perhatikan si wanita itu membuka bibir vaginanya. Saya lalu mencoba membuka bibir vaginaku dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu tangan kiriku mulai mengusap vaginaku. Sontak tubuhku langsung seperti disetrum.

Saya merasakan sebuah kenikmatan yang luar biasa. Saya mencoba memainkan klitoris. Saya elus, putar dan pilin. Oh nikmatnya! Nafas saya mulai mendesah-desah kenikmatan seperti si wanita itu. Akhirnya saya langsung membuka semua bajuku dan tidur telanjang bulat di tempat tidur. Kembali tangan kananku memainkan klitoris sedangkan tangan kiriku meremas-remas payudaraku yang saat itu berukuran 34A. Rasanya seperti mengawang di surga. Nikmatnya tiada tara.

Saya mulai mempercepat gerakan jariku di klitoris, semakin cepat hingga akhirnya tubuhku seperti kembali disengat listrik. Tubuhku mengejang. Ada rasa lega yang tidak bisa saya lukiskan. Vagina dan selangkanganku basah dengan cairan. Saya merasakan si wanita di film itu juga merasakan hal yang sama dengan saya. Si wanita itu menjilat jarinya yang basah oleh cairan dari vaginanya. Saya mencoba menjilat jariku, rasanya sedikit asin. Setelah masturbasi pertama itu, saya tertidur dengan nyenyak. Sekitar jam 3 pagi, saya terbangun dan kembali hasrat seks saya bangkit kembali dan saya kembali bermasturbasi.

Semenjak itu, saya senang sekali bermasturbasi hingga saya pertama kali ML seperti yang sudah diceritakan dalam "Arthur: Vita & Seks Pertama". Umumnya saya masturbasi hanya dengan tangan. Saya mencoba memakai ketimun tetapi kurang bisa saya nikmati karena terasa aneh di vaginaku.

Pada waktu saya kelas 1 SMA di tahun 1990, ada sebuah long weekend karena ada hari libur nasional yang jatuh pada hari Sabtu. Orang tua saya meminta saya untuk menemani mereka ke Singapore untuk check up. Akhirnya berangkatlah kita bertiga ke Singapore. Kami menginap di hotel Mandarin dan orang tua saya check up di Rumah Sakit Mount Elizabeth. Orang tua saya perlu melakukan beberapa tes kesehatan yang bisa memakan waktu beberapa jam.

Daripada bosan menunggu di rumah sakit, saya minta ijin untuk Jalan-jalan ke Orchard Road dan nanti janjian ketemu di hotel. Di sepanjang Orchard Road, saya keluar masuk toko-toko hingga saya menjumpai sebuah toko kecil yang menjual peralatan-peralatan untuk seks. Saya baru pertama kali melihat toko itu dan dengan terheran-heran saya masuk ke dalam.

Berbagai macam kondom dijual dan dipajang di rak-rak. Buku-buku seputar seks bahkan dildo juga dijual. Dildo adalah penis tiruan terbuat dari karet yang dipakai wanita untuk masturbasi. Bentuknya bermacam-macam. Ada dildo yang dibuat mirip sekali dengan penis, ada dildo yang dibuat berbentuk tabung oval stainless steel, bahkan ada juga dildo yang dibuat bercabang sehingga si wanita bisa memasukkannya ke dalam vagina dan anusnya secara bersamaan. Awalnya saya mau nekat membeli dildo yang bercabang tetapi saya urungkan niat itu dan saya pilih dildo yang mirip penis asli.

Saya berjalan menuju kasir. Di sebelah saya ada seorang pria tinggi dan tegap dengan potongan rambut cepak. Ia berkata kepadaku..

"Jangan lupa beli jel pelumas karena nanti bisa lecet" seraya menunjuk ke botol yang dipajang dirak.

Sambil tersenyum malu, saya menghampiri rak botol jel pelumas dan mengambil satu.

"Kamu orang Indonesia ya?" kata pria itu dalam bahasa inggris.

"Iya, kok tau?" saya membalas dengan bahasa inggris.

"Banyak orang Indonesia disini, saya bisa membedakannya. Nama saya Richard Chen"

"Saya Vita"

Richard membayar ke kasir satu kotak kondom lalu saya kemudian membayar dildo dan botol jel. Selesai membayar, Richard memberikan kartu namanya padaku dan berkata.

"Kalau anda perlu bantuan dalam memakai barang itu, saya bersedia membantu"

"Nanti saya pikirkan" kata saya sambil menerima kartu namanya. Setelah itu kami berpisah.

Dengan tergesa-gesa saya berjalan kembali ke Hotel Mandarin. Setiba di kamar (saya tidur di kamar sendiri), saya langsung membuka bungkusan dildo dan botol jel. Kemudian saya membuka seluruh bajuku dan telanjang bulat di tempat tidur membaca petunjuk pemakaian yang tertera di kotak dildo. Saya memperhatikan dengan seksama dildo itu. Memang sangat mirip dengan penis asli. Bentuknya cukup besar sekitar 30 cm, diameter 4cm dan berwarna coklat muda. Saya berpikir apakah ini muat dalam vagina saya? Mari kita coba!

Saya merebahkan diri di tempat tidur lalu membuka lebar kakiku kemudian dildo saya arahkan ke vaginaku. Tak lupa saya oleskan jel pelumas di seluruh dildo kemudian saya mulai masukkan dengan perlahan ke vagina. Awalnya agak seret tetapi dengan sabar saya masukkan hingga mentok diujung vagina. Setelah itu saya mulai tarik lagi keluar.

Saya menikmati setiap senti dari dildo yang masuk dalam vaginaku. Mataku terpejam menikmati sensasi ini. Setelah dildonya keluar semua, kembali saya masukkan dan kali ini lebih cepat. Akhirnya vagina saya sudah terbiasa dengan dildo itu sehingga saya bisa mengocok dildo dengan cepat. Nafas saya memburu dengan cepat. Keringat saya mengucur disekujur tubuhku. Payudara kuremas-remas sembari mengocok dildo di vagina.

Ada sekitar lima menit saya memainkan dildo itu dalam vaginaku hingga saya orgasme pertama. Setelah itu saya membalikkan badan dalam posisi menungging dan memasukkan dildo dari arah belakang. Saya melihat bayangan tubuhku di cermin yang digantung di atas meja. Saya merasa seksi sekali. Mulutku terbuka lebar dan mataku setengah terpejam menikmati dildo yang dimasukkan ke vaginaku dari arah belakang.

Saya merapatkan kedua belah kakiku hingga dildo itu rasanya bisa saya tekan dengan kuat dengan otot selangkanganku. Payudaraku yang bergelantungan tampak bergoyang-goyang mengikuti irama gerakanku. Beberapa menit kemudian, kembali saya orgasme. Saya langsung roboh ke kasur. Tubuhku basah oleh keringat. Cairan vaginaku membasahi sedikit sprei tempat tidur. Saya beristirahat sejenak sementara dildo itu masih di dalam vaginaku.

Saya lalu mendapat ide baru. Saya mengeluarkan dildo itu dari vagina lalu saya mengambil kursi. Kursi itu mempunyai sandaran yang dibuat dari beberapa kayu yang tegak lurus dan ada jarak dari antara satu kayu ke kayu lain. Saya selipkan dildo itu di antara kayu itu. Karena ukuran dildo yang besar, maka dildo itu bisa diselipkan dan tidak bergoyang sama sekali. Dildo itu mengacung membelakangi kursi. Saya lalu menggeser kursi itu ke arah meja rias. Lalu saya menungging bertopang pada meja rias sedangkan vagina kuarahkan pada dildo.

Saya melihat posisiku yang cukup lucu karena saya berada dalam posisi doggy style dan dildo itu ditopang dalam sandaran kursi. Lalu mulai kembali saya perlahan memaju mundurkan pantatku. Dildo bisa masuk dengan baik dan kursinya sendiri tidak bisa bergeser kemana-mana karena tertahan oleh tempat tidur. Saya mulai mempercepat irama gerakanku. Gairah seksku seperti tiada hentinya bergelora dalam diriku. Sepertinya dildo ini bisa memahami keinginan seksku yang tinggi.

Berkali-kali saya hunjamkan dildo itu ke dalam vaginaku. Vaginaku terasa berdenyut-denyut menerima sensasi seks yang diterima dari dildo itu. Nafasku tersengal-sengal. Rambutku berantakan dan keringat kembali bercucuran di dadaku. Saya meremas kedua belah payudaraku dengan gemas sembari terus memacu vaginaku dalam dildo itu. Saya ingat waktu itu dalam tempo waktu 15 menit bersetubuh dengan dildo dalam posisi tersebut, saya orgasme kurang lebih 6 kali.

Akhirnya saya berhenti karena kecapaian. Saya melepaskan dildo itu dari vaginaku dan mencopotnya dari sandaran kursi. Saya membaringkan tubuhku yang lunglai di tempat tidur lalu tertidur selama 1 jam. Begitu terbangun, saya langsung buru-buru membereskan kamarku dan membuang bungkusan dildo dan jel pelumas. Dildo itu sendiri saya cuci lalu saya bungkus didalam kaos beserta botol jel pelumas supaya tidak ketahuan ibuku.

Saya melihat kartu nama si Richard di tasku. Sempat terlintas ide untuk menelepon dia dan siapa tahu bisa diajak bersetubuh. Tetapi saya urungkan niat itu karena beresiko tinggi ketahuan orang tua. Lagipula saat ini saya sedang senang bermain-main dengan dildo baruku.

Hingga sekarang, saya sudah memiliki tiga buah dildo. Yang pertama adalah dildo pertama yang saya beli di Singapore, kemudian dildo yang model bercabang dan ketiga dildo yang bisa bergetar sendiri memakai baterai. Kedua dildo itu saya beli di Amerika.

Anjingku Menjadi Korban


Akhirnya Anjingku Menjadi Korban

Namaku Marni, aku berumur 30 tahun, suamiku bernama Ferry, berumur 35 tahun, dia bekerja sebagai tenaga ahli pada sebuah perusahaan pengeboran minyak lepas pantai. Kebanyakan waktu kerjanya berada di atas Riq, yaitu suatu tempat yang dibangun di tengah laut, untuk pengeboran mencari sumber minyak baru. Waktu kerjanya adalah 2 minggu di atas Riq, diikuti 1 minggu cuti di darat, demikian berkelanjutan. Sehingga kalau Mas Ferry sedang bertugas, maka aku tinggal sendirian di rumah ditemani oleh pembantu kami, Mbok Minah yang telah berumur 55 tahun dan telah mengikuti kami sejak kami menikah, serta seekor anjing herder jantan besar dan galak sebagai penjaga rumah. Anjing herder ini diberikan oleh seorang expatriate yang berasal dari Italy, yang telah kembali ke negerinya karena telah habis kontrak. Pada waktu bertugas di Indonesia, expatriate Italy tersebut tinggal di rumah besar kontrakannya di daerah Cipete berdua dengan istrinya yang berumur 27 tahun. Istrinya mempunyai tubuh yang sangat seksi dan aku telah mengenalnya cukup akrab, karena setiap suami-suami kita sedang bertugas, kami sering saling mengunjungi untuk berbagi waktu.

Pengalamanku yang berhubungan dengan lelaki, tidak terlalu banyak dan sebelum bertemu dengan Mas Ferry, aku tidak terlalu banyak bergaul dengan lelaki lain, karena biarpun aku termasuk wanita yang berparas cantik dengan badan yang menurut teman-teman dekatku termasuk seksi, akan tetapi entah mengapa, setiap kali ada cowok yang bermaksud lebih dari sekedar teman, aku langsung mengambil jarak. Aku tidak tahu bagaimana mula-mula bisa dekat dengan Mas Ferry yang kebetulan adalah teman abangku, biarpun memang setiap kali Mas Ferry tidak bertugas di Riq, dia selalu bermain di rumahku, tapi toh hubungan kami biasa-biasa saja. Hanya saja tiba-tiba sekitar 5 tahun lalu, Mas Ferry mengemukakan maksudnya untuk menikahiku kepada kedua orang tuaku dan entah karena bujukan orang tua dan kakakku, ataupun karena memang aku juga telah menaruh simpati kepada Mas Ferry selama ini, akhirnya aku menyetujui dan kami segera melangsungkan pernikahan kami. Pada waktu malam pertama kami itu, aku mulai tahu bagaimana enaknya hubungan kelamin antara pria dan wanita, setelah selesai resepsi pernikahanku.

Kuingat pada hari itu setelah selesai resepsi pernikahan kami, yang dilakukan pada siang hari, kami berdua beserta rombongan keluarga kembali ke rumah baru kami. Rombongan keluarga kami, pada jam 8 malam kembali ke rumah mereka masing-masing, sehingga akhirnya aku dan Mas Ferry hanya tinggal berdua saja di rumah kami itu. Pada saat itu Mbok Minah, pembantu rumah kami itu belum ada, karena kupikir apa-apa di rumah dapat dikerjakan sendiri. Aku mandi duluan sebab badanku sudah merasa gerah setelah seharian sibuk dengan acara pesta yang padat itu.

Setelah selesai mandi dengan mengenakan daster, aku duduk di ruang keluarga sambil menonton TV. Kemudian Mas Ferry yang pada saat itu hanya bercelana pendek, kusuruh mandi. Mas Ferry untuk ukuran umum dapat dikatakan termasuk tampan. Warna kulitnya agak gelap kehitaman, pada wajahnya ada tumbuh rambut halus di dagu dan dadanya cukup bidang dengan tinggi badan berkisar 175 cm, otot-ototnya menonjol kuat.

Setelah selesai mandi Mas Ferry dengan santai duduk di sebelahku sambil ikut mengawasi televisi yang remotenya masih di tanganku, "Mar, apakah kamu capai?" tanya Mas Ferry. "Tidak Mas, memangnya ada apa?" jawabku lugu, karena memang aku sesungguhnya tidak menyadari apa yang seharusnya dilakukan oleh sepasang pengantin baru. Rupanya Mas Ferry yang telah sangat bernafsu, mendengar jawabanku itu, tanpa ba bi Bu segera menarik badanku dan membekapku erat-erat dan sebelum aku menyadari benar apa yang sedang terjadi, kedua tangan Mas Ferry dengan cepat segera menguak dasterku dan sekalian ditariknya lepas BH-ku sehingga kedua buah dadaku yang ranum segera seolah-olah melompat keluar. Mas Ferry terpesona melihat bentuk buah dadaku yang indah, yang warna kuning langsat dengan bulatan kecil coklat tua kemerahan, serta puting kecil menantang di ujungnya.

Aku mula-mula mencoba memberontak, akan tetapi aku segera sadar bahwa sekarang aku adalah istri dari Mas Ferry. Badanku segera dipeluknya dan disandarkan pada sandaran sofa, mulutnya langsung menuju puting susuku, kurasakan lidahnya lincah bergerak menjilat-jilat puting susuku, menimbulkan suatu perasaan aneh, geli yang tidak dapat kulukiskan, yang menjalar keseluruhan badanku. Hal ini membuat aliran darahku bertambah cepat dan badanku tiba-tiba merasa panas, puting susuku terasa semakin mengeras, sesekali kurasakan gigitan kecil gigi Mas Ferry menggores putingku. Pada bagian perutku kurasakan ada benda yang membonggol besar mendesak dan menekan hebat. Bibirku juga tak luput dari lumatannya, terasa habis dilumat bibirku, sampai aku tak bisa bernafas, aku mulai berkeringat dan tiba-tiba tangan kanannya mulai meluncur ke bawah menuju ke arah kemaluanku yang masih tertutup dengan CD, diselipkan tangannya di antara pahaku. Aku agak terkejut, sehingga otomatis kedua pahaku kututup rapat-rapat dan kedua tanganku memeluk Mas Ferry erat-erat, Mas Ferry semakin gencar saja melakukan aktivitasnya, kemudian ditarik dasterku sampai terlepas dan perlahan-lahan celana dalamku dilucuti juga sambil tersenyum.

Setelah itu dengan sigap direnggangkannya kedua pahaku, sehingga dengan leluasa Mas Ferry dapat melihat kemaluanku yang padat dengan bulu hitam keriting, tangannya mengocek kemaluanku yang sudah agak basah itu dengan halus, kemudian dimasukkannya jari tengah perlahan-lahan ke dalam lubang kemaluanku, sedangkan ibu jari dan jari jempolnya menekan bibir-bibir kemaluanku, membuka jalan dengan meminggirkan rambut kemaluanku. Klitorisku terasa kaku, sambil jari-jarinya bermain-main di kemaluanku, mulutnya menjilat dan menyedot buah dadaku sampai aku kegelian dan tiba-tiba dia berhenti menyedot buah dadaku dan badannya melongsor ke lantai dan kini Mas Ferry jongkok diantara kedua pahaku, yang dengan perlahan-lahan dikuakkan, sehingga terbuka dan kepalanya dimajukan kearah pangkal pahaku dan kurasakan mulutnya sudah menempel pada kemaluanku.

Merasakan lidahnya yang basah dan hembusan nafasnya pada pangkal pahaku membuatku menggelinjang kegelian, lebih-lebih ketika kurasakan lidahnya menyapu bersih ruang dalam kemaluanku yang telah basah itu, sambil tangan kanannya ikut membantu memainkan klitorisku. "Aaagghh.. Maass.. aduuh..!" aku mengerang-erang dan mengeliat-geliat kegelian, tapi dia tidak mempedulikannya, diteruskan aktivitasnya mempermainkan klitorisku.

Selang sesaat, aku disuruhnya duduk di lantai, diantara kedua kaki Mas Ferry yang duduk di atas sofa dan aku sangat kaget melihat benda bulat besar yang terletak diantara kedua paha Mas Ferry yang tegak menghadap ke atas, batang kemaluan Mas Ferry sungguh dahsyat, seperti batang kemaluan pemain blue film yang pernah dahulu satu kali kulihat di video yang diputar di rumah seorang teman wanitaku. Panjangnya kurang lebih 17 cm dengan kepalanya batang kemaluannya bulat besar seperti topi baja tentara dan batang batang kemaluannya berdiameter 3 cm, dilingkari oleh urat-urat yang menonjol. Mas Ferry hanya tersenyum saat melihat mataku yang terbelalak itu, sambil memegang batang kejantanannya dan digerak-gerakkan dengan tangannya, dia mengambil tanganku dan disuruhnya aku memegang batang kemaluannya. Alamak.. tanganku tak cukup melingkar pada batang kemaluannya yang besar dan panjang itu. Dalam posisi Mas Ferry duduk seperti itu, batang kemaluannya memanjang di atas perutnya sampai mencapai pusarnya. Aku merinding dan takut juga melihatnya benda panjang, bulat berwarna hitam mengkilap mendongak seperti belut besar itu.

Tanpa sadar badanku menggelinjang dan terasa ngilu pada perut bagian bawahku, membayangkan benda tersebut menerobos masuk ke dalam liang kewanitaanku yang kecil dan masih sempit itu. "Kenapa kok diplototin seperti itu!" tanyanya. "Eh.. aku heran kok, kayak gini besarnya ya? apa cukup nggak ya ini masuk ke dalam punyaku nanti?" jawabku sambil tetap memegangnya. Belum selesai aku melanjutkan omonganku, ditekan kepalaku ke arah perutnya dan disorongkan ujung batang kemaluannya ke mulutku, dan.. eehmm, mulutku tak muat menampung semua batang kemaluannya ke dalam. Kurasakan aneh juga seperti sedang mengulum es cream horn saja, aku mencoba melakukan seperti apa yang pernah kulihat pada VCD porno itu, aku mencoba memainkan lidahku dan mulutku maju mundur, sehingga batang kemaluannya menyembul tenggelam dalam mulutku. Tangannya juga tidak tinggal diam menggapai semua bagian tubuhku yang sensitif, sehingga aku semakin terangsang.

Aku mencoba menjilat-jilat pula buah zakarnya, pada ujung batang kemaluannya, kurasakan ada cairan bening sedikit cukup manis dan agak asin terus kuhisap sambil mencoba memasukkan kepala batang kemaluan Mas Ferry ke dalam mulutku, sampai mulutku tak mampu lagi menahan besarnya batang kemaluan Mas Ferry itu.

Setelah puas aku mencium batang kemaluannya dan mengisap-isap kepala batang kemaluannya, sampai mulutku terasa capek, kemudian.. "Mar, coba kamu tengkurap di pinggir sofa dan pegangi ujung sofa itu", perintahnya. Aku tidak mengerti maunya Mas Ferry, tapi kulakukan saja perintahnya, badanku setengah tengkurap di sofa dan kedua lututku berlutut di lantai sehingga pantatku terbuka, agak menungging ke atas. Tiba-tiba kurasakan batang kemaluan Mas Ferry dipukul-pukulkan pada pantatku sehingga aku kegelian, kemudian Mas Ferry menempatkan kepala batang kemaluannya menempel pada bibir kemaluanku dari belakang, rupanya Mas Ferry sudah akan melakukan penetrasi.

"Mass.. pelan-pelan yaa! jangan sampai sakit.. itunya Mas kan sangat besar!"
"Jangan takut yaangg.." dengan perlahan-lahan Mas Ferry mendorong batang kemaluannya, sehingga terasa kepala batang kemaluannya masuk sebagian dan terjepit oleh kedua bibir liang kewanitaanku yang masih ketat itu. Perutku tertekan pada pinggir sofa dan kedua tangan Mas Ferry memegang pinggulku dengan erat-erat, sehingga pantatku tidak dapat digerakan untuk menghindari tekanan batang kemaluannya pada liang senggamaku, Mas Ferry melanjutkan tekanannya ke lubang kemaluanku sehingga terasa lubang kemaluanku terkuak dan dipenuhi oleh benda besar, kepala batang kemaluannya tertahan oleh sempitnya lubang kemaluanku, dia mencoba mendorong lagi dan gagal untuk menerobos masuk.

"Aaah.. seret sekali ya, untuk menembus ke dalam.. susah juga kalo perawan", omongnya, akan tetapi Mas Ferry tidak kehilangan akal diambilnya hand & body lotion dan dioleskan pada kepala kemaluannya yang besar itu dan ke seluruh batangnya, kemudian dia mencoba lagi menekan secara perlahan-lahan sambil tangan satunya memegang batang kemaluannya dan tangannya yang lain membuka belahan pantatku. Perlahan-lahan tapi pasti kepala batang kemaluannya mulai menerobos masuk ke dalam liang kewanitaanku yang kecil dan masih sempit, aku agak panik sebab kurasakan agak pedih pada bagian dalam kemaluanku.

"Maass, udah ah.. nggak bisa masuk.. terlalu besar sih", pintaku.
"Sebentar.. tahan dulu ya.. ini udah nyampe sepertiga lho!" jawabnya sambil dengan tiba-tiba kedua tangannya memeluk bagian perutku dan menariknya ke atas dan seluruh berat badannya menekan punggungku serta pantatnya didorong ke depan menempel pada pantatku. Akibatnya seluruh batang kemaluannya mendesak masuk ke dalam lubang kemaluanku dan, "Ssreet.. sret.. sreett." Aku pun menjerit lirih, "Aaauu.. aduuhh!" aku menjerit dengan keras karena, kurasakan bagian bawahku seakan-akan terbelah dan batang kemaluan Mas Ferry terasa tembus ke perutku hingga terasa di kerongkonganku. Kedua tangan Mas Ferry tetap mendekap perutku dengan kuat, sehingga biarpun aku menggelepar-gelepar dengan kuat tetap saja batang kemaluannya bisa menerobos keluar masuk liang kewanitaanku.

Dengan pasti dan teratur Mas Ferry menggerak-gerakan pantatnya maju mundur sehingga lama-kelamaan batang kemaluannya mulai lancar keluar masuk pada kemaluanku. Aku mulai merasa kegelian yang tak tertahan, karena setiap kali batang kemaluannya ditekan ke dalam lubang kemaluanku, klitorisku ikut tertekan masuk, sehingga terasa sangat nikmat tergesek batang batang kemaluannya yang berurat itu.

"Aduhh.. eengg.. eennaak.. aahh.. aduuhh.. Mass.. teeruuskaan.. Mass!". Terasa lubang kemaluanku terisi penuh sehingga napasku menjadi ngos-ngosan. Akhirnya seluruh badanku bergetar dengan hebat sehingga tersentak-sentak, aku mencapai orgasme dengan dahsyat dan cairan licin membanjir dari dalam liang kewanitaanku, "Ooohh.. oohh.. aaduuhh.. eenaakk" dan kurasakan kenikmatan itu menyambung terus saat batang kemaluan Mas Ferry maju mundur di celah liang kewanitaanku. Setelah kenikmatan yang dahsyat itu melandaku, aku terkapar dengan lemas di sofa.

Kemudian Mas Ferry menepuk pantatku dan membalikkan badanku menghadap padanya, sehingga sekarang aku telentang di atas sofa dengan pantatku terletak di pinggir sofa dan kedua kakiku terjulur di lantai. Mas Ferry menguak kedua kaki lebar-lebar dan jongkok diantara kedua pahaku. Tangan kirinya menekan pinggulku dan ibu jari dan jari telunjukya menguak bibir kemaluanku, sedangkan tangan kanannya memegang batang kemaluannya yang ditempatkan pada bibir kemaluanku. Kepala batang kemaluannya digosok-gosokan sebentar pada bibir kemaluanku, juga pada klitorisku, sehingga aku mulai terangsang lagi dan badanku mulai menggelinjang. Melihat itu Mas Ferry mulai menekan masuk batang kemaluannya ke dalam kemaluanku, setelah itu Mas Ferry menggenjot batang kemaluannya keluar masuk, buah dadaku dibiarkan bergerak bebas mengikuti irama dorongan pantat Mas Ferry, sementara tangan Mas Ferry memegang pinggulku dan menariknya ke atas, pantatnya tetap bekerja maju mundur.

Saat batang kemaluan masuk, badanku terasa tertusuk geli tak karuan. Sesekali juga Mas Ferry menciumi buah dadaku sambil batang kemaluannya terus bergerak keluar masuk kemaluanku. Aku mulai merespon lagi dan berusaha dengan menggerakkan pantatku memutar ke kiri dan kanan. Batang kemaluan Mas Ferry terjepit dan terpelintir mengikuti gerakan pantatku, dia pun mulai mengerang dengan kuat. Dipegangnya kedua buah dadaku kuat-kuat dan ditarik masukkan batang kemaluan besarnya berulang-ulang sampai aku mulai kewalahan.

"Aaahh.. Maarr.. aku mau keluar niihh!" erangnya, kupercepat menggoyang pantatku karena aku tak mau menyia-nyiakan keadaan ini, aku ingin juga memberikan pada Mas Ferry kepuasan maksimal dan, "Aaahh.. aduuhh.. oohh!", diikuti oleh, "Ssreet.. sreett.. sreet.. croott.. croott.." Mas Ferry menekan kuat-kuat pantatnya, sehingga seluruh batang kemaluannya terbenam ke dalam kemaluanku dan buah pelernya menempel ketat pada lubang anusku. Aku merasa sangat geli dan terangsang dan kurasakan semprotan hangat air mani Mas Ferry menyemprot ke dalam liang kewanitaanku dan saking banyaknya terasa penuh liang kewanitaanku sehingga sebagian terasa mengalir keluar membasahi anusku dan menetes di sofa.

Aku Dijadikan Kekasih Gelapnya Mbak Dwi 3


Aku Dijadikan Kekasih Gelapnya Mbak Dwi 3


Selesai di bagian kaki, dia mulai mengurut paha, disingkapkannya sarungku ke atas sehingga separuh pantatku terbuka, aku diam saja. Pada mulanya mengurut dari paha bawah, kemudian mengarah ke paha samping atas, tetapi kemudian paha bagian dalam mulai diurutnya, sampai disitu jantungku mulai berdegup. Kadang-kadang tanpa sengaja jarinya menyenggol biji kemaluanku sehingga pelan-pelan penisku mulai membesar. Kejadian itu makin sering, sehingga aku berpikir bahwa ini kesengajaan. Kemudian Bu Ar mulai memijit punggungku, dan posisi duduknya pun berubah dari duduk di sampingku, sekarang dia duduk (setengah berjongkok) di atas pahaku.

Dari posisiku memang aku tidak dapat melihatnya, tetapi aku dapat merasakan. Bahkan ketika dia menarik dasternya yang menghalangi pahaku dengan pahanya pun aku tahu. Pahaku dan kulit pahanya bergesekan, dan aku lebih menikmati gesekan paha dari pada pijatannya. Aku makin terangsang, dan kemaluanku juga makin keras berdiri, sehingga aku terpaksa membetulkan letak kemaluanku dengan mengangkat pinggulku dan meluruskannya dengan tanganku.

"Kenapa Nak Ton..?" tanyanya pura-pura tidak tahu.
"Ah enggak apa-apa Bu, kejepit..," jawabku penuh malu.
"Tidak apa-apa, Ibu ngerti koq, anak muda memang gampang berdiri. Nah sekarang membalik, tinggal depan yang mesti diurut..!"
Aku mengikuti perintahnya sambil berusaha menutupi burungku yang berdiri tegak dengan sarung. Tetapi Bu Ar justru melepaskan sarungku ke bawah.

"Nggak usah malu Nak Ton, Ibu sering melihat ngeliat burung seperti ini koq. Itu punyaknya bapaknya Dwi..?"
"Besar mana Bu..?" tanpa sadar aku bertanya.
"Kurang lebih sama koq, cuman bedanya punyaknya Bapaknya Dwi kepalanya nggak sebesar ini."
Kulihat Bu Ar melihat kemaluanku cukup lama, dan dari nafasnya serta gerakannya, kuyakini bahwa Bu Ar juga terangsang.

Sementara itu ia duduk di samping, dan tangan kananku persis di bawah pantatnya, karena aku sengaja tidak memindahkan tanganku. Dengan hati yang tegang (karena takut kena marah), kutarik tanganku, dan kupindahkan ke pahanya bagian dalam, aku hanya memegang, menunggu reaksinya. Ketika kulihat dia tidak bereaksi dan tetap mengurut dadaku, maka kuberanikan diri untuk mengelus pahanya, dia menatapku sekilas tanpa ekspresi. Elusanku kuteruskan ke arah pangkal pahanya, dan ketika kusentuh celana dalam, persis di liang vaginanya. Aku terkejut, ternyata celananya sudah basah. Wajahnya merah, aku tidak tahu apakah karena terangsang atau karena malu.

"Ah.., Nak Ton rupanya nakal ya, Ibu kan sudah tua, tidak pantas kalau sama anak muda." katanya sambil tangannya mengeser dari pahaku, kemudian mengelus dengan lembut pangkal kemaluanku.
"Ibu masih cantik, pahanya masih kenceng dan mulus sekali, aku sudah sangat terangsang sekali Bu, gimana nih Bu.., Bu Ar mau kan ngajarin saya..?" aku mulai merayu, dan jariku kucoba masuk ke dalam celananya, tapi tidak berhasil karena terhalang celananya yang ketat.
"Loh koq diajarin, kan udah pinter, sampai kemarin Dwi hampir pingsan kamu kocok-kocok. Kemarin Ibu ngintip kamu lagi main sama Dwi."
Aku kaget seperti disambar petir, aku tidak menyangka bahwa hubungan seksku dengan Mbak Dwi kemarin diketahui oleh ibunya.

"Ibu ngelihat..?" tanyaku gugup.
"Ibu ngintip lama sekali lho. Hati-hati, lain kali pintu depan harus dikunci dulu." dia merebahkan dirinya di sampingku sambil tetap menggenggam kemaluanku.
Kubuka tali dasternya, dan kuremas-remas buah dadanya yang mulus dan padat.
"Ibu nggak marah..?" tanyaku sambil terus melucuti daster dan celana dalamnya.
"Tidak, aku kasihan sama si Dwi, suaminya itu kan lemah, dari pada dia pacaran dengan sembarang orang. Biarlah dia jadi pacar kamu."

Kulumat bibirnya, sambil badanku sudah menindih badannya yang gempal. Nafsuku sudah tinggi, begitu pula dia. Pahanya sudah dibuka dengan lebar, belahan vagina bagian dalam yang berwarna merah dan basah terpampang di depanku. Sebenarnya aku ingin menjilat kemaluannya, tapi dia mencegahnya.
"Jangan ah..!" sambil dia menutupnya dengan tangan ke selangkangan.
Akhirnya kuarahkan batang kemaluanku ke bibir kemaluannya, Bu Ar memejamkan matanya, wajahnya sayu menahan gejolak birahinya. Tangannya terkulai di samping badannya. Tubuhnya sudah pasrah untuk disetubuhi.

Kumasukkan pelan-pelan kemaluanku ke liang kemaluannya, langsung menusuk sampai dasar, kuputar pinggulku tanpa mengangkat pantat. Ini adalah teknik yang kusukai, karena aku dapat memberikan rangsangan gesekan pada klitorisnya tanpa menimbulkan banyak gesekan pada penisku. Sehingga dengan begini aku dapat tahan cukup lama.

Bu Ar masih memejamkan mata, hanya kadang-kadang lidahnya keluar untuk menyapu bibirnya sendiri. Otot vaginanya mulai menjepit-jepit kemaluanku, sehingga kenikmatan menjalar di kemaluanku. Cukup lama aku melakukan putaran ke kiri dan ke kanan sambil menekan dalam-dalam kemaluanku ke liang vaginanya yang menyedot-nyedot kemaluanku itu.

Lama-lama Bu Ar makin sering mengeluarkan lidah, dan mendesis-desis. Kini kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, dan aku mulai mengocoknya. Aku masih bertumpu pada tanganku, sehingga hanya kelamin kami yang menempel. Pada saat itulah tangannya mulai memegang pantatku, mengelus, menekan, meremas bahkan sering kali jari tangannya mengelus-elus anusku, dan ini menimbulkan rangsangan tersendiri bagiku. Aku mengocoknya lama sekali. Tiap kali tarikan keluar, selalu diikuti dengan jepitan liangnya sambil pingulnya diputar, sehingaga menimbulkan kenikmatan yang luar biasa ke seluruh batang penisku.

Desisnya makin mengeras, dan kepalanya sering mendongak ke atas walaupun masih tetap memejamkan matanya. Bila aku mempercepat kocokanku, dia selalu menggigit bibir bawahnya serta membuka matanya, dan memandangku mungkin menahan kenikmatan yang amat sangat. Melihat tingkahnya itu, aku menjadi makin terangsang. Segera kukocokan kemaluaku dengan cepat dan lama. Seperti biasa, dia memandangku dengan sayu. Desis berubah menjadi rintihan, dan ketika aku tetap tidak mengendorkan kocokanku, Bu Ar mencengkeram bokongku dengan keras, kedua kakinya dilibatkan ke pinggangku dengan rapat dan dahi mengkerut.

"Stop..! Berhenti Nak Ton.., Ibu nggak tahan.., sshh..!"
Kuhentikan gerakanku, dengan jepitan kaki di pinggangku, aku pun hampir saja menumpahkan air mani. Aku pun masih ingin lama bermain dengannya, walaupun sekarang sebenarnya sudah cukup lama kami menikmati gesekan kelamin kami. Kuhentikan gerakanku, walaupun kakinya masih melingkar di pinggulku, tapi wajahnya tampak mengendor.

Walaupun kami berdua belum orgasme, kurasakan kedutan kecil-kecil di dinding kemaluannya maupun di kemaluanku. Kurebahkan dadaku ke tubuhnya, kami menjadi satu, kulit kami yang berpeluh menempel seluruhnya. Kurasakan kenyamanan dan kenikmatan yang tiada tara.
"Ibu hebat sekali, jepitannya enak sekali," aku memujinya sambil kucium bibirnya.
Tapi dia menghindar sambil memalingkan kepalanya. Akhirnya kuciumi pipinya, kuelus-elus rambutnya. Dia menolehku dan senyumnya merekah.
"Dik Ton, aku sudah lama nggak mendapatkan seperti ini, sejak bapaknya Dwi kerja di Malaysia, dia jarang pulang," katanya sambil mengelus-elus punggungku.
"Ibu mainnya hebat sekali, bagaimana kalau aku ketagihan sama Ibu..?" tanyaku merayu sambil kuremas buah dadanya.

Kami istirahat sejenak, tubuhku menindih tubuhnya agak miring, agar tidak terlalu membebaninya. Kupandangi wajahnya.
"Wanita ini.., masih cantik dan lembut.." pikirku.
Kembali kuelus kulit wajahnya yang putih dan licin, sekali-kali kukocokkan kemaluanku pelan pelan, dan dibalas dengan sedotan vagina secara ringan.
"Bu, gimana kalau aku ketagihan sama Ibu..?" ulangku sambil kukocok pelan-pelan vaginanya.
"Lho kan ada Dwi..," jawabnya sambil tersenyum.
Aku tidak dapat menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawabnya. Kucium bibirnya secara paksa, walaupun tadinya menolak, akhirnya dia membalas ciumanku pula.

Sambil berciuman, aku kembali menyodok-nyodokan kemaluanku kembali. Kali ini Bu Ar sangat aktif, di tengah kocokanku, vaginanya menghisap-hisap penisku sambil memutar pinggulnya. Kami merasakan kenikmatan yang lebih, Bu Ar mengerang-erang dan mendesis, aku pun tidak dapat menahan desisanku.

"Aduh.., nikmat sekali Dik Ton.., sshh.. sshh.., Ibu sudah hampir keluar.., oh..!"
"Saya juga Bu.., mau dikeluarin sekarang Bu..?" kataku sambil kami masih berdekapan.
"Sebentar lagi Nak Ton, uuhh.., sshh.., sshh.., eehh..!"
Kukocokkan batang penis makin cepat dan makin cepat, karena aku sudah tidak tahan lagi.
"Eekhh.., Ibu sudah nggak tahan lagi, oohh.., eekhh.., ayo Nak Ton, keluarin bareng. Ayo Nak Ton..! Ibu keluaar.., eekhh.., eekhh.., eekhh..!" dia mengalami orgasme yang hebat.

Pinggulnya diangkat ke atas, dan wajahnya mendongak ke atas, sementara kemaluanku menghujam jauh sekali ke dalam sambil kuputar dan kutekan. Satu detik kemudian, aku pun menyemburkan spermaku beberapa kali. Oohh nikmat sekali, kenikmatan menyelusuri seluruh tulang belakangku. Sebuah puncak kenikmatan dahsyat telah lewat beberapa detik yang lalu, tubuhku masih menindih tubuhnya. Kucium bibirnya dengan lembut, kuusap-usap wajah dan rambutnya, sementara aku tidak mencabut kemaluanku yang masih berdiri dari liang vaginanya. Masih kunikmati sisa-sisa kedutan nyaman dari vaginanya di pori-pori kulit kelaminku.

Pagi itu aku sempat tertidur bersamanya hingga siang hari dengan tubuh telanjang, dan aku kembali ke kamarku sebelum Mbak Dwi dan suaminya kembali.

*****

Besok harinya, sebelum berangkat kuliah aku mampir ke rumahnya, yang kujumpai hanya Mbak Dwi.
"Mbak Dwi kemana Ibu..?"
"Oh Ibu sudah pulang, tadi pagi habis subuh minta diantar Mas ke terminal, katanya besok ada urusan, sehingga pulangnya dipercepat."
Aku kecewa, tapi kusembunyikan wajah kecewaku di hadapan Mbak Dwi. Sejak itu aku tidak pernah lagi menjumpai, kecuali dalam lamunanku. Kapan kejadian ini terulang..?

Mbak Dwi 2


Aku Dijadikan Kekasih Gelapnya Mbak Dwi 2


"Dik Ton, kamu diam aja, biar Mbak yang mainin..!"
Aku menurut walaupun kadang aku kembali mengocoknya, tapi dia menatapku dengan tajam dan menggelengkan kepala. Aku menurut dan diam saja. Mbak Dwi mengocok kemaluanku dengan tempo sangat lambat, dan lama kelamaan makin dalam, sehingga pangkal paha kami saling menempel dengan ketat. Dan ketika itu lah Mbak Dwi merangkulku, dan merintih-rintih. Dia mengocok kemalauanku makin cepat, dan kadang pinggulnya diputarnya, sehingga menimbulkan sensasi yang demikian hebatnya. Hampir aku tidak kuat menahan ejakulasi.

"Mbak, stop dulu Mbak, aku mau muncrat..!" bisikku.
Dia berhenti sebentar, tetapi segera mulai memutar dan mengocokkan pinggulnya lagi. Aku sudah benar-benar hampir keluar, maka kugigit lidahku, kualihkan rasa nikmatku kerasa sakit yang menyerang lidahku. Ternyata dengan cara ini aku dapat menahan pancaran spermaku. Mbak Dwi makin menggelora, dia merintih-rintih, kadang kupingku digigitnya, kadang leherku, dan juga jari tangannya mencakari punggungku.

"Dik Ton, aku nikmat sekali.., oohh.., apa kamu juga enak..?"
"Iya Mbak.." balasku.
"Sebelah mana..? Mbak sudah senut-senut sampai tulang punggung, mungkin Mbak sudah nggak bisa lama lagi. Aduh.., sshh.., nikmat sekali, Mbak belum pernah seperti ini. Kontolmu besar dan nikmat sekali..!"
Mbak Dwi berbicara sendiri, aku tidak yakin apakah dia sadar atau tidak, tetapi itu membuatku makin terangsang. Aku ikut mengocok dari bawah, pangkal kelamin kami yang becek oleh lendir beradu makin sering, sehingga menimbulkan bunyi ceprok.., ceprok.., ceprok.

Batangku sudah berdenyut kenikmatan, sedang kepala penis kurasakan makin membesar dan siap memuntahkan lahar. Ketika Mbak Dwi merintih makin keras, dan ketika jarinya mencengkeram pundakku kencang sekali, instingku mengatakan bahwa Mbak Dwi akan selesai. Maka kuangkat pinggukku, kutekan kemaluanku jauh ke dalam dasar vaginanya, kuputar pinggulku sehingga rambut kemaluan kami terasa menjadi satu. Pada saat itulah ledakan terjadi.

"Dik Ton.., eekh.., eekh.., eekh.., eekh..!"
Lubang dalam vaginanya berkedut-kedut, sementara ototnya menjepit batangku. Mbak Dwi melepas orgasmenya, dan pada saat itu pula lah maniku menyembur deras ke diding rahimnya, banyak sekali. Kami telah selesai, tubuhku lemas dan kami istirahat serta pura-pura tidur berjauhan ketika penumpang lain mulai masuk mobil.

*****

Sejak kejadian itu, aku sering melakukan hubungan sex dengannya pada siang hari ketika suaminya tidak di rumah. Papan yang menyekat kamarku dengan kamarnya telah kulonggarkan pakunya, sehingga 2 buah papan penyekat dapat kucopot dan pasang kembali dengan mudah. Kami menyebutnya "Pintu Cinta", karena untuk masuk ke kamarnya aku sering melalui lubang papan tersebut. Mbak Dwi kini tahu bahwa aku sering mengintip ke kamarnya, bahkan ketika dia melayani suaminya, dan kelihatannya dia tidak keberatan. Dan entah kenapa, aku pun tidak pernah cemburu, bahkan selalu terangsang jika mengintip Mbak Dwi sedang disetubuhi oleh suaminya.

Siang hari jika aku tidak ada kuliah, dan Mbak Dwi sendirian di rumah, aku sering menerobos melalui "Pintu Cinta" untuk menyalurkan birahiku sekaligus birahinya yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya. Tetapi sejak saat itu pulalah hubungannya dengan suaminya tambah mesra, jarang marah-marah, sering pula kulihat dia memijat suaminya mejelang tidur. Pelayanan sex-nya kepada suaminya juga tidak berkurang (dia melakukannya rata-rata dua kali satu minggu), tidak jarang pula suaminya hanya dilayani dengan oral sex.

Yang mebuatku bingung adalah jika Mbak Dwi mengulum dan mengurut-urut penis suaminya, suaminya mampu bertahan cukup lama, tetapi kalau dimasukkan ke vagina hanya mampu 5 sampai 10 kocokan, kemudian sudah tidak tahan. Biasanya, jika telah selesai melakukan tugasnya dan suaminya sudah pulas, Mbak Dwi akan mengeser tidurnya ke arah dinding yang menempel ke kamarku. Dengan posisi miring setengah telungkup, tangannya menyusup melalui kelambu dan "Pintu Cinta" yang sudah kubuka. Dia akan mencari paha dan kemaluanku, dan tanganku pun akan menyelusup ke arah selangkangannya untuk menuntaskan birahinya yang tidak pernah dicapainya dengan suaminya. Setelah itu kami saling mengocok kemaluan kami sampai masing-masing orgasme. Petting di samping suaminya yang tidur sungguh menegangkan, tetapi nikmat sekali.

Bahkan pernah suatu malam, dimana suaminya tertidur pulas, kami melakukan persetubuhan yang sangat unik. Setelah saling meraba melalui lubang cinta, Mbak Dwi memasukkan separuh tubuhnya bagian bawah melalui kelambu dan lubang cinta ke kasurku, sedangkan pinggang ke atas masih tetap di kamarnya bersebelahan dengan suaminya yang masih mendengkur. Sebenarnya aku sangat kuatir kalau ketahuan suaminya, tetapi karena nafsuku juga sudah tinggi, melihat vagina yang merekah dan berlendir aku tidak tahan untuk tidak menjilatnya dan menyedot-nyedot kemaluannya.

Ketika nafsuku tidak terkendali dan berniat untuk memasukkan penisku yang sudah mengeras sejak tadi ke lubang vaginanya, aku mengalami kesulitan posisi. Maka tidak ada jalan lain, kutarik tubuhnya makin ke dalam dan kuganjal pantatnya dengan bantal. Walaupun buah dadanya dan kepalanya masih di kamarnya, tetapi seluruh pinggangnya yang masih terbalut baju tidur sudah masuk ke kamarku, pahanya mengangkang lebar-lebar. Maka dengan setengah berjongkok, kumasukkan kemaluanku ke arah bawah. Memang ada sensasi lain. Jepitannya semakin kencang, dan klitorisnya terlihat jelas dari sudut pandangku.

Aku mengocoknya pelan-pelan, karena aku menjaga untuk tidak membuat bunyi apapun. Sambil kukocok vaginanya yang menjepit terus menerus itu, kuelus-elus klitorisnya dengan ibu jariku. Pada saat Mbak Dwi mengalami orgasme yang pertama, ternyata aku masih separuh perjalanan. Kubiarkan kemaluanku tetap di lubangnya ketika pinggulnya diangkat ke atas tinggi-tinggi saat menikmati orgasmenya, kedua pahanya menjepit keras pinggangku. Setelah kubiarkan istirahat sejenak, kembali kukocok vaginanya serta kuputar-putar klitorisnya dengan jempolku. Dan kulihat pinggulnya berputar semakin liar, aku segera tahu bahwa Mbak Dwi akan segera oegasme yang kedua.

Kutekan kemaluanku ke dalam liang sanggamanya, dan kupercepat putaran jempolku ke klitorisnya, sampai kurasakan tangannya mencengkeram pahaku. Biasanya pada saat orgasme aku mendengar rintihan dan melihat wajahnya menegang, tapi kali ini aku tidak mendengar dan melihat wajahnya. Kucabut penisku yang masih mengeras dan bersimbah lendirnya, segera kukocok dengan tangan kananku, kira-kira lima centi di atas lubangnya, dan akhirnya.., aku tidak dapat menahan kenikmatan. Kusemprotkan seluruh spermaku ke lubang vaginannya yang masih menganga. Mbak Dwi segera menarik tubuhnya masuk ke kamarnya, sedang aku menutup kembali papan yang terbuka. Sebuah permainan sex yang berbahaya dan menegangkan namun penuh nikmat dan tidak terlupakan.

Sejak saat itu, kami tidak pernah berani melakukannya lagi permainan sex di samping suaminya yang masih tidur, walaupun permainan dengan tangan tetap dilakukan. Apalagi sex di siang hari, masih rutin kami lakukan.

*****

Sudah dua minggu ibunya Mbak Dwi yang tinggal di kota lain menginap di keluarga itu. Umurnya kutaksir sekitar 45 tahun, kulitnya putih seperti anaknya, tubuhnya sudah tidak langsing, tapi masih padat dan mulus, terutama paha dan pinggulnya sungguh menggiurkan untuk lelaki normal. Aku biasa memanggilnya Bu Ar, dan aku sering mengobrol dengannya dengan bahasa Jawa yang sangat santun, seperti kebanyakan orang Jawa berbicara kepada orang yang lebih tua. Di rumah dia selalu menggunakan daster tanpa lengan, sehingga pangkal lengannya yang mulus sering menjadi curian pandanganku. Kehadirannya ini tentu mengganggu hubunganku dengan Mbak Dwi, karena kami tidak dapat bebas lagi bercinta.

Sejak kedatangannya, kami hanya melakukannya sekali ketika dia sedang pergi ke warung, itu pun kami lakukan dengan terburu-buru. Suatu minggu pagi, Mbak Dwi dan suaminya terlihat pergi berbonceng motor, dan ibunya sendirian di rumah. Karena kulihat koran minggu tergeletak di meja ruang tamunya, dengan terlebih dulu minta ijin aku masuk ruang tamunya untuk ikut membaca di ruang tamunya. Tidak berapa lama, ibunya keluar membawa secangkir kopi dan singkong rebus.

"Nak Ton, ini Ibu bikin singkong rebus, dicobain..!" sambil meletakan cangkir dia duduk di depanku.
"Terima kasih Bu..,"
"Anak muda koq hari minggu tidak ngelencer kemana-mana..?"
"Ah enggak Bu, badan saya lagi kurang sehat, mungkin masuk angin, saya mau istirahat saja di rumah." jawabku.
"Mau Ibu kerokin supaya agak ringan..?" dia menawarkan jasanya.
"Terima kasih Bu, saya nggak biasa kerokan."
"Kalau gitu diurut saja, masuk angin nggak boleh didiamkan. Nanti setelah diurut, Ibu bikinkan minuman jahe." nadanya memerintah.
Karena tidak enak menolaknya, aku pun mengikuti dia masuk ke dalam rumah.

"Situ di kamar saja nak Ton, dan kaosnya dicopot, Ibu mau menyiapkan minyaknya dulu..!"
Aku masuk ke kamar yang ditunjuknya, melepas T-shirtku, dan dengan hanya mengenakan celana training, aku telungkup di kasur.
"Celananya diganti sarung saja nak Ton, supaya mudah ngurut kakinya..!" dia masuk kamar sambil membawa mangkuk berisi minyak sambil menyerahkan sarung dari lemari.
Kuganti trainingku dengan sarung dengan extra hati-hati, karena kebiasaanku kalau di rumah memakai training, aku tidak pernah memakai celana dalam.

Dia mulai mengurut kakiku, pijatannya sangat keras, sehingga kadang aku harus meringis karena menahan kesakitan. Dalam mengurut bagian ini, kakiku ditumpangkan di atas pahanya, sehingga gesekan kaki dengan pahanya yang tertutup oleh daster menimbulkan kenyamanan tersendiri. Bahkan ujung jari kakiku menyentuh perutnya, aku tidak bereaksi, karena dianggap kurang ajar.

aku di jadikan kekasih gelap mbk dwi 1


Aku Dijadikan Kekasih Gelapnya Mbak Dwi 1


Kamar kostku sangat sederhana, hanya dibatasi dinding papan yang sudah rapuh dari kamar pasangan suami istri yang belum punya anak. Karena kondisi itulah sejak aku sewa kamar itu selama 2 bulan aku mempunyai kebiasaan mengintip dari sebuah lubang kecil di dinding ujung tempat tidurku yang makin lama semakin melebar karena ulah jariku. Lubang itu kututup dengan poster sehingga tidak ada cahaya yang keluar dari kamarku. Sedangkan di kamar sebelahku antara dinding dengan tempat tidur mereka hanya terhalang oleh kelambu.

Kegiatan mengintipku tidak mengenal batas waktu, dari pagi, siang ataupun malam. Sehingga aku hafal benar kehidupan di kamar sebelah, dari lekuk tubuh Mbak Dwi (nama samaran) sampai kehidupan sex mereka. Walaupun kehidupan rumah tangga mereka tampak rukun, tetapi aku tahu bahwa Mbak Dwi selalu tidak terpuaskan dalam kehidupan sex, karena suaminya hanya mampu 2-3 menit dalam bertempur, itu pun tanpa pemanasan yang cukup. Sehingga sering aku melihat Mbak Dwi diam-diam melakukan masturbasi menghadap ke dinding (ke arahku) setelah selesai bersenggama dengan suaminya. Dan biasanya pada saat yang sama, aku pun melepas hajatku, tanpa berani bersuara sedikitpun. Bahkan tidak jarang kulihat Mbak Dwi terlihat tidak bernafsu melayani suaminya, dan menjadikan tubuhnya hanya untuk melepas birahi suaminya saja.

Aku kenal dekat dengan Mbak Dwi dan suaminya, aku sering bertandang ke rumahnya untuk membaca koran karena kamar kontrakannya satu rumah denganku, bedanya mereka mempunyai ruang tamu, ruang tidur dan dapur. Aku lebih akrab dengan Mbak Dwi. Disamping umurnya kuperkirakan tidak jauh terpaut banyak di atasku, juga karena suaminya berangkat kerja sangat pagi dan pulang malam hari, itulah yang membuatku dekat dengannya. Mbak Dwi sebagai ibu rumah tangga lebih banyak di rumah, sehingga kami lebih sering bertemu di siang hari, karena kuliahku rata-rata 2 mata pelajaran sehari, dan selama itu pula aktifitas mengintipku tidak diketahui oleh mereka.

Hingga pada suatu hari, aku berniat pulang kampung dengan menggunakan Travel, yaitu kendaraan jenis minibus yang dapat dimuati 8 orang dan dioperasikan dari kota S ke kotaku pulang pergi. Aku selalu menggunakan jasa angkutan ini, karena harganya tidak terlalu mahal dan juga diantar sampai ke rumah. Aku kaget ketika masuk kendaraan, ternyata di dalam sudah ada Mbak Dwi yang mendapat tempat duduk persis di sampingku.

"Eh Mbak Dwi, mau kemana..?" sapaku sambil mengambil tempat duduk di sampingnya.
"Oh Dik Ton.., mau ke kota T. Ada saudara Mas yang sakit keras, tapi Mas nggak bisa cuti. Jadi saya datang sendiri."
Kami pun terlibat obrolan yang menyenangkan.
Dia menggunakan rok lengan pendek, sedangkan aku menggunakan t-shirt, sehingga berkali-kali tanpa sengaja kulit lengan kirinya yang putih mulus bersetuhan dengan kulit lengan kananku. Perjalanan malam yang akan memakan waktu 8 jam ini akan menyenangkan pikirku.

Kami sudah kehabisan obrolan, kulihat Mbak Dwi memejamkan mata, walaupun aku yakin dia belum tidur. Gesekan lengan kami lama-lama menimbulkan rangsangan buatku, sehingga kurapatkan dudukku ketika mobil berbelok. Kini tidak hanya lenganku yang menempel, tetapi pinggul kami pun saling menempel. Mbak Dwi mencoba menjauh dari tubuhku, dan aku pura-pura tidur, tapi posisi menjauhnya menyulitkan duduknya, sehingga pelan-pelan lengannya kembali menempel ke lenganku. Aku diam saja dan menahan diri, lalu lama-lama kugesekkan lenganku ke kulit lengannya, pelan sekali, setelah itu berhenti, menunggu reaksinya, ternyata diam saja. Darahku mulai cepat beredar dan berdesir ke arah penisku yang mulai mengeras.

Kuulangi lagi gesekanku, kali ini lebih lama, tetap tidak ada reaksi. Kuulangi lagi berkali-kali, tetap tidak ada reaksi. Kini aku merasa yakin bahwa Mbak Dwi juga menikmatinya, kumajukan lenganku pelan-pelan, kutindihkan lengan kananku di lengan kirinya. Kulihat Mbak Dwi masih tidur (pura pura..?) dan kepalanya beberapa kali jatuh ke pundakku. Aku makin terangsang, karena lenganku menempel pada buah dadanya. Mbak Dwi masih diam saja ketika tangan kiriku mengelus-elus kulit lengannya yang mulus, aku sangat menikmati kulitnya yang halus itu. Aku terkejut ketika dia membetulkan duduknya, tetapi tidak, ternyata dia menarik selimut pembagian dari Travel, yang tadinya hanya sampai perut sekarang ditutup sampai lehernya. Aku mengerti isarat ini, walaupun duduk di barisan belakang dalam kegelapan, tetapi kadang-kadang ada sinar masuk dari kendaraan yang berpapasan.

Kulihat ibu-ibu di samping Mbak Dwi masih terlelap dalam tidurnya. Melihat isyarat ini, kuletakkan tangan kiriku di atas buah dadanya, tangannya menahan tangan dan berusaha menyingkirkannya, tetapi aku bertahan, bahkan kuremas dadanya yang cukup besar itu dari luar bajunya. Tidak puas dengan itu, tanganku kumasukkan dalam bajunya, kusingkapkan BH-nya ke atas, dan kuremas dadanya yang kenyal dengan lembut langsung ke kulit payudaranya yang halus sekali.

Kembali tangannya mencengkeram tanganku ketika aku memelintir putingnya yang sudah mengeras, tetapi hanya mencengkeram dan tidak menyingkirkan. Kepala Mbak Dwi tersandar di bahuku, sedangkan kemaluanku sudah sangat keras dan berdenyut. Kuremas dan kuelus buah dadanya yang kenyal dan licin dengan lembut sepuas-puasnya, Mbak Dwi terlihat sangat menikmatinya. Permainan ini cukup lama, ketika rangsanganku makin meningkat, kurasakan penisku makin keras mendesak celanaku. Kugeser tanganku dari payudaranya ke perut dan pinggangnya yang langsing, dari pusar tanganku makin ke bawah mencoba menerobos ke bawah CD-nya. Mbak Dwi menahan tanganku dan menyingkikirkannya dengan keras. Akhirnya aku harus puas mengelus perutnya.

Aku sudah sangat terangsang, dalam kegelapan kubuka resleting celanaku, kukeluarkan penisku yang sudah sangat keras dari celana. Kubimbing tangan Mbak Dwi ke kemaluanku. Pada awalnya dia menarik tangannya, tetapi setelah kupaksa di tengah tatapan protesnya, ahirnya dia mau menggenggam kemaluanku. Sungguh nikmat sekali tangannya yang telah menyetuh barangku, bahkan dengan lembut meremas-remasnya.

"Mbak Dwi jangan diremas, dielus saja..!" bisikku.
Bersamaan dengan itu, kembali tanganku menyusup ke celana dalamnya. Kali ini Mbak Dwi diam saja, bahkan tanpa sadar diangkatnya kakinya, menumpangkan paha kirinya ke atas pahaku. Di tengah rimbun rambut kemaluan, kucari celah vaginanya, kujumpai vaginanya sudah mulai basah. Ketika jari tenganku mengelus dan memutar klitorisnya, kulihat Mbak Dwi mendesis-desis menahan rintihan. Sementara elusan di batang kemaluanku telah berubah menjadi kococokan.

Kenikmatan sudah memenuhi batang kemaluanku, bahkan menjalar ke pinggul. Ketika jariku sedang mengelus di dalam dinding dalam vaginanya, kurasakan kedutan di kepala kemaluanku sudah semakin kencang. Aku tidak tahan lagi.
"Crot..," akhirnya muncratlah air maniku beberapa kali, dan bersamaan dengan itu pula terasa dinding vagina Mbak Dwi menjepit keras jariku, punggungnya mengejang, Mbak Dwi mengalami orgasme.
Kutarik tanganku, dan kurapihkan selimutku dan juga selimutnya. Setelah itu kami terlelap tidur dengan kepala Mbak Dwi tersandar di pundakku.

*****

Aku terbangun ketika mobil berhenti di tempat parkir sebuah restoran yang sudah dipenuhi dengan bis malam. Di tengah sawah yang gelap itu, berdiri sebuah restoran Padang, tempat para supir istirahat dan penumpang minum kopi dan makan. Penumpang minibus beranjak turun, Mbak Dwi kulihat masih terlelap tidur. Dia bangun ketika ibu-ibu yang duduk di sebelahnya terpaksa membangunkannya karena mau lewat untuk turun, dan dia hanya memiringkan tubuhnya untuk memberi jalan.

Mobil kami diparkir di paling ujung di sebelah sawah yang gelap di antara parkir bis-bis besar jurusan luar kota. Semua penumpang telah turun, dan aku hanya berdua dengan Mbak Dwi. Kupandangi wajah cantiknya, kuraih lehernya ke arahku, dalam kantuknya kucium dengan lembut bibirnya, kuhisap dan kumasukkan lidahku mencari lidahnya. Dia membalasnya setengah sadar, tetapi ketika kesadarannya mulai pulih, Mbak Dwi membalas ciumanku, lidahnya bergesekan dengan lidahku, hisapannya juga tumpang tindih dengan hisapanku. Tanganku sudah masuk ke dalam bajunya dan meremas buah dadanya, nafasku dan nafasnya mulai memburu. Batang penisku kembali menegang dengan besaran yang penuh.

Kucium lehernya, dia menggelinjang kegelian dan aku makin terangsang. Dan kuberanikan diri untuk meminta kepadanya.
"Mbak Dwi, saya pengin dimasukkan.., boleh kan Mbak..?"
Dia hanya mengangguk dan mengangkat pantatnya ketika aku melepaskan CD-nya. Kuperosotkan celanaku sampai ke lutut, sehingga batang kemaluanku mendongak ke atas bebas.

Ketika sedang berpikir bagaimana posisi yang pas untuk menyetubuhinya pada posisi duduk di jok belakang yang sempit itu, tiba-tiba Mbak Dwi bangkit, mengangkangi kedua pahaku menghadap ke arahku. Dengan mencincing roknya sampai ke pinggang, dipegangnya batangku dan di bimbingnya ke arah kemaluannya. Disapukannya kepala penisku dari ujung klitorisnya sampai bibir vaginya yang paling bawah berkali-kali. Kurasakan geli dan nikmat digeser-geser di daerah licin seperti itu. Aku mendesis kenikmatan karena untuk pertama kali inilah aku berhubungan badan dengan seorang wanita.

"Enak Dik Ton..?" tanyanya ditengah dia menatap wajahku yang keenakan.
"Mbak, masukin Mbak, saya pengen ngerasain..!" aku meminta.
"Mbak masukin, tapi jangan cepet dikeluarin ya.., Mbak pengen yang lama."
Aku hanya mengangguk, walaupun aku ragu apakah aku mampu lama. Aku terbayang suami Mbak Dwi yang hanya mampu 2-3 tiga menit saja.

Dia mulai menurunkan pantatnya pelan sekali, terasa kepala penisku terjepit bibir yang lincin dan hangat. Serr.., seerr.., terus makin ke dalam, sampai akhirnya sudah separuh kemaluanku terjepit di liang vaginanya. Pada posisi itu dia berhenti, kurasakan otot dalam vaginanya menjepit-jepit kemaluanku, nimat sekali rasanya. Sebagai pemula, aku berusaha mengocok kemaluannya dari bawah, kusodok-sodokkan penisku ke vaginanya, sehingga mobil terasa bergoyang.

Friday, July 26, 2013

tips mengencangkan vagina



vagina Tips Bikin Vagina Jadi Perawan Kembali
Tips kali ini adalah Tips mengencangkan Vagina, dengan Vaginoplasty. Dalam dunia kecantikan beberapa tahun terakhir. Sebelum tahu bagaimana vaginoplasty dilakukan, perlu juga diketahui apa yang mendorong orang melakukannya.
Otot panggul pada wanita mengendalikan sistem tiga organ, katakanlah kandung kemih, rahim dan perut, yang menjadi satu alur. Bila salah satu organ rusak, bisa jadi organ-organ yang bertetangga terpengaruh.(astaga.com lifestyle on the net info)
Penyebab utama di balik rusaknya otot panggul tersebut biasanya karena melahirkan, menopause, dan obesitas. Sebaliknya, beberapa wanita terlahir dengan jaringan otot kolagen lemak dan vagina yang kendur bahkan pada saat usia muda dan tidak hilang selama melahirkan. Begitu yang dikutip dari sebuah situslifestyle.
Penyebabnya, kelahiran seorang anak
Kerusakan vagina umumnya disebabkan oleh kehamilan dan melahirkan. Kepala bayi yang dilahirkan, melewati vagina, bisa menyebabkan otot panggul terlalu melar dan smerobeknya. Bisa menjadi lebih buruk lagi bila sang pasien tidak melakukan senam kegel selama hamil dan setelah melahirkan.
Banyak wanita tidak sadar senam ini bisa menghindari atau mengurangi risiko rusaknya otot panggul. Untuk mengetahui rusak tidaknya otot panggul, dokter bisa memasukkan jari telunjuk ke vagina dan jempol ke dalam anus dan “mencubit”-nya. Bila ada semacam ruang kosong di antaranya, maka otot panggul telah rusak dan di jaringan “tubuh perineal” yang terletak di daerah itu.
Ini adalah masalah yang umum disebabkan oleh proses penyembuhan atau pemotongan yang buruk (episiotomy) pada vagina sesaat setelah melahirkan. Hal ini yang menyebabkan perasaan seperti vulva/vagina yang terbuka pada pasien dan pasangannya. Keluhan, seperti longgar, tidak menggigit, tidak ada sensasi, dan tidak menyenangkan, sering terdengar.
Labioplasty
Berbeda dari vaginoplasty, ada pula pasien yang meminta labioplasty (penyusutan bibir vagina). Beberapa pasien, terutama yang berusia di bawah 40 tahun, sangat terganggu dengan bibir vagina mereka yang besar. Beberapa mengeluh sakit pada saat berhubungan seks ketika pasangan berusaha menemukan “pintu masuk”. Yang lainnya merasa depresi ketika pasangan melihat vulva dan berpaling ke wanita lain.
Labioplasty adalah:operasi sederhana dengan memotong kelebihan kulit vulva dengan pemotongan lurus atau zigzag. Penjahitan dilakukan dengan rapih dan ini akan hilang dalam waktu seminggu. Labioplasty dapat dilakukan sebagai prosedur satu hari dengan hasil yang memuaskan.


Read more:http://tompbr.com/file/2011/10/tips-bikin-vagina-jadi-perawan-kembali/#ixzz21jgVYuEv
Under Creative Commons License:Attribution Share Alike
Sungguh Puaskah Istri Anda ?