Pagi sekali ayam jantan milik tetangga rumah itu berkoar. Padahal mataku masih menginginkan untuk terpejam. Namun, berisik koar ayam jantan itu membuatku terbangun. Hah!!! Gerutuku sambil membuka mata dan beranjak ke kamar mandi untuk sekedar membuang air seni yang sudah terasa berat di selangkanganku.
Tiba-tiba telingaku yang tajam menangkap suara desahan yang tertahan. Halus dan pelan. Rumah kontrakan yang hanya tersekat oleh dinding papan ini memang menguntungkan bagi orang kecil sepertiku yang hidup megap-megap ditengah kota Jakarta. Mengontrak rumahpun mencari yang mumer. Alias murah meriah seperti kebiasaanku ketika ingin mencari panti pijat.
Aku beringsut mencari celah dinding papan yang berlubang. Disebelah petak kontrakanku tinggal seorang penjual jamu gendong beserta adiknya. Namanya Mirna dan adik laki-lakinya Bejo. Bejo kerja serabutan. Terkadang jadi kuli bangunan, terkadang jualan di pasar. Terkadang malah manyun dipinggir empang mancing lele.
Ups! pas sekali aku bisa menemukan celah di antara dinding penyekat yang terbuat papan ini. Mataku terbelalak menyaksikan dari celah ini si Mirna sedang meremas payudaranya dan memainkan jarinya diklitorisnya. Memutar dan menekan. Jakunku mulai naik turun. Dan burungku pun mulai menegak. Tidak kusangka dan kuduga selama ini ternyata Mirna punya tubuh yang seindah itu. Selama ini aku tidak begitu memperhatikannya. Karena setiap aku melihatnya tubunya selalu dibalut dengan kain kebaya dan baju atasan. Paling banter aku sekali melihatnya pake daster dan itupun ditambah dengan celana panjang sehingga kulitnya yang putih itu hanya terlihat dilengannya saja. Kali ini aku benar-benar melihatnya utuh. Tubuh telanjangnya tergolek di tempat tidur. Payudaranya pun terlihat dengan puting susunya yang memerah.
Yup! aku baru ingat kalau Bejo adiknya menginap ditempat kawannya di kampung sebelah. Dan, aku juga baru tahu kalau rupanya minah suka bermartubasi di waktu subuh dimana aku jarang bahkan susah bangun di waktu subuh. Tapi, kali ini aku beruntung sekali terbangun di waktu subuh karena menemukan hal unik dan baru kebiasaan tetangga sebelah petak rumah kontrakan.
Peristiwa di waktu subuh itu aku ingat selalu. Meski hanya sekali. Karena selanjutnya aku susah sekali buat bangun di waktu subuh. Dan, ketika bangun itupun terkadang sudah melewati ritual Minah dan ketika adiknya Bejo, dirumah mana bisa dia berbuat seperti itu.
Bodoh! Kata setan dalam hati. Kenapa aku tidak berusaha mendekatinya? Tapi dengan cara apa? Bodoh! sekali lagi setan dalam hati memaki. Kenapa tidak kau pura-pura minum jamu jualannya? Yup! aku baru menemukan ide. Selama ini aku tidak pernah mencicipi jamunya!!!
"Mbak Mirna!" panggilku pelan dari pintu belakang.
"Iya. siapa?" jawab suara mirna di balik pintu
"Aku. Tetangga sebelah"
"Oh, mas Andri. Sebentar."
Tak lama pintu belakang rumah kontrakan terbuka. Didepanku Mirna hanya mengenakan daster tanpa lengan warna biru muda. Cuma, kali ini dia tidak pakai celana leging yang biasa dia pakai.
"Ada apa, mas?
"Hmmm mau beli jamu pegel linu"
"Tumben, mas?
"Iya. biasanya sih beli di gang depan cuma lagi males jalan,mbak."
"Oh, ya udah masuk yuuuk".
Berjingkat aku masuk mengikuti ajakan Mirna. Daster birunya yang transparan itu membuatku ingin segere menyergapnya. Namun aku coba menenangkan bathin yang bergejolak. Salah-salah mirna malah teriak kalau dia langsung aku sergap! Bisa runyam urusannya. Digebukin aku orang sekampung!
Mirna mulai meramu jamu yang kupesan. Aku mulai memperhatikannya. Wajah mirna memerah ketika dia tahu aku memperhatikannya. Pangkal lengannya yang terangkat ketika memeras jeruk nipis digelas menampakan buah bulu keteknya yang halus dan sedikit buah dadanya.
"Ini mas jamunya"
"Eh, iya" sedikit aku pura-pura merasa jengah. Kenakalanku mulai kumainkan dengan mencoba menggenggam tangannya ketika dia mengulurkan gelas yang berisi jamu.
"Hah...enak sekali. Gak nyangka jamu buatan mbak Mirna mantab."
"Ah, mas Andri.
"Serius. baru tahu aku,mbak. tahu gini kan beli terus aja mbak Mirna."
Sekian lama aku bertetangga denga Mirna baru kali ini aku mengobrol dengannya. Ketika niat jahat muncul di kepalaku karena peristiwa subuh itu. He..he..he...
Rupanya dia seorang janda yang ditinggal kabur suaminya ke kota. Ketika disusul ternyata suaminya sudah punya istri baru. Cerita yang klasik. Asyik aku mengobrol dengan mbak Mirna tentang pengalaman hidupnya. Kadang diringi tawa dan cubitan tangannya saat dia merasa malu dan tersipu karena aku goda. Tak sengaja daster yang dikenakan mbak Mirna sedikit terangkat. Aku melihat paha mulus itu dengan nafsu yang tertahan.
"Mbak, aku tahu loh apa yang mbak pernah lakukan di subuh-subuh itu" bisiku ditelinganya.
"Hah? pekinya pelan kaget. Mulutnya ternganga. Wajahnya memerah malu.
Mulut yang menganga itu membuatku hilang kesadaran. Secepat itu aku mendaratkan bibirku di bibirnya. Mbak mirna kaget setengah mati. Dia berusaha menutup bibirnya dan menghindar. Namun, tanganku mendekap pinggulnya agar tidak bisa menjauh dariku.
Tanganku mulai mengelus pahanya yang mulus itu. Bibirku berusaha menjamah bibirnya yang bergerak kekanan dan kekiri menghindar.
"Ukh.." pekikinya sembari menggelengkan kepalanya. Aku tak hilang akal. Aku remas payu daranya yang menggunung dan menempel di tubuhku. Mungkin karena keenakan sedikit membuka katupan bibirnya. Tidak aku sia-siakan. Aku mengulum bibirnya sembari tanganku meremas payudaranya dan sesekali memelintir puting susunya. Mirna mulai mengerang.
Jariku menelusup diantara celana dalamnya yang masih terpakai. Aku usap pelan. Bulu-bulu halus kemaluannya semakin menambah gemas rasakku. Aku usap sampai ke klitorisnya dan jariku yang lain masuk kedalam liang kemaluannya. Basah. Mirna makin mendesah.
Tapi, aku lupa bahwa pintu belakang rumah belum tertutup. Gawat kalau ketahuan tetangga. Aku pun menghentikan perburuanku dan beranjak menutup pintu.
Sekembalinya menutup pintu aku lihat tubuh indah Mirna sudah tergolek ditempat tidurnya. Matanya terpejam. Aku memburu bibir mirna dan berusaha membuka dasternya. Mirna tak kalah beringas dan membuka celanaku.
Bibirnya lembut mengulum kemaluanku. Rupanya jago juga dia memainkan lidahnya. Buah kemaluanku dijilatinya hingga aku mengejang tak karuan.
Tiba giliranku untuk memainkan lidahku di kemaluannya. Mirna mulai meremas rambutku ketika lidah dan bibirku melumat habis lubang kemaluannya. Tanganku tak lupa meremas payudaranya. Klitorisnya aku tekan dengan lidahku dan aku hisap kuat hingga Mirna merasa kejang dan semakin keras menjambak rambutku.
"Auw.." Mirna terpekekik pelan. Dua rambutku tercabut dari kulit kepalaku saking keenakannya. Mata Mirna terpejam. Kembali aku mengulum bibirnya. Kemaluanku perlahan aku arahkan ke lubang kemaluannya. Matanya makin terpejam ketika batang kemaluanku masuk seluruhnya ke dalam kemaluannya.
"Kamu suka sayang?" ucapku mulai menggunakan kata sayang.
"Iyaaaa, masssss."
Aku gerakkan pantatku maju mundur menenggelamkan kemaluanku. Lembab dan hangat. Terasa sekali di kulit kemaluanku. Mirna hanya sedikit bergerak ketika aku sesekali menahan kemaluanku kemudian menghunjamnya kencang kedalam kemaluannya.
"Okh..." pekiknya halus saat aku semikin kencang menghunjamkan kemaluanku.
"Massss...."
"Iya,sayang..."
Aku angkat sebelah kakinya ke bahuku. Mirna berusaha menggapai ujung kain tempat tidurnya. Tangannya mencengkeram kuat seiring semakin membesarnya kepala kemaluanku. Dan...
"Ooooookkkhhh..."
"Mirna....!!!"
Berbarengan aku dan mirna mengerang. Akupun erat memeluk tubuhnya. Nafasku terngengah-engah ditelinganya.
End
Monday, May 31, 2010
Sunday, May 30, 2010
Dokter Shinta Bertugas Di Desa Terpencil
Latar Belakang
Shinta adalah seorang dokter muda. Dia baru saja menamatkan pendidikannya pada sebuah universitas ternama di Sumatera. Selain kecerdasannya yang mengantarkan dirinya meraih gelar dokter. Shinta juga merupakan gambaran profil generasi muda masa kini. Disamping sebagai gadis yang sangat cantik, Shinta yang berusia 24 tahun ini juga lincah dan intelek dan dikenal oleh teman-temannya sebagai gadis yang cinta lingkungan dan masalah sosial budaya. Dia sangat senang dengan petualangan alam.
Selama 2 tahun terakhir di kampusnya Shinta dipercaya teman-temannya menjadi Ketua Group Pecinta Alam. Sangat kontras memang. Dilihat dari penampilan fisiknya yang demikian cantik dan lembut Shinta adalah ahli bela diri Kung Fu pemegang sabuk hitam. Disamping itu dia juga sebagai pemanjat tebing yang handal dan juga beberapa kali telah mengikuti kegiatan arung jeram dengan menelusuri sungai-sungai ganas di seputar Sumatera.
Sebagaimana dokter baru ia harus menjalani masa PTT pada sebuah desa yang jauh dari tempat tinggalnya. Reaksi orang tuanya dalam hal ini ibunya dan Rudi tunangannya adalah sangat keberatan saat mendengar bahwa dia harus bertugas di desa terpencil itu. Ibu Shinta sangat menyayangi Shinta. Beliaulah yang terus mendorong sekolah Shinta hingga lulus menjadi dokter. Orang tua Shinta cerai saat Shinta masih kecil. Sampai tamat dokter Shinta mengikuti ibunya. Shinta tak pernah kenal dan tahu bagaimana dan dimana ayahnya sekarang.
Selain jauh dari kotanya daerah itu masih sangat terbelakang dan terisolir. Bayangkan, untuk mencapai daerah itu orang harus seharian naik bus antar kota, kemudian disambung dengan ojek hingga ke tepian desa yang dimaksud. Di desanya sendiri yang sama sekali tak ada sarana transportasi juga belum terjangkau oleh penerangan listrik. Tak ada TV dan belum ada sambungan pesawat telpon maupun antene repeater untuk penggunaan hand phone.
Ibunya minta pamannya yang adik kandung ibunya bersama Rudi tunangannya untuk menyempatkan diri meninjau langsung desa itu. Sepulang dari desa tersebut mereka menyatakan bahwa betapa berat medan yang akan dihadapi oleh Shinta nantinya. Mereka khawatir dan cemas pada Shinta yang rencananya pada bulan **** nanti akan dinikahkan dengan Rudi. Shinta dan Rudi telah bertunangan selama hampir 2 tahun. Rudi sendiri adalah seorang insinyur pertanian yang telah bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten. Tetapi semua kecemasan dan kekhawatiran orang tua dan tunangannya itu tidak terlampau ditanggapi oleh Shinta.
Untuk lebih menghayati cerita selanjutnya, biarlah Shinta sendiri yang menceriterakan kisah yang dialaminya sebagaimana yang tertera di bawah ini,
Cerita Shinta
Aku sendiri justru sangat tertantang oleh kondisi desa itu. Idealisku muncul dan mendorong aku untuk terus maju saat kupelajari keadaan geografi, sosial demografi dan sosial ekonomi dan budaya lokal masyarakat desa itu. Aku berketatapan hati tak akan mundur oleh tantangan yang sungguh romantik itu. Aku ingin bisa membagi ilmu dan pengetahuanku dan ketrampilan serta pengalamanku bagi masyarakat di desa itu. Aku ingin bisa mengabdikan diriku pada mereka yang serba kekurangan dan penuh keterbelakangan itu. Dan pada akhirnya karena sikapku yang cerah dan tegar maka baik ibu maupun tunanganku mendukung PTT-ku di desa terpencil itu.
Setelah melalui 1 hari perjalanan yang melelahkan dengan diantar oleh paman dan Mas Rudi aku sampai di desa penuh tantangan itu. Kami di sambut oleh perangkat desa itu dan kepala dusun. Seorang tetua yang juga kepala dusun yang bernama Pak Tanba secara spontan meminjamkan salah satu ruangan di rumahnya untuk kubuat poliklinik sederhana.
Sesudah 2 hari membuat persiapan tempat praktek dokter dan acara peresmian ala kadarnya aku diterima resmi oleh masyarakat sebagai dokter di desa itu. Aku juga akan memberikan pelayanan kesehatan ke desa-desa di sekitar desaku. Dengan pesan-pesan serta berbagai wanti-wanti, paman bersama Rudi pulang kembali ke kota dengan meninggalkan aku yang telah siap untuk memulai tugasku. Sesaat sebelum beranjak aku memandangi Rudi. Dari matanya aku membaca kerinduan yang hinggap. Dia akan rindu kapan akan kembali saling membelai. OK, Rud. Ini khan hanya untuk waktu 6 bulan. Dan kita akan menikah sesudahnya, bukan?!
Pada hari pertama aku diajak keliling desa oleh Pak Tanda bersama aparat desa untuk dikenalkan kepada masyarakat desa itu. Pada hari-hari selanjutnya aku menunggu masyarakat yang memerlukan bantuanku di poliklinik. Apabila diperlukan aku juga akan mendatangi pasien yang tidak mampu mengunjungi tempat praktekku. Hari-hari pertama bertugas aku dibantu oleh kader kesehatan yang telah aku beri pelatihan sederhana. Pada saat yang sangat diperlukan Pak Tanba bersedia membantu untuk mengantar aku melayani panggilan dari masyarakat.
Orang-orang desa itu telah mafhum akan kelebihan Pak Tanba. Dia sangat akrab dan disenangi masyarakat di sekitarnya. Dia merupakan orang yang paling kaya untuk ukuran desa itu namun sama sekali tidak menunjukkan kesombongan. Dengan usahanya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba bisa memiliki beberapa rumah di desa itu dan beberapa lagi di desa sekitarnya.
Yang lebih hebat lagi, Pak Tanba yang usianya sudah lebih 65 tahun itu mampu memiliki 3 orang istri. Artinya disamping mampu dalam arti materiil, Pak Tanba juga memiliki kemampuan lahiriah yang sangat baik. Tubuhnya masih nampak sehat dan tegar dan selalu siap melakukan kewajibannya untuk memberikan nafkah lahir batin kepada para istrinya. Wajahnya yang keras tetapi penuh wibawa memberikan kesan 'melindungi' pada siapapun yang dekat dengannya. Dan memang demikianlah, Pak Tanba orang yang ringan tangan dan kaki untuk memberikan pertolongan pada orang lain, pada masyarakat desanya atau siapapun.
Istri-istri Pak Tanba boleh dibilang bukan perempuan sembarangan. Istri pertamanya Rhayah, usianya telah 57 tahun. Dialah 'permaisuri' sesungguhnya dari Pak Tanba. Dari Rhayah lahir 3 anaknya yang telah dewasa dan berumah tangga. Pada Rhayah, Pak Tanba menunjukkan bagaimana dirinya sebagai suami yang selalu memberikan nafkah lahir bathin tanpa pernah pilih kasih pada yang lebih muda atau lebih cantik.
Istri ke 2-nya adalah Siti Nurimah. Seorang janda dari desa yang cukup jauh dari desanya. Siti Nurimah adalah perempuan yang memiliki toko klontong di desanya. Dari Nurimah Pak Tanba memiliki 2 orang anak yang masih bersekolah. Nurimah sangat baik hatinya. Dia tak pernah menunjukan iri atau cemburu pada istri Pak Tanba yang lain.
Kemudian istrinya yang terakhir masih sangat muda. Umurnya 19 tahun. Dia masih perawan saat dikawini Pak Tanba. Karena jasa Pak Tanba pada keluarganya, Halimah demikian namanya yang berperangai halus dan cantik itu rela menjadi istri ke 3 Pak Tanba. Sikapnya selalu hormat pada Pak Tanba dan para istrinya yang terdahulu. Sehari-hari Halimah adalah guru SD di desanya. Saat ini Halimah sedang mengandung 9 bulan. Diperkirakan dia akan melahirkan dalam waktu dekat ini.
Aku sering berpikir bahwa koq ada orang macam Pak Tanba. Pendidikannya yang rendah, dia hanya tamatan SD, tidak membuatnya menjadi orang kecil. Aku menilai Pak Tanba adalah 'orang besar' dalam arti sesungguhnya. Dia orang yang selalu pegang komitmen, terlihat pada bagaimana hubungannya dengan para istrinya. Dia juga seorang yang pekerja keras dan senang melakukan kegiatan sosial demi kebahagiaan orang banyak. Tak pernah aku mendengar keluhannya selama dia membantu tugas-tugasku. Dia selalu menunjukkan kegembiraannya.
Dan yang juga aku kagumi, dia jarang lelah atau sakit. Dia nampak selalu sehat. Tubuhnya sendiri yang nampak cukup gempal kondisinya sangat segar tanpa penyakit. Dengan rambutnya yang masih hitam dan tebal, giginya yang tetap utuh di tempatnya dan sorot matanya yang demikian energik, sepintas orang yang melihatnya akan terkesan umur Pak Tanba paling sekitar 50 tahunan. Atau lebih muda 15 tahun dari umur yang sebenarnya. Dan satu hal yang mungkin membuatnya mudah mendapatkan istri, tampang dan gayanya yang simpatik. Tidak tampan tetapi enak dilihatnya.
Dalam kegiatannya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba banyak berkeliling ke desa-desa disekitarnya dengan mengendarai sepeda motor. Di saat tak ada kegiatan dengan senang hati Pak Tanba juga meminjamkan motornya kepadaku untuk keperluan mendatangai pasienku yang tinggal jauh dari desa. Bahkan apabila keadaannya sangat genting Pak Tanba turun tangan sendiri membantu aku dengan memboncengkan menuju ke tempat tinggal pasienku.
Pelayanan kesehatan di tengah-tengah masyarakat desa yang terpencil ini boleh dibilang tidak mengenal waktu. Beberapa kali aku harus menerima panggilan dari pasienku jauh di tengah malam. Dan tentu saja hanya dengan bantuan Pak Tanba aku bisa memenuhi panggilan dan kewajibanku itu.
Tak terasa kegiatanku yang terus merangkak telah memasuki bulan ke 4. Aku telah mengenal dan dikenal banyak orang di desaku maupun desa-desa disekitarnya. Selama itu pula Pak Tanba telah menunjukkan betapa dia telah membantu aku dengan tidak tanggung-tanggung demi kesejahteraan serta kesehatan masyarakat di desanya. Aku benar-benar respek dengan 'goodwill'-nya Pak Tanba ini. Bahkan aku sering merasa terharu manakala dalam mengantar aku sering mendapatkan berbagai kesulitan. Terkadang ban motornya yang meletus, atau mesin yang ngadat sehingga tak jarang dia mesti menuntun motornya dengan berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh.
Dalam kesempatan yang lain kami sering terjebak dalam jalanan yang licin bekas hujan. Dengan terseok-seok dia mesti mendorong motornya melewati lumpur dan beberapa kali terpeleset jatuh hingga pakaiannya belepotan lumpur. Aku sendiri tak bisa berbuat banyak pada kondisi macam itu. Yang kumiliki hanyalah rasa iba yang tak mungkin berbagi padanya.
Di lain pihak kami berdua sering menrasakan suatu kepuasan batin. Manakala upaya menolong orang sakit atau sesekali ibu-ibu yang melahirkan dan semuanya berakhir dengan selamat dan sukses kami sungguh merasa sangat bahagia. Terkadang kebahagiaan itu kami ungkapkan dengan sangat spontan. Kami saling berpelukan karena perasaan bahagia atas sukses yang begitu banyak menuntut pengorbanan.
Dari berbagai macam hal yang penuh suka duka macam itu hubunganku dengan Pak Tanba menjadi semakin emosional. Kami bukan semata berhubungan dengan tugas atau kewajiban semata. Tetapi kami semakin merasakan apa yang membuat Pak Tanba senang atau susah akupun ikut merasakan senang atau susahnya. Demikian pula sebaliknya.
Terkadang terlintas dalam pikiranku, alangkah bahagianya istri-istrinya memiliki suami macam Pak Tanba yang sangat 'concern' pada peranannya sebagai suami maupun sebagai manusia yang merupakan bagian dari manusia lainnya. Sungguh langka seorang suami macam Pak Tanba.
Aku sendiri merasakan betapa 'adem' saat Pak Tanba hadir di dekatku. Perasaan yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Seakan didekatku ada pelindung. Ada yang memperhatikan dan membantu saat aku mendapatkan masalah. Adakah begitu yang diberikan seorang 'ayah' pada putrinya? Adakah aku merindukan 'ayah' yang hingga kini aku tak pernah mengenal dan tahu dimana keberadaannya? Perasaan 'menyayangi' secara tulus, aku menyayangi Pak Tanba dan Pak Tanba menyanyangi aku merupakan wujud nyata yang mengiringi setiap kebersamaanku dengan dia.
Dan anehnya, ini aku akui, aku resah kalau tak ada Pak Tanba. Aku gelisah kalau tak berjumpa dengannya. Misalnya aku kehilangan konsentrasi kerja saat dia sedang menggilir istrinya barang 1 atau 2 hari. Aku sering merenungi kenapa perasaanku aku jadi sangat tergantung pada Pak Tanba. Dan perasaan resahku itu semakin dalam dan mendalam dari hari ke hari.
Pada suatu malam, sekitar pukul 9 malam ada orang dari desa sebelah bukit dan ladang yang datang. Istrinya sedang diserang demam dan meracau. Dia panik dan kemudian dengan ditemani tetangganya dia mendatangi aku minta pertolongan. Kebetulan saat itu ada Pak Tanba yang baru pulang dari mengurus dagangan hasil bumi dari desanya. Tanpa menunjukkan kelelahan atau kejenuhan Pak Tanba menyarankan agar aku lekas mengunjungi orang sakit itu. Dia siap untuk mengantar aku. Sesudah menanyakan letak rumahnya secara jelas dia minta pamit untuk mendahului pulang. Dengan berjalan kaki mereka bisa memotong jalan hingga kemungkinan dia akan lebih dahulu sampai dari pada aku. Mereka akan menunggu kami di pintu desa.
Sesudah aku menyiapkan alat-alat yang diperlukan kami berangkat ke desa yang dimaksud. Aku melihat langit begitu gelap. Sesekali nampak kilat menerangi pepohonan.
"Wah, ini mau hujan kelihatannya, Pak Tanba ",
"Iya nih, Bu dokter, Mudah-mudahan nantilah hujannya sesudah semua urusan rampung",
Namun aku tak khawatir. Selama Pak Tanba ada di dekatku sepertinya segala hambatan hanya untuk dia. Dia akan menghadapinya untuk aku. Karena jalan desa yang tak mulus macam di kota, aku harus erat-erat memeluk pinggang Pak Tanba agar tak terlempar dari boncengan motornya. Memang demikianlah setiap kali kami berboncengan. Dan kalau badan yang seharusnya tidur ini masih harus bepergian, maka kantukku kusalurkan dengan menempelkan kepalaku ke punggung Pak Tanba. Dia nggak keberatan atas ulahku ini.
"Tidur saja Bu dokter, jalannya masih cukup jauh".
Perjalanan itu hampir memakan waktu 1 jam. Mungkin hanya 10 menit kalau jalanannya macam jalan aspal di kota. Sampai di pintu desa nampak mereka yang menjemputku. Masih beberapa rumah dan kebon yang mesti kami lewati. Aku mendapatkan seorang perempuan yang sedang menggigil karena demam yang tinggi. Sesudah kuperiksa dia kuberi obat-obatan yang diperlukan. Kepada suami dan kerabatnya yang di rumah itu aku berkesempatan memberikan sedikit penerangan kesehatan. Aku sarankan banyak makan sayur dan buah-buahan yang banyak terdapat di desa itu. Bagaimana mencuci bakal makanan sehingga bersih dan sehat. Jangan terlalu asyik dengan ikan asin. Kalau berkesempatan buatlah kakus yang benar. Perhatikan kebersihan rumah dan sebagainya. Terkadang Pak Tanba ikut melengkapi omonganku. Dari sekian puluh kali dia mengantar aku, akhirnya dia juga menguasai ilmu populer yang sering kusiarkan pada penduduk itu.
Saat pulang, kilat dari langit makin sering dengan sesekali diiringi suara guntur. Jam tanganku menujukkan pukul 10.30 malam. Ah, hujan, nih. Pak Tanba mencoba mempercepat laju kendaraannya. Angin malam di pedesaan yang dingin terasa menerpa tubuhku.
Kira-kira setengah perjalanan kami rasakan hujan mulai jatuh. Lampu motor Pak Tanba menerangi titik-titik hujan yang seperti jarum-jarum berjatuhan. Aku lebih mempererat peganganku pada pinggulnya dan lebih menyandarkan kepalaku ke punggungnya untuk mencari kehangatan dan menghindarkan jatuhan titik-titik air ke wajahku.
Hujan memang tak kenal kompromi. Makin deras. Aku pengin ngomong ke Pak Tanba agar berteduh dulu, tetapi derasnya hujan membuat omonganku tak terdengar jelas olehnya. Dia terus melaju dan aku semakin erat memeluki pinggulnya. Tiba-tiba dia berhenti. Rupanya kami mendapatkan dangau beratap daun nipah yang sepi di tepi jalanan. Aku ingat, dangau tempat jualan milik orang desa sebelah. Kalau siang hari tempat ini dikunjungi orang yang mau beli peniti, sabun atau barang-barang kebutuhan lain yang bersifat kering. Ada 'amben' dari bambu yang tidak luas sekedar cukup untuk duduk berteduh. Pak Tanda lekas menyandarkan motornya kemudian lari kebawah atap nipah. Aku menyilahkannya duduk.
"Sini Pak, cukup ini buat berdua,"
Dan tanpa canggung dia mendekat ke aku dan sambil merangkulkan tangannya ke pundakku duduk di sampingku.
"Ibu kedinginan?"
"Iyalah, Pak.." sambil aku juga merangkul balik pinggangnya dengan rasa akrab.
Untuk beberapa saat kami hanya diam mendengarkan derasnya hujan yang mengguyur. Omongan apapun nggak akan terdengar. Suara hujan yang seperti dicurahkan dari langit mengalahkan suara-suara omongan kami. Beberapa kali aku menekan pelukanku ke tubuh Pak Tanba untuk lebih mendapatkan kehangatannya. Kepala dan wajahku semakin rebah menempel ke dadanya.
Aku nggak tahu bagaimana mulanya. Kudengar dengusan nafas Pak Tanba di telingaku dan tahu-tahu kurasakan mukanya telah nyungsep ke leherku. Aku diam. Aku pikir dia juga perlu kehangatan. Dan aku merasakan betapa damai pada saat-saat seperti ini ada Pak Tanba. Aku juga ingin membuat dia merasa senang di dekatku.
Tiba-tiba dia menggerakkan kecil wajahnya dan leherku merasakan bibirnya mengecupku. Aku juga diam. Aku sendiri sesungguhnya sedang sangat lelah. Ini jam-jam istirahatku. Kondisi rasio dan emosiku cenderung malas. Aku cenderung cuek dan membiarkan apa maunya. Aku nggak perlu mengkhawatirkan ulah Pak Tanba yang telah demikian banyak berkorban untukku. Dan aku sendiri yang semakin kedinginan karena pakaianku yang basah ditambahi oleh angin kencang malamnya yang sangat dingin merasakan bibir itu mendongkrak kehangatan dari dalam tubuhku. Bahkan kemudian aku juga tetap membiarkan ketika akhirnya kurasakan kecupan itu juga dilengkapi dengan sedotan bibirnya. Aku hanya sedikit menghindar.
"Aiihh.." desahku tanpa upaya sungguh-sungguh untuk menghindar. Hingga kudengar.
"Bb.. Bu dokteerr.." desis bisik setengah samar-samar di tengahnya suara hujan yang semakin deras menembusi gendang telingaku.
"Buu.." kembali desis itu.
Dan aku hanya, "Hhmm.."
Aku nggak tahu mesti bagaimana. Aku secara tulus menyayangi Pak Tanba sebagai sahabat dan orang yang telah demikian banyak menolong aku. Aku menyayanginya juga karena adanya rasa 'damai dan terlindungi' saat dia berada di dekatku. Aku juga menyayanginya karena rasa hormatku pada seorang lelaki yang begitu 'concern' akan nilai tanggung jawabnya. Aku menyayangi Pak Tanba sebagai bentuk hormatku pada seorang manusia yang juga mampu menunjukkan rasa sayangnya pada sesama manusia lainnya.
Adakah aku juga menyayangi karena hal-hal lain dari Pak Tanba yang usianya mungkinlebih tua dari ayahku? Adakah aku sedang dirundung oleh rasa sepiku? Adakah aku merindukan belaian seorang ayah yang belum pernah kujumapi? Adakah aku merindukan belaian Rudi tunanganku? Sementara aku masih gamang dan mencari jawab, kecupan dan sedotan bibir dengan halus melata pelan ke atas menyentuhi kupingku yang langsung membuat darahku berdesir.
Jantungku tersentak dan kemudian berdenyut kencang. Tubuhku tersentak pula oleh denyut jantungku. Rasa dingin yang disebabkan angin malam dan pakaian basah di tubuhku langsung sirna. Kegamanganku menuntun tanganku untuk berusaha mencari pegangan. Dan pada saat yang bersamaan tangan kiri Pak Tanba mendekap tangan-tanganku kemudian tangan kanannya merangkul untuk kemudian menelusup ke bawah baju basahku. Dia meraba kemudian mencengkeramkan dengan lembut jari-jarinya pada buah dadaku.
Kemudian juga meremasinya pelan. Darahku melonjak dalam desiran tak tertahan. Jari-jari tangannya yang kasar itu menyentuh dan menggelitik puting susuku. Aku tak menduga atas apa yang Pak Tanba lakukan ini. Tetapi aku tak hendak menolak. Aku merasakan semacam nikmat. Aku menggelinjang berkat remasan tangan Pak Tanba pada susuku. Aku langsung disergap rasa dahaga yang amat sangat.
Dengan sedikit menggeliat aku mendesah halus sambil sedikit menarik leher dan menengadahkan mukaku. Sebuah sergapan hangat dan manis menjemput bibirku. Bibir Pak Tanba langsung melumat bibirku. Oocchh.. Apa yang telah terjadi.. Apa yang melandaku dalam sekejab ini.. Apa yang melemparkan aku dalam awang tanpa batas ini.. Dimana orbitku kini..
Seperti burung yang terjerat pukat, aku merasakan ada arus yang mengalir kuat dan menyeretku. Namun aku tak berusaha mencari selamat. Aku justru kehausan dan ingin lebih lumat larut dalam arus itu. Tanganku bergerak ke atas. Kuraih kepala Pak Tanba dan menarik menekan ke bibirku. Aku ingin dia benar-benar melumatku habis.
Aku mau dahagaku terkikis dengan lumantannya. Aku menghisap bibirnya. Kami saling melumat. Lidah Pak Tanba meruyak ke mulutku dan aku menyedotinya. Aku langsung kegerahan dalam hujan lebat dan dinginnya malam pedesaan itu. Tubuhku terasa mengeluarkan keringat. Mungkin pakaianku mengering karena panas tubuhku kini.
"Mmmhh.." desahnya.
"Mllmmhh.." desahku.
Aku tak tahu lagi apa yang berikutnya terjadi. Aku hanya merasa Pak Tanba merebahkan tubuhku ke 'amben' bambu itu sambil mulutnya terus melumati bibirku. Dan tanganku tak lepas dari pegangan di kepalanya untuk aku bisa lebih menekankannya ke bibirku. Desah dan rintih yang tertimpa bunyi derasnya hujan menjadi mantera dan sihir yang dengan cepat menggiring kami ketepian samudra birahi. Hasrat menggelora menggelitik saraf-saraf libidoku.
Kemudian kehangatan bibir itu melepas dari bibirku untuk melata. Pak Tanba sesaat melumat dan menggigit kecil bibir bawahku untuk kemudian turun melumati daguku. Aamppuunn.. Kenapa gairah ini demikian mengobarkan syahwatku.. Ayoo.. Terus Paakk.. Aku hauss.. Pak Tanbaa..
Leherku mengelinjang begitu bibir Pak Tanba menyeranginya. Kecupan demi kecupan dia lepaskan dan aku tak mampu menahan gejolak nafsuku. Aku beranikan menjerit di tengah hujan keras di atas dangau sepi dekat tepian desa ini.
"Ayyoo.. Paakk.. Aku hauss Pak Tanbaa.. ".
Aku menggelinjang kuat. Aku meronta ingin Pak Tanba merobek-robek nafsu birahiku. Aku ingin dia cepat menyambut dahagaku.
Tiba-tiba tangan Pak Tanba merenggut keras baju dokterku. Dia renggut pula blusku. Semua kancing-kancing bajuku putus terlepas. Pak Tanba menunjukkan kebuasan syahwat hewaniahnya. Duh.. Aku jadi begitu terbakar oleh hasrat nikmat birahiku. Aku merasakan seorang yang sangat jantan sedang berusaha merampas kelembutan keperempuananku. Dan aku harus selekasnya menyerah pada kejantanannya itu.
Dia 'cokot'i buah dadaku. Dia emoti susu-susuku. Di gigit-gigit pentil-pentilku. Sambil tangannya mengelusi pinggulku, pantatku, pahaku. Ciuman-ciumannya terus menyergapi tubuhku. Dari dada turun ke perut dan turun lagi.. Turun lagi.. Aku benar-benar terlempar ke awang lepas. Aku memasuki kenikmatan dalam samudra penuh sensasi. Semua yang Pak Tanba lakukan pada tubuhku belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku sama sekali tak mempertimbangkan adanya Rudi tunanganku itu.
Dan yang lebih-lebih menyiksaku kini adalah rasa gatal yang sangat di seputar kemaluanku. Tanpa mampu kuhindarkan tanganku sendiri berusaha menggaruk elus rasa gatal itu. Dengan sigap tanpa rasa malu aku lepasi celana dalamku sendiri. Kulemparkan ke tanah. Aku menekan-nekan bagian atas vaginaku untuk mengurangi kegatalan itu. Aku makin merasakan cairan birahiku meleleh luber keluar dari vaginaku.
Sensasi dari Pak Tanba terus mengalir. Kini bibirnya telah merasuk lebih kebawah. Dia mengecupi dan menjilat-jilat selangkanganku. Dan itu membuat aku menjadi sangat histeris. Kujambaki rambut Pak Tanba dalam upaya menahan kegatalan syahwatku. Pak Tanba rupanya tahu. Bibirnya langsung merambah kemaluanku. Bibirnya langsung melumat bibir vaginaku. Lidahnya menjilati cairan birahiku. Kudengar.. Ssluurrpp.. Sslluurrpp.. Saat menyedoti cairan itu. Bunyi itu terdengar sangat merangsang nafsuku.
Aku tak tahan lagi. Aku ibarat hewan korban persembahan Pak Tanba yang siap menerima tusukan tajam dari tombaknya. Kobaran birahiku menuntut agar persembahan cepat dilaksanakan. Aku tarik bahu Pak Tanba agar bangkit dan cepat menikamkan tombaknya padaku. Ayoolaahh.. Paakk..
Aku tak tahu kapan Pak Tanba melepasi pakaiannya. Bahkan aku juga tak sepenuhnya menyadari kenapa kini aku telah telanjang bulat. Pak Tanba memang lekas merespon kobaran nafsuku. Dia telah jauh pengalamannya. Apa yang aku lakukan mungkin sudah sering dia dapatkan dari istri-istrinya. Dengan sigap dia naik dan menindihku dalam keadaan telah telanjang. Dia benamkan wajahnya ke lembah ketiakku. Dia menjilati dan menyedotinya.
Sementara itu aku juga merasakan ada batang keras dan panas menekan pahaku. Tak memerlukan pengalaman untuk mengetahui bahwa itu adalah kemaluan Pak Tanba yang telah siap untuk menikam dan menembusi kemaluanku. Tetapi dia terhenti. Detik-detik penantianku seakan-akan bertahun-tahun. Dia berbisik dalam parau.
"Bu Dokter, ibu masih perawan?"
Aku sedikit tersentak atas bisikkannya itu. Yaa.. Aku memang masih perawan. Akankah aku serahkan ini kepada Pak Tanba? Bagaimana dengan Rudi nanti? Bagaimana dengan masa depanku? Bagaimana dengan risiko moralku? Bagaimana dengan karirku? Dalam sekejab aku harus mengambil sikap. Dengan sangat kilat aku mencoba berkilas balik.
Dalam posisi begini ternyata aku mampu berpikir jernih, walau sesaat. Kemudian aku kembali ke arus syahwat birahi yang menyeretku. Aku tidak menjawab dalam kata kepada Pak Tanba. Aku langsung menjemput bibirnya untuk melumatinya sambil sedikit merenggangkan pahaku. Aku rela menyerahkan keperawananku kepada Pak Tanba.
Ditengah derasnya hujan dan dinginnya pedesaan, diatas 'amben' bambu dan disaksikan dangau beratap daun nipah di tepi jalan tidak jauh dari pintu desaku Pak Tanba telah mengambil keperawananku. Aku tak menyesalinya. Hal itu sangat mungkin karena rasa relaku yang timbul setelah melihat bagaimana Pak Tanba tanpa menunjukkan pamrihnya membantu tugas-tugasku. Dan mungkin juga atas sikapnya yang demikian penuh perhatian padaku. Rasa 'adem' dan 'terlindungi' dari sosok dan perilaku Pak Tanba demikian menghanyutkan kesadaran emosi maupun rasioku hingga aku tak harus merasa kehilangan saat keperawananku di raihnya.
Sesaat setelah peristiwa itu terjadi Pak Tanba nge-'gelesot' di rerumputan dangau itu sambil menangis di depan kakiku. Ini juga istimewa bagiku karena aku pikir orang seperti Pak Tanba tidak bisa menangis.
"Maafkan kekhilafan saya, Bu Dokter. Saya minta ampuunn.."
Tetapi aku cepat meraihnya untuk kembali duduk di 'amben'. Bahkan aku merangkulinya. Bahkan sambil kemudian menjemput bibirnya dan kembali melumatinya aku katakan bahwa aku sama sekali rela atas apa yang Pak Tanba telah lakukan kepadaku. Malam itu sebelum beranjak pulang kami sekali lagi menjemput nikmat syahwat birahi. Tanpa kata-kata Pak Tanba menuntunku bagaimana supaya aku bisa meraih orgasmeku. Dia bimbing aku untuk menindih tubuhnya yang kekar itu. Dia tuntun kemaluannya untuk diarahkan ke kemaluanku. Kemudian dia dorong tarik sesaat sebelum aku berhasil melakukannya sendiri. Betapa sensasi syahwat langsung menyergapku. Aku mengayun pantat dan pinggulku seperti perempuan yang sedang mencuci di atas penggilesan. Hanya kali ini yang berayun bukan tanganku tetapi pantat dan pinggulku. Aku berhasil meraih orgasmeku secara beruntun menyertai saat-saat orgasme dan ejakulasinya Pak Tanba yang kurasakan pada kedutan-kedutan kemaluannya yang disertai dengan panasnya semprotan sperma kentalnya dalam liang sanggamaku.
Aneh, saat kami bersiap pulang langit mendadak jadi terang benderang. Bahkan bulan yang hampir purnama membagikan cahayanya mengenai pematang sawah di tepian jalan itu. Sebelum Pak Tanba menarik motornya dia sekali lagi meraih pinggangku dan kembali memagut bibirku kemudian.
"Bu Dokter maukah kamu menjadi istriku?,"
Aku tak menjawab dalam kata pula. Aku hanya mencubit lengannya yang dibalas Pak Tanba dengan 'aduh'.
Dalam keremangan cahaya bulan kami memasuki desa tantanganku. Aku merenungi betapa desa ini telah memberiku banyak arti dalam hidupku. Dan pada dini pagi yang dingin itu kutetapkan hatiku. Aku akan mengabdi pada desa tantanganku ini. Aku akan jadi dokter desa dan tinggal bersama suamiku sebagai istri ke.4 Pak Tanba yang sangat baik itu.
Saat pamanku datang menjemput dan kebetulan tanpa disertai Rudi karena sedang bertugas di luar kotanya semuanya kuceritakan kepadanya. Kusampaikan bahwa dengan sepenuh kesadaranku aku telah menemukan jalan dan pilihanku. Aku akan mengabdi di desa tantanganku. Dan aku minta tolong untuk disampaikan kepada Rudi permohonan maafku yang telah mengecewakannya. Dan tentu saja kepada ibuku disamping restunya yang selalu aku perlukan.
Medan, Mei 2004
E N D
Shinta adalah seorang dokter muda. Dia baru saja menamatkan pendidikannya pada sebuah universitas ternama di Sumatera. Selain kecerdasannya yang mengantarkan dirinya meraih gelar dokter. Shinta juga merupakan gambaran profil generasi muda masa kini. Disamping sebagai gadis yang sangat cantik, Shinta yang berusia 24 tahun ini juga lincah dan intelek dan dikenal oleh teman-temannya sebagai gadis yang cinta lingkungan dan masalah sosial budaya. Dia sangat senang dengan petualangan alam.
Selama 2 tahun terakhir di kampusnya Shinta dipercaya teman-temannya menjadi Ketua Group Pecinta Alam. Sangat kontras memang. Dilihat dari penampilan fisiknya yang demikian cantik dan lembut Shinta adalah ahli bela diri Kung Fu pemegang sabuk hitam. Disamping itu dia juga sebagai pemanjat tebing yang handal dan juga beberapa kali telah mengikuti kegiatan arung jeram dengan menelusuri sungai-sungai ganas di seputar Sumatera.
Sebagaimana dokter baru ia harus menjalani masa PTT pada sebuah desa yang jauh dari tempat tinggalnya. Reaksi orang tuanya dalam hal ini ibunya dan Rudi tunangannya adalah sangat keberatan saat mendengar bahwa dia harus bertugas di desa terpencil itu. Ibu Shinta sangat menyayangi Shinta. Beliaulah yang terus mendorong sekolah Shinta hingga lulus menjadi dokter. Orang tua Shinta cerai saat Shinta masih kecil. Sampai tamat dokter Shinta mengikuti ibunya. Shinta tak pernah kenal dan tahu bagaimana dan dimana ayahnya sekarang.
Selain jauh dari kotanya daerah itu masih sangat terbelakang dan terisolir. Bayangkan, untuk mencapai daerah itu orang harus seharian naik bus antar kota, kemudian disambung dengan ojek hingga ke tepian desa yang dimaksud. Di desanya sendiri yang sama sekali tak ada sarana transportasi juga belum terjangkau oleh penerangan listrik. Tak ada TV dan belum ada sambungan pesawat telpon maupun antene repeater untuk penggunaan hand phone.
Ibunya minta pamannya yang adik kandung ibunya bersama Rudi tunangannya untuk menyempatkan diri meninjau langsung desa itu. Sepulang dari desa tersebut mereka menyatakan bahwa betapa berat medan yang akan dihadapi oleh Shinta nantinya. Mereka khawatir dan cemas pada Shinta yang rencananya pada bulan **** nanti akan dinikahkan dengan Rudi. Shinta dan Rudi telah bertunangan selama hampir 2 tahun. Rudi sendiri adalah seorang insinyur pertanian yang telah bekerja di Dinas Pertanian Kabupaten. Tetapi semua kecemasan dan kekhawatiran orang tua dan tunangannya itu tidak terlampau ditanggapi oleh Shinta.
Untuk lebih menghayati cerita selanjutnya, biarlah Shinta sendiri yang menceriterakan kisah yang dialaminya sebagaimana yang tertera di bawah ini,
Cerita Shinta
Aku sendiri justru sangat tertantang oleh kondisi desa itu. Idealisku muncul dan mendorong aku untuk terus maju saat kupelajari keadaan geografi, sosial demografi dan sosial ekonomi dan budaya lokal masyarakat desa itu. Aku berketatapan hati tak akan mundur oleh tantangan yang sungguh romantik itu. Aku ingin bisa membagi ilmu dan pengetahuanku dan ketrampilan serta pengalamanku bagi masyarakat di desa itu. Aku ingin bisa mengabdikan diriku pada mereka yang serba kekurangan dan penuh keterbelakangan itu. Dan pada akhirnya karena sikapku yang cerah dan tegar maka baik ibu maupun tunanganku mendukung PTT-ku di desa terpencil itu.
Setelah melalui 1 hari perjalanan yang melelahkan dengan diantar oleh paman dan Mas Rudi aku sampai di desa penuh tantangan itu. Kami di sambut oleh perangkat desa itu dan kepala dusun. Seorang tetua yang juga kepala dusun yang bernama Pak Tanba secara spontan meminjamkan salah satu ruangan di rumahnya untuk kubuat poliklinik sederhana.
Sesudah 2 hari membuat persiapan tempat praktek dokter dan acara peresmian ala kadarnya aku diterima resmi oleh masyarakat sebagai dokter di desa itu. Aku juga akan memberikan pelayanan kesehatan ke desa-desa di sekitar desaku. Dengan pesan-pesan serta berbagai wanti-wanti, paman bersama Rudi pulang kembali ke kota dengan meninggalkan aku yang telah siap untuk memulai tugasku. Sesaat sebelum beranjak aku memandangi Rudi. Dari matanya aku membaca kerinduan yang hinggap. Dia akan rindu kapan akan kembali saling membelai. OK, Rud. Ini khan hanya untuk waktu 6 bulan. Dan kita akan menikah sesudahnya, bukan?!
Pada hari pertama aku diajak keliling desa oleh Pak Tanda bersama aparat desa untuk dikenalkan kepada masyarakat desa itu. Pada hari-hari selanjutnya aku menunggu masyarakat yang memerlukan bantuanku di poliklinik. Apabila diperlukan aku juga akan mendatangi pasien yang tidak mampu mengunjungi tempat praktekku. Hari-hari pertama bertugas aku dibantu oleh kader kesehatan yang telah aku beri pelatihan sederhana. Pada saat yang sangat diperlukan Pak Tanba bersedia membantu untuk mengantar aku melayani panggilan dari masyarakat.
Orang-orang desa itu telah mafhum akan kelebihan Pak Tanba. Dia sangat akrab dan disenangi masyarakat di sekitarnya. Dia merupakan orang yang paling kaya untuk ukuran desa itu namun sama sekali tidak menunjukkan kesombongan. Dengan usahanya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba bisa memiliki beberapa rumah di desa itu dan beberapa lagi di desa sekitarnya.
Yang lebih hebat lagi, Pak Tanba yang usianya sudah lebih 65 tahun itu mampu memiliki 3 orang istri. Artinya disamping mampu dalam arti materiil, Pak Tanba juga memiliki kemampuan lahiriah yang sangat baik. Tubuhnya masih nampak sehat dan tegar dan selalu siap melakukan kewajibannya untuk memberikan nafkah lahir batin kepada para istrinya. Wajahnya yang keras tetapi penuh wibawa memberikan kesan 'melindungi' pada siapapun yang dekat dengannya. Dan memang demikianlah, Pak Tanba orang yang ringan tangan dan kaki untuk memberikan pertolongan pada orang lain, pada masyarakat desanya atau siapapun.
Istri-istri Pak Tanba boleh dibilang bukan perempuan sembarangan. Istri pertamanya Rhayah, usianya telah 57 tahun. Dialah 'permaisuri' sesungguhnya dari Pak Tanba. Dari Rhayah lahir 3 anaknya yang telah dewasa dan berumah tangga. Pada Rhayah, Pak Tanba menunjukkan bagaimana dirinya sebagai suami yang selalu memberikan nafkah lahir bathin tanpa pernah pilih kasih pada yang lebih muda atau lebih cantik.
Istri ke 2-nya adalah Siti Nurimah. Seorang janda dari desa yang cukup jauh dari desanya. Siti Nurimah adalah perempuan yang memiliki toko klontong di desanya. Dari Nurimah Pak Tanba memiliki 2 orang anak yang masih bersekolah. Nurimah sangat baik hatinya. Dia tak pernah menunjukan iri atau cemburu pada istri Pak Tanba yang lain.
Kemudian istrinya yang terakhir masih sangat muda. Umurnya 19 tahun. Dia masih perawan saat dikawini Pak Tanba. Karena jasa Pak Tanba pada keluarganya, Halimah demikian namanya yang berperangai halus dan cantik itu rela menjadi istri ke 3 Pak Tanba. Sikapnya selalu hormat pada Pak Tanba dan para istrinya yang terdahulu. Sehari-hari Halimah adalah guru SD di desanya. Saat ini Halimah sedang mengandung 9 bulan. Diperkirakan dia akan melahirkan dalam waktu dekat ini.
Aku sering berpikir bahwa koq ada orang macam Pak Tanba. Pendidikannya yang rendah, dia hanya tamatan SD, tidak membuatnya menjadi orang kecil. Aku menilai Pak Tanba adalah 'orang besar' dalam arti sesungguhnya. Dia orang yang selalu pegang komitmen, terlihat pada bagaimana hubungannya dengan para istrinya. Dia juga seorang yang pekerja keras dan senang melakukan kegiatan sosial demi kebahagiaan orang banyak. Tak pernah aku mendengar keluhannya selama dia membantu tugas-tugasku. Dia selalu menunjukkan kegembiraannya.
Dan yang juga aku kagumi, dia jarang lelah atau sakit. Dia nampak selalu sehat. Tubuhnya sendiri yang nampak cukup gempal kondisinya sangat segar tanpa penyakit. Dengan rambutnya yang masih hitam dan tebal, giginya yang tetap utuh di tempatnya dan sorot matanya yang demikian energik, sepintas orang yang melihatnya akan terkesan umur Pak Tanba paling sekitar 50 tahunan. Atau lebih muda 15 tahun dari umur yang sebenarnya. Dan satu hal yang mungkin membuatnya mudah mendapatkan istri, tampang dan gayanya yang simpatik. Tidak tampan tetapi enak dilihatnya.
Dalam kegiatannya selaku pengumpul hasil bumi Pak Tanba banyak berkeliling ke desa-desa disekitarnya dengan mengendarai sepeda motor. Di saat tak ada kegiatan dengan senang hati Pak Tanba juga meminjamkan motornya kepadaku untuk keperluan mendatangai pasienku yang tinggal jauh dari desa. Bahkan apabila keadaannya sangat genting Pak Tanba turun tangan sendiri membantu aku dengan memboncengkan menuju ke tempat tinggal pasienku.
Pelayanan kesehatan di tengah-tengah masyarakat desa yang terpencil ini boleh dibilang tidak mengenal waktu. Beberapa kali aku harus menerima panggilan dari pasienku jauh di tengah malam. Dan tentu saja hanya dengan bantuan Pak Tanba aku bisa memenuhi panggilan dan kewajibanku itu.
Tak terasa kegiatanku yang terus merangkak telah memasuki bulan ke 4. Aku telah mengenal dan dikenal banyak orang di desaku maupun desa-desa disekitarnya. Selama itu pula Pak Tanba telah menunjukkan betapa dia telah membantu aku dengan tidak tanggung-tanggung demi kesejahteraan serta kesehatan masyarakat di desanya. Aku benar-benar respek dengan 'goodwill'-nya Pak Tanba ini. Bahkan aku sering merasa terharu manakala dalam mengantar aku sering mendapatkan berbagai kesulitan. Terkadang ban motornya yang meletus, atau mesin yang ngadat sehingga tak jarang dia mesti menuntun motornya dengan berjalan kaki dalam jarak yang cukup jauh.
Dalam kesempatan yang lain kami sering terjebak dalam jalanan yang licin bekas hujan. Dengan terseok-seok dia mesti mendorong motornya melewati lumpur dan beberapa kali terpeleset jatuh hingga pakaiannya belepotan lumpur. Aku sendiri tak bisa berbuat banyak pada kondisi macam itu. Yang kumiliki hanyalah rasa iba yang tak mungkin berbagi padanya.
Di lain pihak kami berdua sering menrasakan suatu kepuasan batin. Manakala upaya menolong orang sakit atau sesekali ibu-ibu yang melahirkan dan semuanya berakhir dengan selamat dan sukses kami sungguh merasa sangat bahagia. Terkadang kebahagiaan itu kami ungkapkan dengan sangat spontan. Kami saling berpelukan karena perasaan bahagia atas sukses yang begitu banyak menuntut pengorbanan.
Dari berbagai macam hal yang penuh suka duka macam itu hubunganku dengan Pak Tanba menjadi semakin emosional. Kami bukan semata berhubungan dengan tugas atau kewajiban semata. Tetapi kami semakin merasakan apa yang membuat Pak Tanba senang atau susah akupun ikut merasakan senang atau susahnya. Demikian pula sebaliknya.
Terkadang terlintas dalam pikiranku, alangkah bahagianya istri-istrinya memiliki suami macam Pak Tanba yang sangat 'concern' pada peranannya sebagai suami maupun sebagai manusia yang merupakan bagian dari manusia lainnya. Sungguh langka seorang suami macam Pak Tanba.
Aku sendiri merasakan betapa 'adem' saat Pak Tanba hadir di dekatku. Perasaan yang tak pernah kudapatkan sebelumnya. Seakan didekatku ada pelindung. Ada yang memperhatikan dan membantu saat aku mendapatkan masalah. Adakah begitu yang diberikan seorang 'ayah' pada putrinya? Adakah aku merindukan 'ayah' yang hingga kini aku tak pernah mengenal dan tahu dimana keberadaannya? Perasaan 'menyayangi' secara tulus, aku menyayangi Pak Tanba dan Pak Tanba menyanyangi aku merupakan wujud nyata yang mengiringi setiap kebersamaanku dengan dia.
Dan anehnya, ini aku akui, aku resah kalau tak ada Pak Tanba. Aku gelisah kalau tak berjumpa dengannya. Misalnya aku kehilangan konsentrasi kerja saat dia sedang menggilir istrinya barang 1 atau 2 hari. Aku sering merenungi kenapa perasaanku aku jadi sangat tergantung pada Pak Tanba. Dan perasaan resahku itu semakin dalam dan mendalam dari hari ke hari.
Pada suatu malam, sekitar pukul 9 malam ada orang dari desa sebelah bukit dan ladang yang datang. Istrinya sedang diserang demam dan meracau. Dia panik dan kemudian dengan ditemani tetangganya dia mendatangi aku minta pertolongan. Kebetulan saat itu ada Pak Tanba yang baru pulang dari mengurus dagangan hasil bumi dari desanya. Tanpa menunjukkan kelelahan atau kejenuhan Pak Tanba menyarankan agar aku lekas mengunjungi orang sakit itu. Dia siap untuk mengantar aku. Sesudah menanyakan letak rumahnya secara jelas dia minta pamit untuk mendahului pulang. Dengan berjalan kaki mereka bisa memotong jalan hingga kemungkinan dia akan lebih dahulu sampai dari pada aku. Mereka akan menunggu kami di pintu desa.
Sesudah aku menyiapkan alat-alat yang diperlukan kami berangkat ke desa yang dimaksud. Aku melihat langit begitu gelap. Sesekali nampak kilat menerangi pepohonan.
"Wah, ini mau hujan kelihatannya, Pak Tanba ",
"Iya nih, Bu dokter, Mudah-mudahan nantilah hujannya sesudah semua urusan rampung",
Namun aku tak khawatir. Selama Pak Tanba ada di dekatku sepertinya segala hambatan hanya untuk dia. Dia akan menghadapinya untuk aku. Karena jalan desa yang tak mulus macam di kota, aku harus erat-erat memeluk pinggang Pak Tanba agar tak terlempar dari boncengan motornya. Memang demikianlah setiap kali kami berboncengan. Dan kalau badan yang seharusnya tidur ini masih harus bepergian, maka kantukku kusalurkan dengan menempelkan kepalaku ke punggung Pak Tanba. Dia nggak keberatan atas ulahku ini.
"Tidur saja Bu dokter, jalannya masih cukup jauh".
Perjalanan itu hampir memakan waktu 1 jam. Mungkin hanya 10 menit kalau jalanannya macam jalan aspal di kota. Sampai di pintu desa nampak mereka yang menjemputku. Masih beberapa rumah dan kebon yang mesti kami lewati. Aku mendapatkan seorang perempuan yang sedang menggigil karena demam yang tinggi. Sesudah kuperiksa dia kuberi obat-obatan yang diperlukan. Kepada suami dan kerabatnya yang di rumah itu aku berkesempatan memberikan sedikit penerangan kesehatan. Aku sarankan banyak makan sayur dan buah-buahan yang banyak terdapat di desa itu. Bagaimana mencuci bakal makanan sehingga bersih dan sehat. Jangan terlalu asyik dengan ikan asin. Kalau berkesempatan buatlah kakus yang benar. Perhatikan kebersihan rumah dan sebagainya. Terkadang Pak Tanba ikut melengkapi omonganku. Dari sekian puluh kali dia mengantar aku, akhirnya dia juga menguasai ilmu populer yang sering kusiarkan pada penduduk itu.
Saat pulang, kilat dari langit makin sering dengan sesekali diiringi suara guntur. Jam tanganku menujukkan pukul 10.30 malam. Ah, hujan, nih. Pak Tanba mencoba mempercepat laju kendaraannya. Angin malam di pedesaan yang dingin terasa menerpa tubuhku.
Kira-kira setengah perjalanan kami rasakan hujan mulai jatuh. Lampu motor Pak Tanba menerangi titik-titik hujan yang seperti jarum-jarum berjatuhan. Aku lebih mempererat peganganku pada pinggulnya dan lebih menyandarkan kepalaku ke punggungnya untuk mencari kehangatan dan menghindarkan jatuhan titik-titik air ke wajahku.
Hujan memang tak kenal kompromi. Makin deras. Aku pengin ngomong ke Pak Tanba agar berteduh dulu, tetapi derasnya hujan membuat omonganku tak terdengar jelas olehnya. Dia terus melaju dan aku semakin erat memeluki pinggulnya. Tiba-tiba dia berhenti. Rupanya kami mendapatkan dangau beratap daun nipah yang sepi di tepi jalanan. Aku ingat, dangau tempat jualan milik orang desa sebelah. Kalau siang hari tempat ini dikunjungi orang yang mau beli peniti, sabun atau barang-barang kebutuhan lain yang bersifat kering. Ada 'amben' dari bambu yang tidak luas sekedar cukup untuk duduk berteduh. Pak Tanda lekas menyandarkan motornya kemudian lari kebawah atap nipah. Aku menyilahkannya duduk.
"Sini Pak, cukup ini buat berdua,"
Dan tanpa canggung dia mendekat ke aku dan sambil merangkulkan tangannya ke pundakku duduk di sampingku.
"Ibu kedinginan?"
"Iyalah, Pak.." sambil aku juga merangkul balik pinggangnya dengan rasa akrab.
Untuk beberapa saat kami hanya diam mendengarkan derasnya hujan yang mengguyur. Omongan apapun nggak akan terdengar. Suara hujan yang seperti dicurahkan dari langit mengalahkan suara-suara omongan kami. Beberapa kali aku menekan pelukanku ke tubuh Pak Tanba untuk lebih mendapatkan kehangatannya. Kepala dan wajahku semakin rebah menempel ke dadanya.
Aku nggak tahu bagaimana mulanya. Kudengar dengusan nafas Pak Tanba di telingaku dan tahu-tahu kurasakan mukanya telah nyungsep ke leherku. Aku diam. Aku pikir dia juga perlu kehangatan. Dan aku merasakan betapa damai pada saat-saat seperti ini ada Pak Tanba. Aku juga ingin membuat dia merasa senang di dekatku.
Tiba-tiba dia menggerakkan kecil wajahnya dan leherku merasakan bibirnya mengecupku. Aku juga diam. Aku sendiri sesungguhnya sedang sangat lelah. Ini jam-jam istirahatku. Kondisi rasio dan emosiku cenderung malas. Aku cenderung cuek dan membiarkan apa maunya. Aku nggak perlu mengkhawatirkan ulah Pak Tanba yang telah demikian banyak berkorban untukku. Dan aku sendiri yang semakin kedinginan karena pakaianku yang basah ditambahi oleh angin kencang malamnya yang sangat dingin merasakan bibir itu mendongkrak kehangatan dari dalam tubuhku. Bahkan kemudian aku juga tetap membiarkan ketika akhirnya kurasakan kecupan itu juga dilengkapi dengan sedotan bibirnya. Aku hanya sedikit menghindar.
"Aiihh.." desahku tanpa upaya sungguh-sungguh untuk menghindar. Hingga kudengar.
"Bb.. Bu dokteerr.." desis bisik setengah samar-samar di tengahnya suara hujan yang semakin deras menembusi gendang telingaku.
"Buu.." kembali desis itu.
Dan aku hanya, "Hhmm.."
Aku nggak tahu mesti bagaimana. Aku secara tulus menyayangi Pak Tanba sebagai sahabat dan orang yang telah demikian banyak menolong aku. Aku menyayanginya juga karena adanya rasa 'damai dan terlindungi' saat dia berada di dekatku. Aku juga menyayanginya karena rasa hormatku pada seorang lelaki yang begitu 'concern' akan nilai tanggung jawabnya. Aku menyayangi Pak Tanba sebagai bentuk hormatku pada seorang manusia yang juga mampu menunjukkan rasa sayangnya pada sesama manusia lainnya.
Adakah aku juga menyayangi karena hal-hal lain dari Pak Tanba yang usianya mungkinlebih tua dari ayahku? Adakah aku sedang dirundung oleh rasa sepiku? Adakah aku merindukan belaian seorang ayah yang belum pernah kujumapi? Adakah aku merindukan belaian Rudi tunanganku? Sementara aku masih gamang dan mencari jawab, kecupan dan sedotan bibir dengan halus melata pelan ke atas menyentuhi kupingku yang langsung membuat darahku berdesir.
Jantungku tersentak dan kemudian berdenyut kencang. Tubuhku tersentak pula oleh denyut jantungku. Rasa dingin yang disebabkan angin malam dan pakaian basah di tubuhku langsung sirna. Kegamanganku menuntun tanganku untuk berusaha mencari pegangan. Dan pada saat yang bersamaan tangan kiri Pak Tanba mendekap tangan-tanganku kemudian tangan kanannya merangkul untuk kemudian menelusup ke bawah baju basahku. Dia meraba kemudian mencengkeramkan dengan lembut jari-jarinya pada buah dadaku.
Kemudian juga meremasinya pelan. Darahku melonjak dalam desiran tak tertahan. Jari-jari tangannya yang kasar itu menyentuh dan menggelitik puting susuku. Aku tak menduga atas apa yang Pak Tanba lakukan ini. Tetapi aku tak hendak menolak. Aku merasakan semacam nikmat. Aku menggelinjang berkat remasan tangan Pak Tanba pada susuku. Aku langsung disergap rasa dahaga yang amat sangat.
Dengan sedikit menggeliat aku mendesah halus sambil sedikit menarik leher dan menengadahkan mukaku. Sebuah sergapan hangat dan manis menjemput bibirku. Bibir Pak Tanba langsung melumat bibirku. Oocchh.. Apa yang telah terjadi.. Apa yang melandaku dalam sekejab ini.. Apa yang melemparkan aku dalam awang tanpa batas ini.. Dimana orbitku kini..
Seperti burung yang terjerat pukat, aku merasakan ada arus yang mengalir kuat dan menyeretku. Namun aku tak berusaha mencari selamat. Aku justru kehausan dan ingin lebih lumat larut dalam arus itu. Tanganku bergerak ke atas. Kuraih kepala Pak Tanba dan menarik menekan ke bibirku. Aku ingin dia benar-benar melumatku habis.
Aku mau dahagaku terkikis dengan lumantannya. Aku menghisap bibirnya. Kami saling melumat. Lidah Pak Tanba meruyak ke mulutku dan aku menyedotinya. Aku langsung kegerahan dalam hujan lebat dan dinginnya malam pedesaan itu. Tubuhku terasa mengeluarkan keringat. Mungkin pakaianku mengering karena panas tubuhku kini.
"Mmmhh.." desahnya.
"Mllmmhh.." desahku.
Aku tak tahu lagi apa yang berikutnya terjadi. Aku hanya merasa Pak Tanba merebahkan tubuhku ke 'amben' bambu itu sambil mulutnya terus melumati bibirku. Dan tanganku tak lepas dari pegangan di kepalanya untuk aku bisa lebih menekankannya ke bibirku. Desah dan rintih yang tertimpa bunyi derasnya hujan menjadi mantera dan sihir yang dengan cepat menggiring kami ketepian samudra birahi. Hasrat menggelora menggelitik saraf-saraf libidoku.
Kemudian kehangatan bibir itu melepas dari bibirku untuk melata. Pak Tanba sesaat melumat dan menggigit kecil bibir bawahku untuk kemudian turun melumati daguku. Aamppuunn.. Kenapa gairah ini demikian mengobarkan syahwatku.. Ayoo.. Terus Paakk.. Aku hauss.. Pak Tanbaa..
Leherku mengelinjang begitu bibir Pak Tanba menyeranginya. Kecupan demi kecupan dia lepaskan dan aku tak mampu menahan gejolak nafsuku. Aku beranikan menjerit di tengah hujan keras di atas dangau sepi dekat tepian desa ini.
"Ayyoo.. Paakk.. Aku hauss Pak Tanbaa.. ".
Aku menggelinjang kuat. Aku meronta ingin Pak Tanba merobek-robek nafsu birahiku. Aku ingin dia cepat menyambut dahagaku.
Tiba-tiba tangan Pak Tanba merenggut keras baju dokterku. Dia renggut pula blusku. Semua kancing-kancing bajuku putus terlepas. Pak Tanba menunjukkan kebuasan syahwat hewaniahnya. Duh.. Aku jadi begitu terbakar oleh hasrat nikmat birahiku. Aku merasakan seorang yang sangat jantan sedang berusaha merampas kelembutan keperempuananku. Dan aku harus selekasnya menyerah pada kejantanannya itu.
Dia 'cokot'i buah dadaku. Dia emoti susu-susuku. Di gigit-gigit pentil-pentilku. Sambil tangannya mengelusi pinggulku, pantatku, pahaku. Ciuman-ciumannya terus menyergapi tubuhku. Dari dada turun ke perut dan turun lagi.. Turun lagi.. Aku benar-benar terlempar ke awang lepas. Aku memasuki kenikmatan dalam samudra penuh sensasi. Semua yang Pak Tanba lakukan pada tubuhku belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku sama sekali tak mempertimbangkan adanya Rudi tunanganku itu.
Dan yang lebih-lebih menyiksaku kini adalah rasa gatal yang sangat di seputar kemaluanku. Tanpa mampu kuhindarkan tanganku sendiri berusaha menggaruk elus rasa gatal itu. Dengan sigap tanpa rasa malu aku lepasi celana dalamku sendiri. Kulemparkan ke tanah. Aku menekan-nekan bagian atas vaginaku untuk mengurangi kegatalan itu. Aku makin merasakan cairan birahiku meleleh luber keluar dari vaginaku.
Sensasi dari Pak Tanba terus mengalir. Kini bibirnya telah merasuk lebih kebawah. Dia mengecupi dan menjilat-jilat selangkanganku. Dan itu membuat aku menjadi sangat histeris. Kujambaki rambut Pak Tanba dalam upaya menahan kegatalan syahwatku. Pak Tanba rupanya tahu. Bibirnya langsung merambah kemaluanku. Bibirnya langsung melumat bibir vaginaku. Lidahnya menjilati cairan birahiku. Kudengar.. Ssluurrpp.. Sslluurrpp.. Saat menyedoti cairan itu. Bunyi itu terdengar sangat merangsang nafsuku.
Aku tak tahan lagi. Aku ibarat hewan korban persembahan Pak Tanba yang siap menerima tusukan tajam dari tombaknya. Kobaran birahiku menuntut agar persembahan cepat dilaksanakan. Aku tarik bahu Pak Tanba agar bangkit dan cepat menikamkan tombaknya padaku. Ayoolaahh.. Paakk..
Aku tak tahu kapan Pak Tanba melepasi pakaiannya. Bahkan aku juga tak sepenuhnya menyadari kenapa kini aku telah telanjang bulat. Pak Tanba memang lekas merespon kobaran nafsuku. Dia telah jauh pengalamannya. Apa yang aku lakukan mungkin sudah sering dia dapatkan dari istri-istrinya. Dengan sigap dia naik dan menindihku dalam keadaan telah telanjang. Dia benamkan wajahnya ke lembah ketiakku. Dia menjilati dan menyedotinya.
Sementara itu aku juga merasakan ada batang keras dan panas menekan pahaku. Tak memerlukan pengalaman untuk mengetahui bahwa itu adalah kemaluan Pak Tanba yang telah siap untuk menikam dan menembusi kemaluanku. Tetapi dia terhenti. Detik-detik penantianku seakan-akan bertahun-tahun. Dia berbisik dalam parau.
"Bu Dokter, ibu masih perawan?"
Aku sedikit tersentak atas bisikkannya itu. Yaa.. Aku memang masih perawan. Akankah aku serahkan ini kepada Pak Tanba? Bagaimana dengan Rudi nanti? Bagaimana dengan masa depanku? Bagaimana dengan risiko moralku? Bagaimana dengan karirku? Dalam sekejab aku harus mengambil sikap. Dengan sangat kilat aku mencoba berkilas balik.
Dalam posisi begini ternyata aku mampu berpikir jernih, walau sesaat. Kemudian aku kembali ke arus syahwat birahi yang menyeretku. Aku tidak menjawab dalam kata kepada Pak Tanba. Aku langsung menjemput bibirnya untuk melumatinya sambil sedikit merenggangkan pahaku. Aku rela menyerahkan keperawananku kepada Pak Tanba.
Ditengah derasnya hujan dan dinginnya pedesaan, diatas 'amben' bambu dan disaksikan dangau beratap daun nipah di tepi jalan tidak jauh dari pintu desaku Pak Tanba telah mengambil keperawananku. Aku tak menyesalinya. Hal itu sangat mungkin karena rasa relaku yang timbul setelah melihat bagaimana Pak Tanba tanpa menunjukkan pamrihnya membantu tugas-tugasku. Dan mungkin juga atas sikapnya yang demikian penuh perhatian padaku. Rasa 'adem' dan 'terlindungi' dari sosok dan perilaku Pak Tanba demikian menghanyutkan kesadaran emosi maupun rasioku hingga aku tak harus merasa kehilangan saat keperawananku di raihnya.
Sesaat setelah peristiwa itu terjadi Pak Tanba nge-'gelesot' di rerumputan dangau itu sambil menangis di depan kakiku. Ini juga istimewa bagiku karena aku pikir orang seperti Pak Tanba tidak bisa menangis.
"Maafkan kekhilafan saya, Bu Dokter. Saya minta ampuunn.."
Tetapi aku cepat meraihnya untuk kembali duduk di 'amben'. Bahkan aku merangkulinya. Bahkan sambil kemudian menjemput bibirnya dan kembali melumatinya aku katakan bahwa aku sama sekali rela atas apa yang Pak Tanba telah lakukan kepadaku. Malam itu sebelum beranjak pulang kami sekali lagi menjemput nikmat syahwat birahi. Tanpa kata-kata Pak Tanba menuntunku bagaimana supaya aku bisa meraih orgasmeku. Dia bimbing aku untuk menindih tubuhnya yang kekar itu. Dia tuntun kemaluannya untuk diarahkan ke kemaluanku. Kemudian dia dorong tarik sesaat sebelum aku berhasil melakukannya sendiri. Betapa sensasi syahwat langsung menyergapku. Aku mengayun pantat dan pinggulku seperti perempuan yang sedang mencuci di atas penggilesan. Hanya kali ini yang berayun bukan tanganku tetapi pantat dan pinggulku. Aku berhasil meraih orgasmeku secara beruntun menyertai saat-saat orgasme dan ejakulasinya Pak Tanba yang kurasakan pada kedutan-kedutan kemaluannya yang disertai dengan panasnya semprotan sperma kentalnya dalam liang sanggamaku.
Aneh, saat kami bersiap pulang langit mendadak jadi terang benderang. Bahkan bulan yang hampir purnama membagikan cahayanya mengenai pematang sawah di tepian jalan itu. Sebelum Pak Tanba menarik motornya dia sekali lagi meraih pinggangku dan kembali memagut bibirku kemudian.
"Bu Dokter maukah kamu menjadi istriku?,"
Aku tak menjawab dalam kata pula. Aku hanya mencubit lengannya yang dibalas Pak Tanba dengan 'aduh'.
Dalam keremangan cahaya bulan kami memasuki desa tantanganku. Aku merenungi betapa desa ini telah memberiku banyak arti dalam hidupku. Dan pada dini pagi yang dingin itu kutetapkan hatiku. Aku akan mengabdi pada desa tantanganku ini. Aku akan jadi dokter desa dan tinggal bersama suamiku sebagai istri ke.4 Pak Tanba yang sangat baik itu.
Saat pamanku datang menjemput dan kebetulan tanpa disertai Rudi karena sedang bertugas di luar kotanya semuanya kuceritakan kepadanya. Kusampaikan bahwa dengan sepenuh kesadaranku aku telah menemukan jalan dan pilihanku. Aku akan mengabdi di desa tantanganku. Dan aku minta tolong untuk disampaikan kepada Rudi permohonan maafku yang telah mengecewakannya. Dan tentu saja kepada ibuku disamping restunya yang selalu aku perlukan.
Medan, Mei 2004
E N D
Saturday, May 29, 2010
elvina gadis masih SMA
Namaku coli, 28 tahun, seorang wiraswasta di salah satu kota..
Kisahku ini adalah kejadian nyata tanpa aku rekayasa sedikitpun !. Kisahku bermula setahun yang lalu ketika temanku ( Dedy ) mengajakku menemaninya transaski dengan temannya ( Gunawan ). Saya jelaskan saja perihal kedua orang itu sebelumnya. Dedy adalah teman kerjaku dan dia seorang yang rajin dan ulet termasuk dalam hal berbisnis . Gunawan adalah teman kenalannya yang juga seorang anak mantan pejabat tinggi yang kaya raya ( saya tidak tahu apakah kekayaan orang tuanya halal atau hasil korupsi ! ).
Setahun yang lalu Gunawan menawarkan beberapa koleksi lukisan dan patung ( Gunawan sudah mengetahui perihal bisnis Dedy sebelumnya ) milik orang tuanya kepada Dedy, koleksi lukisan dan patung tersebut berusia tua. Dedy tertarik tapi dia membutuhkan kendaraan saya karena kendaraannya sedang dipakai untuk mengangkut lemari ke toko, oleh karena itu Dedy mengajak saya ikut dan saya pun setuju saja. Perlu saya jelaskan sebelumnya, Gunawan menjual koleksi lukisan dan patung tersebut, oleh Dedy diperkirakan karena Gunawan seorang pecandu putaw dan membutuhkan uang tambahan.
Keesokan harinya ( hari Minggu ), saya dan Dedy berangkat menuju rumah Gunawan di kawasan Depok. Setelah sampai di depan pintu gerbang 2 orang satpam berjalan ke arah kami dan menanyakan maksud kedatangan kami. Setelah kami jelaskan, mereka mengijinkan kami masuk dan mereka menghubungi Gunawan melalui telepon. Saya memarkir kendaraan saya dan saya mengagumi halaman dan rumah Gunawan yang amat luas dan indah,
“ Betapa kayanya orang tua Gunawan” bisik dalam hatiku. Kami harus menunggu sebentar karena Gunawan sedang makan.
Sambil menunggu, kami berbicara dengan satpam. Dalam pembicaraan itu, seorang satpam menceritakan kalau Gunawan itu seorang playboy dan suka membawa wanita malam-malam ke rumahnya ketika orang tuanya sedang pergi. Setelah menunggu selang 10 menit, akhirnya Gunawan datang ( saya yang baru pertama kali melihatnya harus mengakui bahwa Gunawan memiliki wajah yang amat rupawan, walau saya pun seorang lelaki dan bukan seorang homo! ). Dedy memperkenalkan saya dengan Gunawan. Setelah itu Gunawan mengajak Dedy masuk ke rumah untuk melihat patung dan lukisan yang akan dijualnya.
Saya bingung apakah saya harus mengikuti mereka atau tetap duduk di pos satpam. Setelah mereka berjalan sekitar 15 meter dari saya, seorang satpam mengatakan sebaiknya kamu ( saya ) ikut mereka saja daripada bosan menunggu di sini ( pos satpam ). Saya pun berjalan menuju rumahnya. Ketika saya masuk , saya tidak melihat mereka lagi. Saya hanya melihat sebuah ruangan yang luas sekali dengan sebuah tangga dan beberapa pintu ruangan. Saya bingung apakah saya sebaiknya naik ke tangga atau mengitari ruangan tersebut ( sebenarnya bisa saja saya teriak memanggil nama Dedy atau Gunawan tapi tindakan itu sangat tidak sopan ! ).
Akhirnya saya memutuskan untuk mengitari ruangan tersebut dengan harapan dapat menemui mereka. Setelah saya mengitari, saya tetap tidak dapat menemukan mereka. Tapi saya melihat sebuah pintu kamar yang pintunya sedikit terbuka. Saya mengira mungkin saja mereka berada di dalam kamar tersebut. Lalu saya membuka sedikit demi sedikit pintu itu dan betapa terkejutnya saya ketika saya melihat seorang anak perempuan sedang tertidur dengan daster yang tipis dan hanya menutupi bagian atas dan bagian selangkangannya, saya bingung harus bagaimana !
Dasar otak saya yang sudah kotor melihat pemandangan paha yang indah, akhirnya saya masuk ke dalam kamar tersebut dan menutup pintu itu. Saya melihat sekeliling kamar itu, kamar yang luas dan indah, beberapa helai pakaian SMA berserakan di tempat tidur, dan foto anak tersebut dengan Gunawan dan seorang lelaki tua dan wanita tua ( mungkin foto orang tuanya ). Anak perempuan yang sangat cantik, manis dan kuning langsat ! lalu saya melangkah lebih dekat lagi, saya melihat beberapa buku pelajaran sekolah dan tulisan namanya : Elvina dia duduk di bangku SMA aku ngk menanyakan kelas berapa sih . Lalu saya memfokuskan penglihatan saya ke arah pahanya yang kuning langsat dan indah itu !.
ngin rasanya menjamah paha tersebut tapi saya ragu dan takut. Saya menaikkan pandangan saya ke arah dadanya dan melihat cetakan pentil susu di helai dasternya itu. Dadanya masih kecil dan ranum dan saya tahu dia pasti tidak memakai pakaian dalam ( BH atau kutang ) di balik dasternya itu !.
Wajahnya sangat imut, cantik dan manis ! Akhirnya saya memberanikan diri meraba pahanya dan mengelusnya, astaga….mulus sekali ! Lalu saya menaikkan sedikit lagi dasternya dan terlihatlah sebuah celana dalam ( CD ) warna putih. Saya meraba CD anak itu dan menarik sedikit karet CDnya , lalu saya mengintip ke dalam,….
Astaga ! tidak ada bulunya ! Jantung saya berdetak kencang sekali dan keringat dingin mengalir deras dari tubuh saya. Lalu saya mencium Cdnya, tidak ada bau yang tercium. Lalu saya menarik sedikit lagi dasternya ke atas dan terlihatlah perut dan pinggul yang ramping padat dan mulus sekali tanpa ada kotoran di pusarnya ! Luar biasa !
Otak porno saya pun sangat kreatif juga, saya memberanikan diri untuk menarik perlahan-lahan tali dasternya itu, sedikit-seditkit terlihatlah sebagian dadanya yang mulus dan putih ! ingin rasanya langsung memenggangnya, tapi saya bersabar, lalu saya menarik lagi tali dasternya ke bawah dan akhirnya terlihatlah pentil Elvina yang bewarna kuning kecoklatan ! Jantung saya kali ini terasa berhenti ! Sayapun merasa tubuh saya menjadi kaku. Jari sayapun mencolek pentilnya dan memencet dengan lembut payudaranya. Saya melakukankan dengan lembut, perlahan dan sedikit lama juga, sementara Elvina sendiri masih tertidur pulas. Setelah puas, saya menjilat dan mengulum pentilnya, terasa tawar.
Dasar otakku yang sudah gila, saya pun nekat menarik seluruh dasternya perlahan kearah bawah sampai lepas, sehingga Elvina kini hanya mengenakan celana dalam ( CD ) saja ! Saya memandangi tubuh Elvina dengan penuh rasa kagum. Tiba-tiba Elvina sedikit bergerak, saya kira ia terbangun, ternyata tidak, mungkin sedang mimpi saja. Saya mengelus tubuh Elvina dari atas hingga pusar/perut. Puas mengelus-elus, saya ingin menikmati lebih dari itu ! Saya menarik perlahan-lahan CD Elvina ke arah bawah hingga lepas. Kini Elvina telah telanjang bulat ! Betapa indahnya tubuh Elvina ini , gadis SMA yang amat manis, imut dan cantik dengan buah dada yang kecil dan ranum serta vaginanya yang belum ada bulunya sehelaipun !
Lalu saya mengelus bibir vaginanya yang mulus dan lembek dan sayapun menciumnya. Terasa bau yang khas dari vaginanya itu ! Dengan kedua jari telunjuk saya, saya membuka bibir vaginanya dengan perlahan-lahan , terlihat dalamnya bewarna kemerah –merahan dengan daging di atasnya . Saya menjulurkan lidah saya ke arah vaginanya dan menjilat-jilat vaginanya itu. Saya deg-degan juga melakukan adegan itu. Saya tahu tindakan saya bisa ketahuan olehnya tapi kejadian ini sulit sekali untuk dilewatkan begitu saja ! Benar dugaan saya !
Pada saat saya sedang asyiknya menjilat vaginanya, Elvina terbangun ! Saya pun terkejut setengah mati ! Untung Elvina tidak teriak tapi hanya menutup buah-dadanya dan vaginanya dengan kedua tangannya. Mukanya kelihatan takut juga. Elvina lalu berkata
“ Siapa kamu, apa yang ingin kamu lakukan ?”. Saya langsung berpikir keras untuk keluar dari kesulitan ini !
Lalu saya mengatakan kepada Elvina: “ Elvina, saya melakukan ini karena Gunawan yang mengijinkannya !”, kataku yang berbohong. Elvina kelihatan tidak percaya lalu berkata
“Tidak mungkin, Gunawan kakakku !”. Pandai juga dia ! Tapi saya tidak menyerah begitu saja.
Saya mengatakan lagi “ Elvina, saya tahu Gunawan kakakmu tapi dia punya hutang yang amat besar pada saya, apakah kamu tega melihat kakakmu terlibat hutang yang amat besar ? Apakah kamu tidak kasihan pada Gunawan ?, kalau dia tidak melunasi hutangnya, dia bisa dipenjara ” kataku sambil berbohong . Elvina terdiam sejenak.
Saya berusaha menenangkan Elvina sambil mengelus rambutnya. Elvina tetap terdiam. Sayapun dengan lembut menarik tangannya yang menutupi kedua buah dadanya. Dia kelihatannya pasrah saja dan membiarkan tangannya ditarik oleh saya. Terlihat lagi kedua buah dadanya yang indah dan ranum itu ! Saya mencium pipinya dan berkata
“Saya akan selalu mencintaimu, percayalah !”. Saya merebahkan tubuhnya dan menarik tangannya yang lain yang menutupi vaginanya. Akhirnya dia menyerah dan pasrah saja terhadap saya. Saya tersenyum dalam hati. Saya langsung buru-buru membuka seluruh pakaian saya untuk segera menuntaskan “ tugas “ ini ( maklum saja, kalau terlalu lama, transaksi Gunawan dengan Dedy selesai, sayapun bisa ketahuan, ujung-ujungnya saya bisa saja terbunuh ! ).
Saya langsung mencium mulut Elvina dengan rakus. Elvina kelihatannya belum pernah ciuman sebelumnya karena dia masih kaku. Lalu saya mencium lehernya dan turun ke arah buah dadanya. Saya menyedot kedua buah dadanya dengan kencang dan rakus dan meremas-remas kedua buah dadanya dengan sangat kuat, Elvina kelihatannya kesakitan juga dengan remasan saya itu, Sayapun menarik-narik kedua pentilnya dengan kuat !
“Sakit kak “ kata Elvina. Saya tidak lagi mendengar rintihan Elvina. Saya mengulum dan menggigit pentil Elvina lagi sambil tangan kanan saya meremas kuat pantat Elvina. Setelah puas, saya membalikkan badan Elvina sehingga Elvina tengkurap.
Saya jilat seluruh punggung Elvina sampai ke pantatnya. Saya remas pantat Elvina kuat-kuat dan saya buka pantatnya hingga terlihat anusnya yang bersih dan indah. Saya jilat anus Elvina, terasa asin sedikit ! Dengan jari telunjuk saya, saya tusuk-tusuk anusnya, Elvina kelihatan merintih atas tindakan saya itu. Saya angkat pantat Elvina, saya remas bagian vagina Elvina sambil ia nungging ( posisi saya di belakang Elvina ). Elvina sudah seperti boneka mainan saya saja !. Setelah puas , saya balikkan lagi tubuh Elvina sehingga ia terlentang, saya naik ke atas kepala Elvina dan menyodorkan penis saya ke mulut Elvina.
“ Jilat dan kulum !” kataku. Elvina ragu juga pada awalnya, tapi saya terus membujuknya dan akhirnya ia menjilat juga.
Penis saya terasa enak dan geli juga dijilat olehnya, seperti anak kecil yang menjilat permen lolipopnya.
“Kulum !” kataku, dia lalu mengulumnya. Saya dorong pantat saya sehingga penis saya masuk lebih dalam lagi, kelihatannya dia seperti mau muntah karena penis saya menyentuh kerongkongannya dan mulutnya yang kecil kelihatan sulit menelan sebagian penis saya sehingga ia sulit bernapas juga. Sambil ia mengulum penis saya, tangan kanan saya meremas kuat-kuat payudaranya yang kiri hingga terlihat bekas merah di payudaranya.
Saya langsung melepaskan kuluman itu dan menuju ke vaginanya. Saya jilat vaginanya sepuas mungkin, lidah saya menusuk vaginanya yang merah pink itu lebih dalam, Elvina menggerak-gerakkan pantatnya kiri-kanan, atas-bawah, entah karena kegelian atau mungking ia menikmatinya juga. Sambil menjilat vaginanya, kedua tangan saya meremas-remas pantatnya.
Akhirnya saya ingin menjebol vaginanya. Saya naik ke atas tubuh Elvina, saya sodorkan penis saya ke arah vaginanya. Elvina kelihatan ketakutan juga,
“ Jangan kak, saya masih perawan !”, Nah ini dia ! saya membujuk Elvina dengan rayuan-rayuan manis. Elvina terdiam pasrah. Saya tusuk penis saya yang besar itu yang panjangnya 18 cm dan diameter 6 cm ke vaginanya yang kecil sempit tanpa bulu itu ! Sulit sekali awalnya tapi saya tidak menyerah. Saya lebarkan kedua kakinya hingga ia sangat mengangkang dan vaginanya sedikit terbuka lagi, saya hentakkan dengan kuat pantat saya dan akhirnya kepala penis saya yang besar itu berhasil menerobos vaginanya !
Elvina mencakar tangan saya sambil berkata “ sakitttt !!!” saya tidak peduli lagi dengan rintihan dan tangisan Elvina ! Sudah sepertiga penis saya yang masuk. Saya dorong-dorong lagi penis saya ke dalam lobang vaginanya dan akhirnya amblas semua ! Dan seperti permainan sex pada umumnya, saya tarik-dorong, tarik-dorong, tarik-dorong, terus-menerus ! Elvina memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya. Tangan saya tidak tinggal diam, saya remas kedua buah dadanya dengan sangat kuat hingga ia kesakitan dan saya tarik-tarik pentilnya yang kuning kecoklatan itu kuat-kuat ! Saya memainkan irama cepat ketika penis saya menghujam vaginanya.
Baru 5 menit saya merasakan cairan hangat membasahi penis saya, pasti ia mencapai puncak kenikatannya. Setelah bermain 15 menit lamanya, saya merasakan telah mencapai puncak kenikmatan, saya tumpahkan air mani saya kedalam vaginanya hingga tumpah ruah. Saya puas sekali ! Saya peluk Elvina dan mencium bibir, kening dan lehernya. Saya tarik penis saya dan saya melihat ada cairan darah di sprei kasurnya. Habislah keperawanannya !.
Setelah itu saya lekas berpakaian karena takut ketahuan. Saya ambil uang 300.000 rupiah dari saku saya dan saya berikan ke Elvina ,
“ Elvina, ini untuk uang jajanmu, jangan bilang ke siapa-siapa yah “, Elvina hanya terdiam saja sambil menundukkan kepala dan menutupi kedua buah dadanya dengan bantal. Saya langsung keluar kamar dan menunggu saja di depan pintu masuk. Sekitar 10 menit kemudian Gunawan dan Dedy turun sambil menggotong lukisan dan patung. Ternyata mereka transaksinya bukan hanya lukisan dan patung saja tapi termasuk beberapa barang antik lainnya. Pantasan saja mereka lama !
Akhirnya saya dan Dedy permisi ke Gunawan dan ke kedua satpam itu. Kami pergi meninggalkan rumah itu. Dedy puas dengan transaksinya dan saya puas telah merenggut keperawanan adik Gunawan. Ha ha ha ha ha, hari yang indah dan takkan terlupakan !
TAMAT
Kisahku ini adalah kejadian nyata tanpa aku rekayasa sedikitpun !. Kisahku bermula setahun yang lalu ketika temanku ( Dedy ) mengajakku menemaninya transaski dengan temannya ( Gunawan ). Saya jelaskan saja perihal kedua orang itu sebelumnya. Dedy adalah teman kerjaku dan dia seorang yang rajin dan ulet termasuk dalam hal berbisnis . Gunawan adalah teman kenalannya yang juga seorang anak mantan pejabat tinggi yang kaya raya ( saya tidak tahu apakah kekayaan orang tuanya halal atau hasil korupsi ! ).
Setahun yang lalu Gunawan menawarkan beberapa koleksi lukisan dan patung ( Gunawan sudah mengetahui perihal bisnis Dedy sebelumnya ) milik orang tuanya kepada Dedy, koleksi lukisan dan patung tersebut berusia tua. Dedy tertarik tapi dia membutuhkan kendaraan saya karena kendaraannya sedang dipakai untuk mengangkut lemari ke toko, oleh karena itu Dedy mengajak saya ikut dan saya pun setuju saja. Perlu saya jelaskan sebelumnya, Gunawan menjual koleksi lukisan dan patung tersebut, oleh Dedy diperkirakan karena Gunawan seorang pecandu putaw dan membutuhkan uang tambahan.
Keesokan harinya ( hari Minggu ), saya dan Dedy berangkat menuju rumah Gunawan di kawasan Depok. Setelah sampai di depan pintu gerbang 2 orang satpam berjalan ke arah kami dan menanyakan maksud kedatangan kami. Setelah kami jelaskan, mereka mengijinkan kami masuk dan mereka menghubungi Gunawan melalui telepon. Saya memarkir kendaraan saya dan saya mengagumi halaman dan rumah Gunawan yang amat luas dan indah,
“ Betapa kayanya orang tua Gunawan” bisik dalam hatiku. Kami harus menunggu sebentar karena Gunawan sedang makan.
Sambil menunggu, kami berbicara dengan satpam. Dalam pembicaraan itu, seorang satpam menceritakan kalau Gunawan itu seorang playboy dan suka membawa wanita malam-malam ke rumahnya ketika orang tuanya sedang pergi. Setelah menunggu selang 10 menit, akhirnya Gunawan datang ( saya yang baru pertama kali melihatnya harus mengakui bahwa Gunawan memiliki wajah yang amat rupawan, walau saya pun seorang lelaki dan bukan seorang homo! ). Dedy memperkenalkan saya dengan Gunawan. Setelah itu Gunawan mengajak Dedy masuk ke rumah untuk melihat patung dan lukisan yang akan dijualnya.
Saya bingung apakah saya harus mengikuti mereka atau tetap duduk di pos satpam. Setelah mereka berjalan sekitar 15 meter dari saya, seorang satpam mengatakan sebaiknya kamu ( saya ) ikut mereka saja daripada bosan menunggu di sini ( pos satpam ). Saya pun berjalan menuju rumahnya. Ketika saya masuk , saya tidak melihat mereka lagi. Saya hanya melihat sebuah ruangan yang luas sekali dengan sebuah tangga dan beberapa pintu ruangan. Saya bingung apakah saya sebaiknya naik ke tangga atau mengitari ruangan tersebut ( sebenarnya bisa saja saya teriak memanggil nama Dedy atau Gunawan tapi tindakan itu sangat tidak sopan ! ).
Akhirnya saya memutuskan untuk mengitari ruangan tersebut dengan harapan dapat menemui mereka. Setelah saya mengitari, saya tetap tidak dapat menemukan mereka. Tapi saya melihat sebuah pintu kamar yang pintunya sedikit terbuka. Saya mengira mungkin saja mereka berada di dalam kamar tersebut. Lalu saya membuka sedikit demi sedikit pintu itu dan betapa terkejutnya saya ketika saya melihat seorang anak perempuan sedang tertidur dengan daster yang tipis dan hanya menutupi bagian atas dan bagian selangkangannya, saya bingung harus bagaimana !
Dasar otak saya yang sudah kotor melihat pemandangan paha yang indah, akhirnya saya masuk ke dalam kamar tersebut dan menutup pintu itu. Saya melihat sekeliling kamar itu, kamar yang luas dan indah, beberapa helai pakaian SMA berserakan di tempat tidur, dan foto anak tersebut dengan Gunawan dan seorang lelaki tua dan wanita tua ( mungkin foto orang tuanya ). Anak perempuan yang sangat cantik, manis dan kuning langsat ! lalu saya melangkah lebih dekat lagi, saya melihat beberapa buku pelajaran sekolah dan tulisan namanya : Elvina dia duduk di bangku SMA aku ngk menanyakan kelas berapa sih . Lalu saya memfokuskan penglihatan saya ke arah pahanya yang kuning langsat dan indah itu !.
ngin rasanya menjamah paha tersebut tapi saya ragu dan takut. Saya menaikkan pandangan saya ke arah dadanya dan melihat cetakan pentil susu di helai dasternya itu. Dadanya masih kecil dan ranum dan saya tahu dia pasti tidak memakai pakaian dalam ( BH atau kutang ) di balik dasternya itu !.
Wajahnya sangat imut, cantik dan manis ! Akhirnya saya memberanikan diri meraba pahanya dan mengelusnya, astaga….mulus sekali ! Lalu saya menaikkan sedikit lagi dasternya dan terlihatlah sebuah celana dalam ( CD ) warna putih. Saya meraba CD anak itu dan menarik sedikit karet CDnya , lalu saya mengintip ke dalam,….
Astaga ! tidak ada bulunya ! Jantung saya berdetak kencang sekali dan keringat dingin mengalir deras dari tubuh saya. Lalu saya mencium Cdnya, tidak ada bau yang tercium. Lalu saya menarik sedikit lagi dasternya ke atas dan terlihatlah perut dan pinggul yang ramping padat dan mulus sekali tanpa ada kotoran di pusarnya ! Luar biasa !
Otak porno saya pun sangat kreatif juga, saya memberanikan diri untuk menarik perlahan-lahan tali dasternya itu, sedikit-seditkit terlihatlah sebagian dadanya yang mulus dan putih ! ingin rasanya langsung memenggangnya, tapi saya bersabar, lalu saya menarik lagi tali dasternya ke bawah dan akhirnya terlihatlah pentil Elvina yang bewarna kuning kecoklatan ! Jantung saya kali ini terasa berhenti ! Sayapun merasa tubuh saya menjadi kaku. Jari sayapun mencolek pentilnya dan memencet dengan lembut payudaranya. Saya melakukankan dengan lembut, perlahan dan sedikit lama juga, sementara Elvina sendiri masih tertidur pulas. Setelah puas, saya menjilat dan mengulum pentilnya, terasa tawar.
Dasar otakku yang sudah gila, saya pun nekat menarik seluruh dasternya perlahan kearah bawah sampai lepas, sehingga Elvina kini hanya mengenakan celana dalam ( CD ) saja ! Saya memandangi tubuh Elvina dengan penuh rasa kagum. Tiba-tiba Elvina sedikit bergerak, saya kira ia terbangun, ternyata tidak, mungkin sedang mimpi saja. Saya mengelus tubuh Elvina dari atas hingga pusar/perut. Puas mengelus-elus, saya ingin menikmati lebih dari itu ! Saya menarik perlahan-lahan CD Elvina ke arah bawah hingga lepas. Kini Elvina telah telanjang bulat ! Betapa indahnya tubuh Elvina ini , gadis SMA yang amat manis, imut dan cantik dengan buah dada yang kecil dan ranum serta vaginanya yang belum ada bulunya sehelaipun !
Lalu saya mengelus bibir vaginanya yang mulus dan lembek dan sayapun menciumnya. Terasa bau yang khas dari vaginanya itu ! Dengan kedua jari telunjuk saya, saya membuka bibir vaginanya dengan perlahan-lahan , terlihat dalamnya bewarna kemerah –merahan dengan daging di atasnya . Saya menjulurkan lidah saya ke arah vaginanya dan menjilat-jilat vaginanya itu. Saya deg-degan juga melakukan adegan itu. Saya tahu tindakan saya bisa ketahuan olehnya tapi kejadian ini sulit sekali untuk dilewatkan begitu saja ! Benar dugaan saya !
Pada saat saya sedang asyiknya menjilat vaginanya, Elvina terbangun ! Saya pun terkejut setengah mati ! Untung Elvina tidak teriak tapi hanya menutup buah-dadanya dan vaginanya dengan kedua tangannya. Mukanya kelihatan takut juga. Elvina lalu berkata
“ Siapa kamu, apa yang ingin kamu lakukan ?”. Saya langsung berpikir keras untuk keluar dari kesulitan ini !
Lalu saya mengatakan kepada Elvina: “ Elvina, saya melakukan ini karena Gunawan yang mengijinkannya !”, kataku yang berbohong. Elvina kelihatan tidak percaya lalu berkata
“Tidak mungkin, Gunawan kakakku !”. Pandai juga dia ! Tapi saya tidak menyerah begitu saja.
Saya mengatakan lagi “ Elvina, saya tahu Gunawan kakakmu tapi dia punya hutang yang amat besar pada saya, apakah kamu tega melihat kakakmu terlibat hutang yang amat besar ? Apakah kamu tidak kasihan pada Gunawan ?, kalau dia tidak melunasi hutangnya, dia bisa dipenjara ” kataku sambil berbohong . Elvina terdiam sejenak.
Saya berusaha menenangkan Elvina sambil mengelus rambutnya. Elvina tetap terdiam. Sayapun dengan lembut menarik tangannya yang menutupi kedua buah dadanya. Dia kelihatannya pasrah saja dan membiarkan tangannya ditarik oleh saya. Terlihat lagi kedua buah dadanya yang indah dan ranum itu ! Saya mencium pipinya dan berkata
“Saya akan selalu mencintaimu, percayalah !”. Saya merebahkan tubuhnya dan menarik tangannya yang lain yang menutupi vaginanya. Akhirnya dia menyerah dan pasrah saja terhadap saya. Saya tersenyum dalam hati. Saya langsung buru-buru membuka seluruh pakaian saya untuk segera menuntaskan “ tugas “ ini ( maklum saja, kalau terlalu lama, transaksi Gunawan dengan Dedy selesai, sayapun bisa ketahuan, ujung-ujungnya saya bisa saja terbunuh ! ).
Saya langsung mencium mulut Elvina dengan rakus. Elvina kelihatannya belum pernah ciuman sebelumnya karena dia masih kaku. Lalu saya mencium lehernya dan turun ke arah buah dadanya. Saya menyedot kedua buah dadanya dengan kencang dan rakus dan meremas-remas kedua buah dadanya dengan sangat kuat, Elvina kelihatannya kesakitan juga dengan remasan saya itu, Sayapun menarik-narik kedua pentilnya dengan kuat !
“Sakit kak “ kata Elvina. Saya tidak lagi mendengar rintihan Elvina. Saya mengulum dan menggigit pentil Elvina lagi sambil tangan kanan saya meremas kuat pantat Elvina. Setelah puas, saya membalikkan badan Elvina sehingga Elvina tengkurap.
Saya jilat seluruh punggung Elvina sampai ke pantatnya. Saya remas pantat Elvina kuat-kuat dan saya buka pantatnya hingga terlihat anusnya yang bersih dan indah. Saya jilat anus Elvina, terasa asin sedikit ! Dengan jari telunjuk saya, saya tusuk-tusuk anusnya, Elvina kelihatan merintih atas tindakan saya itu. Saya angkat pantat Elvina, saya remas bagian vagina Elvina sambil ia nungging ( posisi saya di belakang Elvina ). Elvina sudah seperti boneka mainan saya saja !. Setelah puas , saya balikkan lagi tubuh Elvina sehingga ia terlentang, saya naik ke atas kepala Elvina dan menyodorkan penis saya ke mulut Elvina.
“ Jilat dan kulum !” kataku. Elvina ragu juga pada awalnya, tapi saya terus membujuknya dan akhirnya ia menjilat juga.
Penis saya terasa enak dan geli juga dijilat olehnya, seperti anak kecil yang menjilat permen lolipopnya.
“Kulum !” kataku, dia lalu mengulumnya. Saya dorong pantat saya sehingga penis saya masuk lebih dalam lagi, kelihatannya dia seperti mau muntah karena penis saya menyentuh kerongkongannya dan mulutnya yang kecil kelihatan sulit menelan sebagian penis saya sehingga ia sulit bernapas juga. Sambil ia mengulum penis saya, tangan kanan saya meremas kuat-kuat payudaranya yang kiri hingga terlihat bekas merah di payudaranya.
Saya langsung melepaskan kuluman itu dan menuju ke vaginanya. Saya jilat vaginanya sepuas mungkin, lidah saya menusuk vaginanya yang merah pink itu lebih dalam, Elvina menggerak-gerakkan pantatnya kiri-kanan, atas-bawah, entah karena kegelian atau mungking ia menikmatinya juga. Sambil menjilat vaginanya, kedua tangan saya meremas-remas pantatnya.
Akhirnya saya ingin menjebol vaginanya. Saya naik ke atas tubuh Elvina, saya sodorkan penis saya ke arah vaginanya. Elvina kelihatan ketakutan juga,
“ Jangan kak, saya masih perawan !”, Nah ini dia ! saya membujuk Elvina dengan rayuan-rayuan manis. Elvina terdiam pasrah. Saya tusuk penis saya yang besar itu yang panjangnya 18 cm dan diameter 6 cm ke vaginanya yang kecil sempit tanpa bulu itu ! Sulit sekali awalnya tapi saya tidak menyerah. Saya lebarkan kedua kakinya hingga ia sangat mengangkang dan vaginanya sedikit terbuka lagi, saya hentakkan dengan kuat pantat saya dan akhirnya kepala penis saya yang besar itu berhasil menerobos vaginanya !
Elvina mencakar tangan saya sambil berkata “ sakitttt !!!” saya tidak peduli lagi dengan rintihan dan tangisan Elvina ! Sudah sepertiga penis saya yang masuk. Saya dorong-dorong lagi penis saya ke dalam lobang vaginanya dan akhirnya amblas semua ! Dan seperti permainan sex pada umumnya, saya tarik-dorong, tarik-dorong, tarik-dorong, terus-menerus ! Elvina memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya. Tangan saya tidak tinggal diam, saya remas kedua buah dadanya dengan sangat kuat hingga ia kesakitan dan saya tarik-tarik pentilnya yang kuning kecoklatan itu kuat-kuat ! Saya memainkan irama cepat ketika penis saya menghujam vaginanya.
Baru 5 menit saya merasakan cairan hangat membasahi penis saya, pasti ia mencapai puncak kenikatannya. Setelah bermain 15 menit lamanya, saya merasakan telah mencapai puncak kenikmatan, saya tumpahkan air mani saya kedalam vaginanya hingga tumpah ruah. Saya puas sekali ! Saya peluk Elvina dan mencium bibir, kening dan lehernya. Saya tarik penis saya dan saya melihat ada cairan darah di sprei kasurnya. Habislah keperawanannya !.
Setelah itu saya lekas berpakaian karena takut ketahuan. Saya ambil uang 300.000 rupiah dari saku saya dan saya berikan ke Elvina ,
“ Elvina, ini untuk uang jajanmu, jangan bilang ke siapa-siapa yah “, Elvina hanya terdiam saja sambil menundukkan kepala dan menutupi kedua buah dadanya dengan bantal. Saya langsung keluar kamar dan menunggu saja di depan pintu masuk. Sekitar 10 menit kemudian Gunawan dan Dedy turun sambil menggotong lukisan dan patung. Ternyata mereka transaksinya bukan hanya lukisan dan patung saja tapi termasuk beberapa barang antik lainnya. Pantasan saja mereka lama !
Akhirnya saya dan Dedy permisi ke Gunawan dan ke kedua satpam itu. Kami pergi meninggalkan rumah itu. Dedy puas dengan transaksinya dan saya puas telah merenggut keperawanan adik Gunawan. Ha ha ha ha ha, hari yang indah dan takkan terlupakan !
TAMAT
Friday, May 28, 2010
Kejenuhan membawa kenikmatan
Namaku Erick (bukan nama asli), sebelumnya aku terima kasih atas dimuatnya ceritaku beberapa waktu yang lalu, kali ini aku akan menuliskan pengalamanku lagi, yang mana itu terjadi baru kemarin malam. Oh ya satu hal lagi, saya minta maaf kalo seandainya kalimat-kalimat yang saya sajikan kurang beraturan. Maklumlah, bukan pujangga.
Rabu, 25 April 2001, kira-kira pukul 07:00 malam, saat itu aku lagi lembur di kantor. Jenuh dengan keadaan, akhirnya aku keluar kantor dulu sebentar, ya sekedar cari angin atau kasarnya cuci mata kali ya. Akhirnya mobil kuparkirkan di pelantara pusat pertokoan yang ada di tengah-tengah kota kembang. Wahh, seger juga nih, jadi tidak BT lagi. Sambil berjalan menelusuri trotoar, aku melihat beberapa produk yang dipajang di etalase, secara kebetulan, mataku tertuju ke stan penjualan produk alat-alat kosmetik. Mataku tidak lepas memandang sosok tubuh yang rasanya seperti kukenal. Dengan ragu-ragu aku hampiri juga stan kosmetik itu. Tidak jauh dari stan itu, aku diam dulu beberapa saat sambil memeperhatikan sosok tubuh yang rasanya kukenal.
Setelah yakin kalau sosok tubuh itu adalah orang yang kukenal, dengan hati berdebar kupanggil namanya.
"Wi..! Kamu Dewi khan..?" kataku sambil menunjuk ke arahnya.
Sosok tubuh yang kupanggil namanya merasa kaget juga mendengar panggilanku. Untuk beberapa saat dia memandang ke wajahku sambil mengernyitkan keningnya. Dalam hati mungkin dia sedang mengingat-ngingat, yang pada akhirnya.
"Erick..? Kamu Erick..?" katanya dengan wajah yang agak keheranan.
"Yup..! kirain udah lupa, Wi..," kataku sambil menyodorkan tanganku.
"Ya nggak akan lupa dong Rick, gimana kabarnya..?" katanya sambil menyambut uluran tanganku.
"Baek-baek Wi. Kau sendiri gimana..?" kataku.
"Baek juga Rick..," ucap Dewi sambil menyibakkan rambutnya yang panjang sebahu.
Perlu diketahui, Dewi (bukan nama sebenarnya) ini adalah teman SMA saya dulu, orang tuanya tingal di Jakarta. Di kota kembang ini dia tinggal dengan kakaknya yang kebetulan mereka ini bisa disebut anak kost. Dewi punya perawakan lumayan tinggi, dengan tubuh yang cukup ideal (di mataku), hidung yang mancung, dan buah dadanya yang lumayan juga ukurannya. Kami mengobrol bermacam-macam, tentang seputar masa SMA dulu. Tidak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 09:00malam, dan pada jam itu dia akan pulang. Dengan penuh keyakinan, kutawarkan dia untuk pulang sama-sama, karena kebetulan dia pulangnya sendiri.
Sebelum aku mengantar dia ke tempat kostnya, aku ajak dia untuk makan dulu. Dia menerima tawaranku, setelah itu baru kuantar dia ke tempat kostnya.
"Ke dalem dulu Rick..!" katanya.
"Makasih Wi.., lain kali aja deh.., lagian khan ada Kakakmu..!" kataku sambil memperhatikan jamku, yang mana pada waktu itu menunjukkan pukul 22:30.
"Kakakku lagi ke Jakarta Rick.., Aku cuma sendirian disini. Ayo dong Rick..! Masuk dulu..," pintanya merajuk.
Akhirnya aku masuk juga ke dalam, "Bentar aja ya Wi.., Aku ada kerjaan nih di kantor, mana mata udah ngantuk, cape lagi..," kataku sambil tanganku memijit pundakku sendiri karena pegal.
Dewi menganngguk sambil tersenyum, kemudian dia menuju ke belakang untuk mengambil minuman.
"Santai aja dulu Rick.., Aku mo mandi dulu ya, gerah nih..!" katanya sambil menyodorkan minuman untukku.
Lalu aku duduk di kursi dekat tempat tidurnya.
"Lama juga nih mandinya. Dasar perempuan..!" aku menggerutu dalam hati.
Kemudian aku berdiri sebentar, karena pegel juga kalau duduk terus. Akhirnya aku rebahan juga di tempat tidurnya, cape sekali badanku rasanya. Kemudian kulihat Dewi keluar dari kamar mandi. Dia hanya memakai celana pendek dengan t-shirt warna putih. Rambutnya basah, mungkin habis keramas. Kemudian dia duduk di depan meja riasnya sambil mengeringkan rambutnya.
"Muka Kamu kok keliatan cape Rick..?" kata Dewi membuyarkan lamunanku.
"Iya nih Wi.., Aku cape banget hari ini, mana kerjaan masih banyak." ketusku.
"Ya udah, istirahat aja dulu. Santai aja.., Aku pijitin, mau nggak..?" kata Dewi sambil melangkah ke arahku.
"Bener nih, mau mijitin..?" kataku setengah tidak percaya.
"Masa Aku boong Rick. Ya udah.., Kamu tengkurap aja.. Terus buka dulu kemeja Kamu dengan kaosdalamnya." katanya.
Bagai kerbau dicocok hidung, aku menurut saja, terus kutelungkup, lalu Dewi mulai memijitiku, mulai dari pundak terus ke punggung. Pijatannya lembut sekali, rasa lelah dan kantukku mulai hilang, malah yang ada sekarang darahku justru mengalir begitu cepat. Batang kemaluankuperlahan-lahan mulai tegang, aku jadi salah tingkah. Sepertinya Dewi melihat perubahan sikapku.
"Rick..! Balikin badan Kamu.., biar Aku pijit juga bagian depannya." katanya lembut.
Aku agak ragu juga, pasalnya aku takut kemaluanku yang sudah tegang takut kelihatan, ditambah nafasku yang sudah tidak beraturan. Tetapi akhirnya kubalikkan juga badanku. Kemudian Dewi menduduki badanku. Kaget juga aku melihat dia, karena posisi dia sekarang menduduki badanku, pantatnya tepat di atas kemaluanku. Aku pura-pura meram saja, sambil kadang-kadang memicingkan mataku, jadi salah tingkah aku pada waktu itu.
Seksi juga ni orang, atau karena pikiranku yang sudah dirasuki nafsu birahi, batinku berkecamuk. Aku mulai berpikir, apa yang harus kulakukan. Tangan Dewi dengan begiru halusnya mengusap-ngusap dadaku yang kadang-kadang dia cubit puting susuku, aku malah menggelinjang kegelian, pikiranku sudah gelap oleh nafsu. Dengan agak ragu kupegang kedua telapak tangannya yang sedang memijat dadaku.
"Kenapa Rick..?" tanya Dewi sambil tersenyum.
Aku tidak menjawab pertanyaannya, kemudian kucium telapak tangannya, lalu kutarik tangannya yang mana otomatis badannya mengikuti, sehingga badannya jadi agak terdorong ke depan.
Wajahku dengan wajahnya dekat sekali, sampai nafasnya menerpa wajahku. Lalu kupegang kedua pipinya, dengan perlahan kudekatkan wajahnya ke wajahku, lalu kucium bibirnya dengan lembut. Kemudian kujulurkan lidahku menelusuri rongga mulutnya. Dewi agak melenguh, lalu Dewi mulai membalas ciumanku, lama-lama ciuman kami makin lama makin buas saja, nafas kami sudah tidakberaturan. Sambil tetapi berciuman, tanganku turun ke bawah, lalu kumasukkan ke bagian belakangkaosnya, lalu kutarik kaosnya ke atas. Dewi mengerti akan hal ini, kemudian dia tegakkan badannya, lalu dia buka sendiri t-shirtnya, lalu dengan sambil tersenyum dia buka sendiri BH-nya.
Setelah terbuka, yang kusaksikan adalah sepasang dua bukit yang kembar, walaupun tidak terlalu besar tetapi kencang sekali, dengan putting yang sangat menantang. Dengan posisi Dewi masih di atas perutku, aku segera bangkit. Kulumat putingnya silih berganti, Dewi melenguh tanda menikmatinya.
"Ooohhh Erick.., sshhh..," desahnya sambil mendongakkan kepalanya ke belakang, dengan tangan melingkar di leherku.
Aku semakin bernafsu, lalu kurebahkan badannya, kemudian kulumat bibirnya, lalu kulumat telingakirinyan. Kemudian aku turun menelusuri lehernya, kulumat putting susunya yang tampak menawan, kadang aku meremas kedua bukit yang indah itu. Puas dengan itu lumatanku mulai turun ke bawah, aku jilat pusarnya, kedua tanganku mulai turun ke pangkal pahanya.
Dengan posisi masih menjilati pusarnya, tanganku membuka celana pendeknya, lalu kuturunkan ke bawah. Secara naluriah dia ikut membantu menurunkan pula, maka tingal celana dalamnya yang berwarna putih bersih yang masih menghinggapi tubuhnya. Lalu kucium kemaluannya yang masih ditutupi CD-nya, dia melenguh hebat, kemudian kubuka CD-nya. Aku beralih menjilati bibir kemaluannya. Dengan bantuan kedua jariku, kusibakkan bibir kemaluannya itu, maka tampakbagian dalam yang berwarna merah muda, dengan dihiasi klit-nya yang sudah membengkak.
Mungkin ini untuk yang kedua kalinya aku menjilati kemaluan perempuan. Ini yang kusuka dari kemaluan Dewi, tidak berbau, mungkin tadi dia waktu mandi membersihkannnya dengan sabun khusus.Lalu kujulurkan lidahku ke bagian klit-nya, kugoyang-goyangkan lidahku.
"Aaahhh.., Rickkk.., enak sekali Saayaang..!" jeritnya sambil kedua tangannya menjambak rambutku.
Pedas juga rambutku. Aku masih saja asyik memainkan lidahku. Kadang sekali-sekali kugigit bibir kemaluannya. Tidak berapa lama, tubuh Dewi mengejang, kepalaku makin ditekan oleh tangannya ke dalam kemaluannya.
"Eeerriiccckkk.., aakkhhh.., nikmat sekali Sayang..!" katanya sambil memejamkan matanya, tandamerasakan kenikmatan yang tiada taranya.
Aku masih saja asyik melumat habis kemaluannya yang merah merekah.
"Udahhh Rick.., udah dulu Sayang..!" katanya sambil menarik kepalaku ke atas, kemudian dia cium bibirku dengan ganas sekali.
Lalu tubuhku dia balikkan, dia berada di atasku sekarang. Dia condongkan badannya, kemudiandia mencium kembali bibirku, lalu mencium leherku. Dia tegakkan badannya, dan dia geser sedikitke bawah. Sambil tersenyum dia lalu membuka celana panjangku, kemudian dia buka celana dalamku, maka mencuatlah adikku yang dari tadi sudah tegak bagai tugu monas. Dengan lembut dia mengusap batang kemaluanku, jempolnya mengusap kepala kemaluanku.
"Aaakkhhh..," aku hanya bisa mendesah kenikmatan.
Perlahan dia tundukkan kepalanya, lalu mulai menjilati kepala kemaluanku, kemudian dia masukkan batang kejantananku ke mulutnya. Dia hisap dengan lembut. Aku hanya bisa merasakan kenikmatan yang diberikan oleh permainan mulut Dewi.
"Aakkhhh Wi.., terus Wi..! Enak sekali Sayang..!" erangku.
Mungkin karena dari tadi aku sudah menahan nafsuku, akhirnya aku tidak kuat juga menahannya.
"Wi.., Aku mo keluar Wie..," erangku.
Dewi cuek saja, dia malah mempercepat frekwensi hisapannya ke batang kemaluanku, yangpada akhirnya, "Aaakkhhh..," bersamaan dengan itu menyeburlah cairan spermaku ke mulutnya.
Keliatannya Dewi agak kaget juga, tetapi dia lalu menelan semua spermaku sampai habis. Aku hanya mengerang kenikmatan. Setelah cairanku habis ditelannya, kemudian Dewi lepaskan batang kejantananku dari mulutnya, dia tersenyum melihat senjataku masih berdiri, walaupun sudah mengeluarkan laharnya. Dengan tersenyum menahan birahi, dia mendekati wajahku. lalu mencium bibirku. Dengan posisi masih di atas, tangannya kemudian memegang batang kemaluanku, lalu dibimbingnya ke lubang senggamanya. Dengan sekali sentakan, batangku sudah masuk seluruhnya.
"Uuuhhh.., sshhhh..!" Dewi melenguh kenikmatan sambil memejamkan matanya, rambutnya tergerai, kepalanya diangkat mendongkak ke belakang.
Diangkatnya pantatnya perlahan, lalu diturunkannya perlahan. Aku membantunya dengan batang kemaluanku.
Makin lama gerakan Dewi semakin cepat, aku juga semakin keras menekan batang kemaluanku, tangaku menelusuri tubuhnya yang sudah penuh dengan keringat. Kadang kuremas kedua bukit kembarnya, sekali-kali aku pelintir kedua puttingnya. Dewi terus saja menggelinjangkantubuhnya, kulihat Dewi meram melek juga dalam malakukan gerakannya itu.
"Ooohhh.., Eerricckk..! Enak sekali Rick.., ssshhh..," Dewi mendesis seperti ular.
"Kamu cantik sekali Wi.., Aku sayang Kamu..!" kataku sambil menarik kepalanya untuk mendekati wajahku.
Lalu kucium bibirnya. Akibat gerakan-gerakan yang dilakukan Dewi, akhirnya aku tidak kuat juga.
"Aaahhh.., Wi, Aku hampir keluar Sayangg..!" kataku.
"Ssshhh.., aahh.., Aaaakuu juga Rick.., bentar lagi.., aakhh.. terus Sayanng.., terusss..!" ucap Dewi sambil terbata bata menahan nafsu.
Makin kupercepat tempo gerakanku, yang pada akhirnya aku sudah tidak kuat lagi. Kurangkul tubuhnya erat-erat, tampaknya Dewi juga sudah pada klimaksnya, yang akhirnya.
"Aaahhh.., aakkhhh..," kami keluar bersamaan disertai desahan yang panjang.
Kupeluk tubuh Dewi dengan erat, begitu juga dengan Dewi sambil menikmati sensasi-sensai yang tidak bisa dibayangkan. Kemudian dengan posisi aku masih duduk di kasur dan Dewi di atasnya, kami berciuman kembali. Lama sekali sambil mengatakan kata-kata indah.
"Terima kasih Wi.., Aku sayang Kamu..!" kataku sambil mencium keningnya.
"Aku sayang Kamu juga Rick..!" kata Dewi, yang kemudian kami berciuman kembali.
Lalu kurebahkan badanku dengan batang kemaluanku masih menancap di liang senggamanya, akhirnya kami berdua tertidur lelap sekali.
Esok harinya baru kupulang, tapi sebelumnya aku antarkan dulu Dewi ke tempat kerjanya sambilmemeberikan nomor teleponku. Kalau-kalau dia butuh aku, tinggal menghubungi saja. Sesudah mengantar Dewi, aku langsung pulang, lalu pergi ke kantor yang mana sudah tentu aku pastikesiangan, dan kerjaanku yang belum beres.
Saran dan kritiknya kutunggu lewat e-mail, apalagi kalau yang mau kenalan.
TAMAT
Rabu, 25 April 2001, kira-kira pukul 07:00 malam, saat itu aku lagi lembur di kantor. Jenuh dengan keadaan, akhirnya aku keluar kantor dulu sebentar, ya sekedar cari angin atau kasarnya cuci mata kali ya. Akhirnya mobil kuparkirkan di pelantara pusat pertokoan yang ada di tengah-tengah kota kembang. Wahh, seger juga nih, jadi tidak BT lagi. Sambil berjalan menelusuri trotoar, aku melihat beberapa produk yang dipajang di etalase, secara kebetulan, mataku tertuju ke stan penjualan produk alat-alat kosmetik. Mataku tidak lepas memandang sosok tubuh yang rasanya seperti kukenal. Dengan ragu-ragu aku hampiri juga stan kosmetik itu. Tidak jauh dari stan itu, aku diam dulu beberapa saat sambil memeperhatikan sosok tubuh yang rasanya kukenal.
Setelah yakin kalau sosok tubuh itu adalah orang yang kukenal, dengan hati berdebar kupanggil namanya.
"Wi..! Kamu Dewi khan..?" kataku sambil menunjuk ke arahnya.
Sosok tubuh yang kupanggil namanya merasa kaget juga mendengar panggilanku. Untuk beberapa saat dia memandang ke wajahku sambil mengernyitkan keningnya. Dalam hati mungkin dia sedang mengingat-ngingat, yang pada akhirnya.
"Erick..? Kamu Erick..?" katanya dengan wajah yang agak keheranan.
"Yup..! kirain udah lupa, Wi..," kataku sambil menyodorkan tanganku.
"Ya nggak akan lupa dong Rick, gimana kabarnya..?" katanya sambil menyambut uluran tanganku.
"Baek-baek Wi. Kau sendiri gimana..?" kataku.
"Baek juga Rick..," ucap Dewi sambil menyibakkan rambutnya yang panjang sebahu.
Perlu diketahui, Dewi (bukan nama sebenarnya) ini adalah teman SMA saya dulu, orang tuanya tingal di Jakarta. Di kota kembang ini dia tinggal dengan kakaknya yang kebetulan mereka ini bisa disebut anak kost. Dewi punya perawakan lumayan tinggi, dengan tubuh yang cukup ideal (di mataku), hidung yang mancung, dan buah dadanya yang lumayan juga ukurannya. Kami mengobrol bermacam-macam, tentang seputar masa SMA dulu. Tidak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 09:00malam, dan pada jam itu dia akan pulang. Dengan penuh keyakinan, kutawarkan dia untuk pulang sama-sama, karena kebetulan dia pulangnya sendiri.
Sebelum aku mengantar dia ke tempat kostnya, aku ajak dia untuk makan dulu. Dia menerima tawaranku, setelah itu baru kuantar dia ke tempat kostnya.
"Ke dalem dulu Rick..!" katanya.
"Makasih Wi.., lain kali aja deh.., lagian khan ada Kakakmu..!" kataku sambil memperhatikan jamku, yang mana pada waktu itu menunjukkan pukul 22:30.
"Kakakku lagi ke Jakarta Rick.., Aku cuma sendirian disini. Ayo dong Rick..! Masuk dulu..," pintanya merajuk.
Akhirnya aku masuk juga ke dalam, "Bentar aja ya Wi.., Aku ada kerjaan nih di kantor, mana mata udah ngantuk, cape lagi..," kataku sambil tanganku memijit pundakku sendiri karena pegal.
Dewi menganngguk sambil tersenyum, kemudian dia menuju ke belakang untuk mengambil minuman.
"Santai aja dulu Rick.., Aku mo mandi dulu ya, gerah nih..!" katanya sambil menyodorkan minuman untukku.
Lalu aku duduk di kursi dekat tempat tidurnya.
"Lama juga nih mandinya. Dasar perempuan..!" aku menggerutu dalam hati.
Kemudian aku berdiri sebentar, karena pegel juga kalau duduk terus. Akhirnya aku rebahan juga di tempat tidurnya, cape sekali badanku rasanya. Kemudian kulihat Dewi keluar dari kamar mandi. Dia hanya memakai celana pendek dengan t-shirt warna putih. Rambutnya basah, mungkin habis keramas. Kemudian dia duduk di depan meja riasnya sambil mengeringkan rambutnya.
"Muka Kamu kok keliatan cape Rick..?" kata Dewi membuyarkan lamunanku.
"Iya nih Wi.., Aku cape banget hari ini, mana kerjaan masih banyak." ketusku.
"Ya udah, istirahat aja dulu. Santai aja.., Aku pijitin, mau nggak..?" kata Dewi sambil melangkah ke arahku.
"Bener nih, mau mijitin..?" kataku setengah tidak percaya.
"Masa Aku boong Rick. Ya udah.., Kamu tengkurap aja.. Terus buka dulu kemeja Kamu dengan kaosdalamnya." katanya.
Bagai kerbau dicocok hidung, aku menurut saja, terus kutelungkup, lalu Dewi mulai memijitiku, mulai dari pundak terus ke punggung. Pijatannya lembut sekali, rasa lelah dan kantukku mulai hilang, malah yang ada sekarang darahku justru mengalir begitu cepat. Batang kemaluankuperlahan-lahan mulai tegang, aku jadi salah tingkah. Sepertinya Dewi melihat perubahan sikapku.
"Rick..! Balikin badan Kamu.., biar Aku pijit juga bagian depannya." katanya lembut.
Aku agak ragu juga, pasalnya aku takut kemaluanku yang sudah tegang takut kelihatan, ditambah nafasku yang sudah tidak beraturan. Tetapi akhirnya kubalikkan juga badanku. Kemudian Dewi menduduki badanku. Kaget juga aku melihat dia, karena posisi dia sekarang menduduki badanku, pantatnya tepat di atas kemaluanku. Aku pura-pura meram saja, sambil kadang-kadang memicingkan mataku, jadi salah tingkah aku pada waktu itu.
Seksi juga ni orang, atau karena pikiranku yang sudah dirasuki nafsu birahi, batinku berkecamuk. Aku mulai berpikir, apa yang harus kulakukan. Tangan Dewi dengan begiru halusnya mengusap-ngusap dadaku yang kadang-kadang dia cubit puting susuku, aku malah menggelinjang kegelian, pikiranku sudah gelap oleh nafsu. Dengan agak ragu kupegang kedua telapak tangannya yang sedang memijat dadaku.
"Kenapa Rick..?" tanya Dewi sambil tersenyum.
Aku tidak menjawab pertanyaannya, kemudian kucium telapak tangannya, lalu kutarik tangannya yang mana otomatis badannya mengikuti, sehingga badannya jadi agak terdorong ke depan.
Wajahku dengan wajahnya dekat sekali, sampai nafasnya menerpa wajahku. Lalu kupegang kedua pipinya, dengan perlahan kudekatkan wajahnya ke wajahku, lalu kucium bibirnya dengan lembut. Kemudian kujulurkan lidahku menelusuri rongga mulutnya. Dewi agak melenguh, lalu Dewi mulai membalas ciumanku, lama-lama ciuman kami makin lama makin buas saja, nafas kami sudah tidakberaturan. Sambil tetapi berciuman, tanganku turun ke bawah, lalu kumasukkan ke bagian belakangkaosnya, lalu kutarik kaosnya ke atas. Dewi mengerti akan hal ini, kemudian dia tegakkan badannya, lalu dia buka sendiri t-shirtnya, lalu dengan sambil tersenyum dia buka sendiri BH-nya.
Setelah terbuka, yang kusaksikan adalah sepasang dua bukit yang kembar, walaupun tidak terlalu besar tetapi kencang sekali, dengan putting yang sangat menantang. Dengan posisi Dewi masih di atas perutku, aku segera bangkit. Kulumat putingnya silih berganti, Dewi melenguh tanda menikmatinya.
"Ooohhh Erick.., sshhh..," desahnya sambil mendongakkan kepalanya ke belakang, dengan tangan melingkar di leherku.
Aku semakin bernafsu, lalu kurebahkan badannya, kemudian kulumat bibirnya, lalu kulumat telingakirinyan. Kemudian aku turun menelusuri lehernya, kulumat putting susunya yang tampak menawan, kadang aku meremas kedua bukit yang indah itu. Puas dengan itu lumatanku mulai turun ke bawah, aku jilat pusarnya, kedua tanganku mulai turun ke pangkal pahanya.
Dengan posisi masih menjilati pusarnya, tanganku membuka celana pendeknya, lalu kuturunkan ke bawah. Secara naluriah dia ikut membantu menurunkan pula, maka tingal celana dalamnya yang berwarna putih bersih yang masih menghinggapi tubuhnya. Lalu kucium kemaluannya yang masih ditutupi CD-nya, dia melenguh hebat, kemudian kubuka CD-nya. Aku beralih menjilati bibir kemaluannya. Dengan bantuan kedua jariku, kusibakkan bibir kemaluannya itu, maka tampakbagian dalam yang berwarna merah muda, dengan dihiasi klit-nya yang sudah membengkak.
Mungkin ini untuk yang kedua kalinya aku menjilati kemaluan perempuan. Ini yang kusuka dari kemaluan Dewi, tidak berbau, mungkin tadi dia waktu mandi membersihkannnya dengan sabun khusus.Lalu kujulurkan lidahku ke bagian klit-nya, kugoyang-goyangkan lidahku.
"Aaahhh.., Rickkk.., enak sekali Saayaang..!" jeritnya sambil kedua tangannya menjambak rambutku.
Pedas juga rambutku. Aku masih saja asyik memainkan lidahku. Kadang sekali-sekali kugigit bibir kemaluannya. Tidak berapa lama, tubuh Dewi mengejang, kepalaku makin ditekan oleh tangannya ke dalam kemaluannya.
"Eeerriiccckkk.., aakkhhh.., nikmat sekali Sayang..!" katanya sambil memejamkan matanya, tandamerasakan kenikmatan yang tiada taranya.
Aku masih saja asyik melumat habis kemaluannya yang merah merekah.
"Udahhh Rick.., udah dulu Sayang..!" katanya sambil menarik kepalaku ke atas, kemudian dia cium bibirku dengan ganas sekali.
Lalu tubuhku dia balikkan, dia berada di atasku sekarang. Dia condongkan badannya, kemudiandia mencium kembali bibirku, lalu mencium leherku. Dia tegakkan badannya, dan dia geser sedikitke bawah. Sambil tersenyum dia lalu membuka celana panjangku, kemudian dia buka celana dalamku, maka mencuatlah adikku yang dari tadi sudah tegak bagai tugu monas. Dengan lembut dia mengusap batang kemaluanku, jempolnya mengusap kepala kemaluanku.
"Aaakkhhh..," aku hanya bisa mendesah kenikmatan.
Perlahan dia tundukkan kepalanya, lalu mulai menjilati kepala kemaluanku, kemudian dia masukkan batang kejantananku ke mulutnya. Dia hisap dengan lembut. Aku hanya bisa merasakan kenikmatan yang diberikan oleh permainan mulut Dewi.
"Aakkhhh Wi.., terus Wi..! Enak sekali Sayang..!" erangku.
Mungkin karena dari tadi aku sudah menahan nafsuku, akhirnya aku tidak kuat juga menahannya.
"Wi.., Aku mo keluar Wie..," erangku.
Dewi cuek saja, dia malah mempercepat frekwensi hisapannya ke batang kemaluanku, yangpada akhirnya, "Aaakkhhh..," bersamaan dengan itu menyeburlah cairan spermaku ke mulutnya.
Keliatannya Dewi agak kaget juga, tetapi dia lalu menelan semua spermaku sampai habis. Aku hanya mengerang kenikmatan. Setelah cairanku habis ditelannya, kemudian Dewi lepaskan batang kejantananku dari mulutnya, dia tersenyum melihat senjataku masih berdiri, walaupun sudah mengeluarkan laharnya. Dengan tersenyum menahan birahi, dia mendekati wajahku. lalu mencium bibirku. Dengan posisi masih di atas, tangannya kemudian memegang batang kemaluanku, lalu dibimbingnya ke lubang senggamanya. Dengan sekali sentakan, batangku sudah masuk seluruhnya.
"Uuuhhh.., sshhhh..!" Dewi melenguh kenikmatan sambil memejamkan matanya, rambutnya tergerai, kepalanya diangkat mendongkak ke belakang.
Diangkatnya pantatnya perlahan, lalu diturunkannya perlahan. Aku membantunya dengan batang kemaluanku.
Makin lama gerakan Dewi semakin cepat, aku juga semakin keras menekan batang kemaluanku, tangaku menelusuri tubuhnya yang sudah penuh dengan keringat. Kadang kuremas kedua bukit kembarnya, sekali-kali aku pelintir kedua puttingnya. Dewi terus saja menggelinjangkantubuhnya, kulihat Dewi meram melek juga dalam malakukan gerakannya itu.
"Ooohhh.., Eerricckk..! Enak sekali Rick.., ssshhh..," Dewi mendesis seperti ular.
"Kamu cantik sekali Wi.., Aku sayang Kamu..!" kataku sambil menarik kepalanya untuk mendekati wajahku.
Lalu kucium bibirnya. Akibat gerakan-gerakan yang dilakukan Dewi, akhirnya aku tidak kuat juga.
"Aaahhh.., Wi, Aku hampir keluar Sayangg..!" kataku.
"Ssshhh.., aahh.., Aaaakuu juga Rick.., bentar lagi.., aakhh.. terus Sayanng.., terusss..!" ucap Dewi sambil terbata bata menahan nafsu.
Makin kupercepat tempo gerakanku, yang pada akhirnya aku sudah tidak kuat lagi. Kurangkul tubuhnya erat-erat, tampaknya Dewi juga sudah pada klimaksnya, yang akhirnya.
"Aaahhh.., aakkhhh..," kami keluar bersamaan disertai desahan yang panjang.
Kupeluk tubuh Dewi dengan erat, begitu juga dengan Dewi sambil menikmati sensasi-sensai yang tidak bisa dibayangkan. Kemudian dengan posisi aku masih duduk di kasur dan Dewi di atasnya, kami berciuman kembali. Lama sekali sambil mengatakan kata-kata indah.
"Terima kasih Wi.., Aku sayang Kamu..!" kataku sambil mencium keningnya.
"Aku sayang Kamu juga Rick..!" kata Dewi, yang kemudian kami berciuman kembali.
Lalu kurebahkan badanku dengan batang kemaluanku masih menancap di liang senggamanya, akhirnya kami berdua tertidur lelap sekali.
Esok harinya baru kupulang, tapi sebelumnya aku antarkan dulu Dewi ke tempat kerjanya sambilmemeberikan nomor teleponku. Kalau-kalau dia butuh aku, tinggal menghubungi saja. Sesudah mengantar Dewi, aku langsung pulang, lalu pergi ke kantor yang mana sudah tentu aku pastikesiangan, dan kerjaanku yang belum beres.
Saran dan kritiknya kutunggu lewat e-mail, apalagi kalau yang mau kenalan.
TAMAT
Thursday, May 27, 2010
Kasar sekali
Kelopak mataku terasa berat sekali, tapi aku tak bisa menghindari sinar lampu hijau di depan mataku. Pelan pelan sekali aku membuka mata : 3:58 am. Ternyata lampu hijau itu sebuah jam di sebelah ranjangku. Lho, tapi lampu jam bekerku berwarna merah dan kamar tidur ini terasa dingin sekali. Aku mencoba menarik selimut lebih tinggi ketika aku menyadari aku ternyata tidur tanpa mengenakan apa2.

Sambil menghela napas dalam-dalam, aku menengok ke sisi lain ranjang, seorang lelaki bule yang tak kukenal sedang tidur dengan pulas, telanjang juga sepertiku, dan kemaluannya berdiri tegak mengkilap (entah oleh cairan apa)di tengah kegelapan malam.
Dengan terburu-buru aku mencari dan mengenakan pakaianku secepat mungkin. Untung aku hanya mengenakan sepotong dress yang bisa dipakai dengan cepat, bra dan celana dalam kusumpalkan ke dalam tas kecilku. Sejenak aku mengagumi tubuh bugil di atas ranjang dan sempat terbersit pikiran untuk menikmatinya lagi, tapi aku memutuskan untuk cepat cepat meninggalkan tempat itu dan pulang ke rumahku sendiri.
Setibanya di rumah, segera aku menanggalkan pakaian dan mandi. Di bawah air shower yang hangat, terlihat banyak sekali cupangan2 hasil percintaan semalam. Tanpa banyak memikirkan tentang cowok bule tadi, ataupun tentang apa yang terjadi malam ini, aku segera mengeringkan rambut dan tidur hanya mengenakan t-shirt kesayanganku.
Beberapa hari kemudian..........
"Ness, what do yo have planned for tonight ? ", teman kantorku (dan kadang2 teman bertualang), Tina, tiba2 muncul di ruangan kerjaku.
"umm. I've got nothing planned. What do you have in mind ?"
Dengan senyuman lebar, Tina menceritakan tentang restoran baru di daerah trendy kotaku.
"wah.. Yuk kita pergi ke sana", kataku dengan polosnya.
"cuma satu syarat, gua mesti bawa calon klien gua", kata Tina (diterjemahkan)
"ngapain ngajakin gua, elu sendirian juga biasa bisa menangani klien, apalagi klien cowo", memang Tina dengan bodi yang aduhay, rambut pirang dan mata biru khas orang bule, menurutku paling cantik sekantor, dan pintar sekali menjual produk2 perusahaanku. Di dalam bisnis jual menjual memang penting sekali penampilan dan teknik persuasi itu.
"say, kali ini gua kurang efektif deh, soalnya klien ini demen banget sama cewek asia"
"ooooh... kalo gituuuuuu.. Gua dapet komisi 50% dong?" tanyaku menggoda Tina.
"ah elu, Udah gua kasih calon suami nih, top punya lagi. Orang laen tuh bayar buat dicomblangin kaya gini", bela Tina
"hahahahahaha. Gua mesti meeting sampe jam 8 malem"
Lanjut Tina, "ok, gini deh rencananya, gua janji ketemu dia jam 7.30, so kita minum2 dulu deh, abis elu dateng, kita lanjut ke dinner"
Aku tiba di resto tempat jam 8:15, dan langsung mencari Tina dan kliennya di bar. Ketika aku berjalan mendekati mereka, sang klien duduk membelakangiku, dan kelihatannya mereka sedang di tengah2 diskusi yang sangat serius. Tina terlihat agak frustrasi, sepertinya dia sejauh ini belum memenangkan bisnis klien ini. Di perusahaan kami ini, ada kuota sales yang mesti dipenuhi semua orang, dan kalau tidak terpenuhi, bonus untuk bulan itu bisa hilang seluruhnya. Aku tahu Tina mesti mendapatkan sales ini untuk memenuhi kuota bulanan.
Aku meng-order minumanku, dan duduk bersama Tina. Tina langsung memperkenalkanku : "Kyle, ini teman kerjaku yang akan ikut dinner dengan kita, Nessa. Nessa lulus dari universitas yang sama dengan kamu."
Ketika aku menjulurkan tanganku untuk bersalaman, terkejut sekali aku melihat cowok bule yang aku tiduri beberapa hari lalu. Ekspresi tampangku terlihat melongo untuk beberapa saat, sementara Kyle terlihat kaget sejenak, tapi dengan cepat dia menyahut,"Nice to meet you, I'm so lucky to have dinner with two such beautiful ladies." Mukaku terasa merah merona.
Tak lama sesudah makan malam dimulai, Kyle mengirimku sebuah SMS : "Mau kembali ke rumahku setelah makan malam ?" -- aku mengerti maksud yang tersirat dalam pertanyaan itu.
"Enggak deh, kalo ketahuan sama Tina dan orang2 kantorku bahwa aku tidur dengan klien, bisa habis sudah karirku"

Kyle terlihat agak jengkel dengan balasanku, sementara itu Tina terus berusaha mengobrol dan bercerita mengalor-ngidul. Tak lama kemudian tiba balasan Kyle di teleponku :
"Gua tau Tina belum dapat kuota sales bulan ini. Kamu mau dia kehilangan bonusnya ?? Kalo enggak, kamu mesti muncul DI RANJANGKU, TELANJANG, JAM 11 malam ini. Pakai baju yang seksi."
Kaget sekali aku dengan SMS yang tegas dan to-the-point itu, tak ada basa-basi lagi sekarang. Semuanya tergantung padaku, apa aku mau membantu Tina dan tidur dengan klien ini, atau membiarkan Kyle sendiri. Terus terang aku suka sekali diperlakukan seperti ini. Bagi pembaca yang sudah mengikuti ceritaku sejak awal, aku suka sekali dilecehkan, seks kasar, bahkan diperkosa oleh Indra.
Aku tidak membalas SMS terakhir itu, tapi malah bengong sebentar memikirkan situasi. Tina malah sampai menendang kakiku supaya aku ikut obrolan di meja lagi. Kami bertiga meneruskan makan malam seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi. Di akhir dinner itu, ketika Kyle sedang ke WC, Tina memohon kepadaku, "Ness, katanya dia pengen nge-date lagi sama elu, tolong dong kasih nomer telepon elu ya?? pura-pura aja tertarik, ntar kalo gua udah dapet kontraknya, engga usah diterusin lagi. Tolong doooonnggg!". Aku hanya bisa mengangguk lesu.
Sepulangnya dari dinner itu, aku langsung mandi dan berdandan untuk pertemuan dengan Kyle malam itu. Tanpa terasa cairan di selangkanganku sudah mengalir deras mengantisipasi apa yang akan terjadi malam itu.
Jam 10:45 tepat, aku membunyikan bel pintu rumah Kyle dengan jantung yang berdebar-debar. Meskipun sudah tak ada kain lagi antara aku dan Kyle, namun pertemuan ini rasanya beda sekali, tidak mirip sama sekali dengan permainan dan kenikmatan seks suka sama suka yang kami reguk beberapa hari lalu. Kyle membukakan pintu dan mempersilakan aku masuk. Begitu aku melangkah masuk dan pintu ditutup, tangan Kyle yang kokoh menyeret lenganku ke kamar tidurnya. Dengan kasar ia mencampakkan tubuhku ke ranjangnya. Sambil berdiri di atasku, dia menggenggam bagian leher dress-ku dan merobek satu-satunya potongan kain di tubuhku. Aku terbaring telanjang di ranjang Kyle, hanya mengenakan sepatu hak tinggi, napasku terengah-engah oleh nafsu. Sementara itu potongan-potongan dressku dengan santainya dilempar ke samping oleh Kyle.
Dengan tatapan lapar bagaikan singa, dia menatapi tubuhku yang polos. Perlahan-lahan jemari tangannya mengusapi kemaluanku. Dia hanya melengos ketika menyadari betapa basahnya kemaluanku,"Kamu memang lonte, Ness. Kamu tahu bahwa kamu sekarang tidur dengan gua hanya untuk uang bonus Tina ? Persis seperti pelacur di pinggir jalan. Pecun loe, bispak!". Aku hanya bisa memalingkan muka menghindari tatapan matanya, tapi tubuhku tak bisa mengingkari rangsangan dan nafsu seks yang makin besar. Dengan kasar Kyle memegang mukaku,"Lihat mukaku!", dan menampar pipiku beberapa kali.
Jari2nya yang panjang sudah menemukan lubang kenikmatanku, dan mulai bergerak keluar masuk. Pinggulku bergoyang sendiri, tanpa diperintahkan otakku, mencari kenikmatan duniawi di tangan Kyle. Ejekan dan lecehan terus mengalir dari mulut Kyle, malah beberapa kali aku diludahi dan ditempeleng. Tapi justru tempelengan Kyle yang membawaku ke orgasme pertama malam itu. Tubuhku serasa melayang-layang ke langit ketujuh. Untuk kedua kalinya minggu itu aku mencapai kenikmatan di ranjang yang sama.

Tanpa memberikan aku banyak waktu untuk mengejar napas, tangan Kyle memegang erat leherku tanpa mencekik. Dia memposisikan pinggulnya di antara pahaku, dan dengan tangan yang satu lagi mengantarkan kejantanannya yang kokoh ke dalam relung kewanitaanku. Seluruh panjang kemaluannya amblas dengan satu dorongan dari pantatnya. Aku yang masih lemah akibat orgasme sebelumnya hanya bisa bertumpu dengan kedua tanganku di ranjang menerima dorongan benda tumpul di selangkanganku. Kyle dengan serakahnya menggenjot tubuhku, sesekali dia menamparku atau mencubit puting payudaraku dengan kasarnya. Aneh sekali, dengan semua kekasaran itu malah aku yang pertama-tama mencapai puncak kembali. Kemaluanku berkontraksi meremas-remas penis Kyle yang terbenam dalam sekali. Tak lama kemudian, tangan Kyle semakin ketat mencekik leherku, sambil menempeleng beberapa kali. Lalu akhirnya tubuhnya meregang di atas tubuhku, kemaluannya menumpahkan entah berapa banyak sperma di dalam rahimku.
Kami berdua berpelukan di atas ranjang berbagi kehangatan tubuh pasca persenggamaan itu. Entah apa itu bisa disebut persenggamaan, jika ada orang yang mengintip kami berdua, mungkin lebih kelihatan seperti aku sedang diperkosa. Akhirnya aku pun menanyakan hal yang sudah menggantung di pikiranku sejak tempelengan pertama tadi,"Kyle, kok kamu bisa tahu sih aku suka sekali seks kasar seperti ini ? "
"Lho, kan waktu terakhir kali kamu di sini, kamu yang bilang. Kayanya kamu mabuk ya waktu itu ??"
Mukaku merah menyala di kegelapan, malu sekali rasanya.
Tanpa menunggu terlalu lama untuk jawabanku, Kyle menarik lenganku lagi dan melempar tubuhku ke arah tembok. Sambil memegang kedua sikutku di punggung, dia menyatukan kembali kedua tubuh kami, dan memacu kami berdua ke arah kenikmatan. Tangannya beberapa kali menampar pantatku, kadang-kadang juga agak mencekik leherku. Dengan kasarnya dia menghantam kemaluanku dengan kejantanannya. Ditambah dengan ejekan dan hinaan, aku merasa seperti seorang pelacur yang sedang dipakai oleh tukang-tukang becak.
Payudaraku tergesek-gesek keras ke arah tembok sementara Kyle terus menggenjotku dari belakang. Ketika akhirnya tangan Kyle meremas pinggulku sambil memuncratkan spermanya di dalam tubuhku, aku pun berorgasme di saat yang sama, vaginaku meremas-remas tongkat tumpul yang sedari tadi menggosok-gosok bagian dalam kemaluanku.
Kami berdua jatuh teronggok lemas di lantai, capai dari persetubuhan seru yang baru selesai. Dengan lembut Kyle mengelus-elus rambutku yang basah oleh keringat dan menutupi tubuh telanjang kami berdua dengan selimut.
Semalaman kami berdua bermain seks secara kasar sekali, saling membawa satu sama lain ke puncak kenikmatan. Entah berapa kali pipiku ditampar habis, leherku di pegang erat hampir tercekik, muka dan rambutku diludahi dan di semproti sperma.
Ketika akhirnya kami tertidur pagi itu, tubuhku serasa lelah dan agak sakit-sakit. Aku terbangun sekitar jam 6 pagi, Kyle membawakan kopi dan sarapan ke ranjang. Kami lalu mandi pagi berdua, saling menyabuni dengan lembutnya. Malahan kami sempat bersenggama lagi dengan penuh kasih sayang pagi itu.
Aku tiba di rumahku sendiri sekitar jam 7.30, tepat waktu untuk berganti baju dan bersiap-siap untuk pergi kerja. Karena banyak lebam di sekitar tubuh, leher, dan pipiku merah akibat ditampar, terpaksa aku memakai kemeja lengan panjang dan make up untuk menutupi merahnya pipiku.
Tapi aku terus terusan memikirkan betapa hebatnya seks malam itu, dan seks yang sangat intim dan lembut di pagi hari... tampaknya aku jatuh cinta lagi.
--
Dari Vanessa's diary:

Sambil menghela napas dalam-dalam, aku menengok ke sisi lain ranjang, seorang lelaki bule yang tak kukenal sedang tidur dengan pulas, telanjang juga sepertiku, dan kemaluannya berdiri tegak mengkilap (entah oleh cairan apa)di tengah kegelapan malam.
Dengan terburu-buru aku mencari dan mengenakan pakaianku secepat mungkin. Untung aku hanya mengenakan sepotong dress yang bisa dipakai dengan cepat, bra dan celana dalam kusumpalkan ke dalam tas kecilku. Sejenak aku mengagumi tubuh bugil di atas ranjang dan sempat terbersit pikiran untuk menikmatinya lagi, tapi aku memutuskan untuk cepat cepat meninggalkan tempat itu dan pulang ke rumahku sendiri.
Setibanya di rumah, segera aku menanggalkan pakaian dan mandi. Di bawah air shower yang hangat, terlihat banyak sekali cupangan2 hasil percintaan semalam. Tanpa banyak memikirkan tentang cowok bule tadi, ataupun tentang apa yang terjadi malam ini, aku segera mengeringkan rambut dan tidur hanya mengenakan t-shirt kesayanganku.
Beberapa hari kemudian..........
"Ness, what do yo have planned for tonight ? ", teman kantorku (dan kadang2 teman bertualang), Tina, tiba2 muncul di ruangan kerjaku.
"umm. I've got nothing planned. What do you have in mind ?"
Dengan senyuman lebar, Tina menceritakan tentang restoran baru di daerah trendy kotaku.
"wah.. Yuk kita pergi ke sana", kataku dengan polosnya.
"cuma satu syarat, gua mesti bawa calon klien gua", kata Tina (diterjemahkan)
"ngapain ngajakin gua, elu sendirian juga biasa bisa menangani klien, apalagi klien cowo", memang Tina dengan bodi yang aduhay, rambut pirang dan mata biru khas orang bule, menurutku paling cantik sekantor, dan pintar sekali menjual produk2 perusahaanku. Di dalam bisnis jual menjual memang penting sekali penampilan dan teknik persuasi itu.
"say, kali ini gua kurang efektif deh, soalnya klien ini demen banget sama cewek asia"
"ooooh... kalo gituuuuuu.. Gua dapet komisi 50% dong?" tanyaku menggoda Tina.
"ah elu, Udah gua kasih calon suami nih, top punya lagi. Orang laen tuh bayar buat dicomblangin kaya gini", bela Tina
"hahahahahaha. Gua mesti meeting sampe jam 8 malem"
Lanjut Tina, "ok, gini deh rencananya, gua janji ketemu dia jam 7.30, so kita minum2 dulu deh, abis elu dateng, kita lanjut ke dinner"
Aku tiba di resto tempat jam 8:15, dan langsung mencari Tina dan kliennya di bar. Ketika aku berjalan mendekati mereka, sang klien duduk membelakangiku, dan kelihatannya mereka sedang di tengah2 diskusi yang sangat serius. Tina terlihat agak frustrasi, sepertinya dia sejauh ini belum memenangkan bisnis klien ini. Di perusahaan kami ini, ada kuota sales yang mesti dipenuhi semua orang, dan kalau tidak terpenuhi, bonus untuk bulan itu bisa hilang seluruhnya. Aku tahu Tina mesti mendapatkan sales ini untuk memenuhi kuota bulanan.
Aku meng-order minumanku, dan duduk bersama Tina. Tina langsung memperkenalkanku : "Kyle, ini teman kerjaku yang akan ikut dinner dengan kita, Nessa. Nessa lulus dari universitas yang sama dengan kamu."
Ketika aku menjulurkan tanganku untuk bersalaman, terkejut sekali aku melihat cowok bule yang aku tiduri beberapa hari lalu. Ekspresi tampangku terlihat melongo untuk beberapa saat, sementara Kyle terlihat kaget sejenak, tapi dengan cepat dia menyahut,"Nice to meet you, I'm so lucky to have dinner with two such beautiful ladies." Mukaku terasa merah merona.
Tak lama sesudah makan malam dimulai, Kyle mengirimku sebuah SMS : "Mau kembali ke rumahku setelah makan malam ?" -- aku mengerti maksud yang tersirat dalam pertanyaan itu.
"Enggak deh, kalo ketahuan sama Tina dan orang2 kantorku bahwa aku tidur dengan klien, bisa habis sudah karirku"

Kyle terlihat agak jengkel dengan balasanku, sementara itu Tina terus berusaha mengobrol dan bercerita mengalor-ngidul. Tak lama kemudian tiba balasan Kyle di teleponku :
"Gua tau Tina belum dapat kuota sales bulan ini. Kamu mau dia kehilangan bonusnya ?? Kalo enggak, kamu mesti muncul DI RANJANGKU, TELANJANG, JAM 11 malam ini. Pakai baju yang seksi."
Kaget sekali aku dengan SMS yang tegas dan to-the-point itu, tak ada basa-basi lagi sekarang. Semuanya tergantung padaku, apa aku mau membantu Tina dan tidur dengan klien ini, atau membiarkan Kyle sendiri. Terus terang aku suka sekali diperlakukan seperti ini. Bagi pembaca yang sudah mengikuti ceritaku sejak awal, aku suka sekali dilecehkan, seks kasar, bahkan diperkosa oleh Indra.
Aku tidak membalas SMS terakhir itu, tapi malah bengong sebentar memikirkan situasi. Tina malah sampai menendang kakiku supaya aku ikut obrolan di meja lagi. Kami bertiga meneruskan makan malam seolah-olah tidak ada apa-apa yang terjadi. Di akhir dinner itu, ketika Kyle sedang ke WC, Tina memohon kepadaku, "Ness, katanya dia pengen nge-date lagi sama elu, tolong dong kasih nomer telepon elu ya?? pura-pura aja tertarik, ntar kalo gua udah dapet kontraknya, engga usah diterusin lagi. Tolong doooonnggg!". Aku hanya bisa mengangguk lesu.
Sepulangnya dari dinner itu, aku langsung mandi dan berdandan untuk pertemuan dengan Kyle malam itu. Tanpa terasa cairan di selangkanganku sudah mengalir deras mengantisipasi apa yang akan terjadi malam itu.
Jam 10:45 tepat, aku membunyikan bel pintu rumah Kyle dengan jantung yang berdebar-debar. Meskipun sudah tak ada kain lagi antara aku dan Kyle, namun pertemuan ini rasanya beda sekali, tidak mirip sama sekali dengan permainan dan kenikmatan seks suka sama suka yang kami reguk beberapa hari lalu. Kyle membukakan pintu dan mempersilakan aku masuk. Begitu aku melangkah masuk dan pintu ditutup, tangan Kyle yang kokoh menyeret lenganku ke kamar tidurnya. Dengan kasar ia mencampakkan tubuhku ke ranjangnya. Sambil berdiri di atasku, dia menggenggam bagian leher dress-ku dan merobek satu-satunya potongan kain di tubuhku. Aku terbaring telanjang di ranjang Kyle, hanya mengenakan sepatu hak tinggi, napasku terengah-engah oleh nafsu. Sementara itu potongan-potongan dressku dengan santainya dilempar ke samping oleh Kyle.
Dengan tatapan lapar bagaikan singa, dia menatapi tubuhku yang polos. Perlahan-lahan jemari tangannya mengusapi kemaluanku. Dia hanya melengos ketika menyadari betapa basahnya kemaluanku,"Kamu memang lonte, Ness. Kamu tahu bahwa kamu sekarang tidur dengan gua hanya untuk uang bonus Tina ? Persis seperti pelacur di pinggir jalan. Pecun loe, bispak!". Aku hanya bisa memalingkan muka menghindari tatapan matanya, tapi tubuhku tak bisa mengingkari rangsangan dan nafsu seks yang makin besar. Dengan kasar Kyle memegang mukaku,"Lihat mukaku!", dan menampar pipiku beberapa kali.
Jari2nya yang panjang sudah menemukan lubang kenikmatanku, dan mulai bergerak keluar masuk. Pinggulku bergoyang sendiri, tanpa diperintahkan otakku, mencari kenikmatan duniawi di tangan Kyle. Ejekan dan lecehan terus mengalir dari mulut Kyle, malah beberapa kali aku diludahi dan ditempeleng. Tapi justru tempelengan Kyle yang membawaku ke orgasme pertama malam itu. Tubuhku serasa melayang-layang ke langit ketujuh. Untuk kedua kalinya minggu itu aku mencapai kenikmatan di ranjang yang sama.

Kami berdua berpelukan di atas ranjang berbagi kehangatan tubuh pasca persenggamaan itu. Entah apa itu bisa disebut persenggamaan, jika ada orang yang mengintip kami berdua, mungkin lebih kelihatan seperti aku sedang diperkosa. Akhirnya aku pun menanyakan hal yang sudah menggantung di pikiranku sejak tempelengan pertama tadi,"Kyle, kok kamu bisa tahu sih aku suka sekali seks kasar seperti ini ? "
"Lho, kan waktu terakhir kali kamu di sini, kamu yang bilang. Kayanya kamu mabuk ya waktu itu ??"
Mukaku merah menyala di kegelapan, malu sekali rasanya.
Tanpa menunggu terlalu lama untuk jawabanku, Kyle menarik lenganku lagi dan melempar tubuhku ke arah tembok. Sambil memegang kedua sikutku di punggung, dia menyatukan kembali kedua tubuh kami, dan memacu kami berdua ke arah kenikmatan. Tangannya beberapa kali menampar pantatku, kadang-kadang juga agak mencekik leherku. Dengan kasarnya dia menghantam kemaluanku dengan kejantanannya. Ditambah dengan ejekan dan hinaan, aku merasa seperti seorang pelacur yang sedang dipakai oleh tukang-tukang becak.
Payudaraku tergesek-gesek keras ke arah tembok sementara Kyle terus menggenjotku dari belakang. Ketika akhirnya tangan Kyle meremas pinggulku sambil memuncratkan spermanya di dalam tubuhku, aku pun berorgasme di saat yang sama, vaginaku meremas-remas tongkat tumpul yang sedari tadi menggosok-gosok bagian dalam kemaluanku.
Kami berdua jatuh teronggok lemas di lantai, capai dari persetubuhan seru yang baru selesai. Dengan lembut Kyle mengelus-elus rambutku yang basah oleh keringat dan menutupi tubuh telanjang kami berdua dengan selimut.
Semalaman kami berdua bermain seks secara kasar sekali, saling membawa satu sama lain ke puncak kenikmatan. Entah berapa kali pipiku ditampar habis, leherku di pegang erat hampir tercekik, muka dan rambutku diludahi dan di semproti sperma.
Ketika akhirnya kami tertidur pagi itu, tubuhku serasa lelah dan agak sakit-sakit. Aku terbangun sekitar jam 6 pagi, Kyle membawakan kopi dan sarapan ke ranjang. Kami lalu mandi pagi berdua, saling menyabuni dengan lembutnya. Malahan kami sempat bersenggama lagi dengan penuh kasih sayang pagi itu.
Aku tiba di rumahku sendiri sekitar jam 7.30, tepat waktu untuk berganti baju dan bersiap-siap untuk pergi kerja. Karena banyak lebam di sekitar tubuh, leher, dan pipiku merah akibat ditampar, terpaksa aku memakai kemeja lengan panjang dan make up untuk menutupi merahnya pipiku.
Tapi aku terus terusan memikirkan betapa hebatnya seks malam itu, dan seks yang sangat intim dan lembut di pagi hari... tampaknya aku jatuh cinta lagi.
--
Dari Vanessa's diary:
Wednesday, May 26, 2010
Berkat Sunat
cerita ini hanya karangan belaka dari penulis yang diceritakan dengan sudut pandang orang pertama, jika terdapat kesamaan nama, peristiwa, atau tempat kejadian, semuanya adalah murni ketidaksengajaan.
Sebut saja namaku Jack, usiaku kini 25 tahun. Aku adalah putra seorang pengusaha Indonesia yang keadaan ekonominya cukup berada sehingga, tidak seperti orang kebanyakan, aku cukup beruntung untuk bisa berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri. Kini kuliahku telah selesai dan aku memutuskan untuk kembali ke tanah air.
Ok, kita skip saja basa-basinya. Cerita ini berawal ketika aku menjalin kasih dengan seorang cewek Indonesia, panggil saja Ine yang kebetulan dulu kuliah ditempat yang sama denganku. Wait a minute, mendengar hal ini mungkin ada yang bertanya-tanya, kok nggak sekalian cari jodoh orang bule saja? Sekalian perbaikan keturunan. Hehehe.. yup anda tidak salah baca, its HEHEHE, aku hanya tertawa saja kalau mendengar perkataan semacam itu, karena soal cinta kan memang tidak bisa diatur. Lagipula kedua orangtuaku memang menginginkan putra tunggal mereka ini kelak berjodoh dengan sesama orang Indonesia saja, biar pure Indonesia katanya. Eits, bukan berarti aku dijodohkan lho, memang kebetulan ketemunya (dan sregnya) sama wanita asli Indonesia. Lagian, orang Indonesia kan nggak jelek-jelek amat, jadi mengapa keturunannya harus diperbaiki segala? Not to mention nggak ada montir di dunia ini yang bisa memperbaiki keturunan manusia, ya kan? Anyways, ini cuma pendapatku saja, so buat yang nggak setuju ya bebas-bebas saja, ok! Peace! Hehehe.. O ya, Ine berwajah sangat cute (menurutku, lagipula kecantikan itu relatif, tul ngga?), tingginya 165cm dengan ukuran payudara 34c.
Singkat cerita, aku dan Ine sudah bertunangan dan kurang lebih dua bulan lagi akan segera memasuki jenjang hubungan yang paling serius untuk mengikat janji suci dihadapan Tuhan dan kemudian menuju perkelaminan, eh... pelaminan. Nah, karena hubungan kami berdua sudah sangat serius dan kalau tidak ada aral melintang, batu menghadang dan badai menerjang, aku dan Ine sudah dipastikan akan menikah. Bicara soal angka dan peluang, kemungkinan kami akan menikah adalah 99,9 persen. Yang 0,1 persen sisanya hanya akan terjadi kalau tiba-tiba dihari pernikahanku nanti muncul seorang wanita hamil yang menuntut pertanggungjawaban dariku untuk menikahinya, which is impossible karena aku memang belum pernah bercinta dengan seorang wanitapun, termasuk si Ine. Karena itu, aku jadi ngebet sekali untuk bisa cepat-cepat melepas keperjakaanku ini dan ingin segera bercinta dengan kekasihku yang ayu itu karena toh kami sudah hampir menikah. Aku sudah membicarakan hal ini dengan Ine dan kami terlibat dalam perdebatan kecil, isinya soal aku yang tidak sabaran dan ini-itu. (Lagi-lagi) Singkat cerita, aku agaknya telah berhasil meyakinkan si Ine untuk berhubungan badan sebelum tanggal pernikahan tiba, aku berargumen jika kami berdua melakukannya setelah menikah, nanti akan sama dengan orang-orang lainnya, lagipula kami akan tahu bagaimana sensasinya jika melakukannya sebelum waktunya dan nantinya bisa dibandingkan lagi ketika melakukannya setelah menikah. Terdengar gila, tapi karena berhasil membujuknya, itu semua menjadi tidak masalah.
Kami berdua memutuskan untuk melakukannya besok sore di sebuah hotel di daerah Jakarta Selatan. Wah, membayangkan apa yang akan terjadi esok, aku jadi tidak sabar dan tidak bisa tidur, walaupun setelah dikocok jadi bisa tidur, hehehe. Keesokan harinya, aku menjemput Ine yang sudah mendapat ijin dari ortunya untuk ngedate denganku. Ya iyalah, kalo ijinnya ke ortu mau ML di hotel, mana mungkin dikasih. Kemudian, kami segera meluncur menuju hotel MXXXXXXX dan langsung check in. Supaya tidak dicurigai, aku check in sendiri, beberapa menit kemudian barulah si Ine menyusul menuju kamar hotel yang sudah kupesan sebelumnya setelah kukabari via sms.
Di dalam kamar hotel, jantungku dagdigdug tidak karuan karena belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Untuk mencairkan ketegangan, kami berdua duduk2 terlebih dahulu sembari mengobrol ngalor ngidul. Lumayan lama juga, kira-kira lebih dari setengah jam kami ngobrol. Baru setelah itu, aku memulai 'gerilya' dengan duduk semakin merapat dan merangkul pundaknya. Aku berbisik I love you ditelinganya agar dia rileks. Kemudian kami saling berpandangan, dan entah siapa yang memulai, kami mulai berciuman. Bibir mungilnya kulumat dan kuhisap-hisap. Perlahan, aku memasukkan dan kemudian memainkan lidahku didalam mulutnya. Ine tampak sangat menikmati hal ini, itu terlihat dari kedua matanya yang dipejamkan dan ritme nafasnya yang mulai berubah. Posisi tangan kiriku kupindahkan, dari yang semula merangkul erat pundak Ine berpindah ke pinggangnya yang ramping. Sementara tangan kananku kugerakkan merayapi punggung Ine, yang masih berbalut T-shirt ketat warna cokelat muda, dengan gerakan pelahan menuju keatas kearah belakang lehernya yang kemudian kubelai lembut. Hanya desahan perlahan yang terlontar dari bibirnya. Mendapat 'sinyal' ok, aku melanjutkan aksiku dengan menyusupkan tangan kiriku dibalik T-shirtnya. Perlahan, jemariku menyentuh kulit perutnya yang kencang, lalu naik keatas lagi, dan lagi, dan lagi, hingga sampai diatas gumpalan dadanya yang kenyal dan masih terbungkus bra berenda. Kuremas pelan-pelan payudara sebelah kiri Ine sambil terus berciuman dan tangan kananku kumasukkan dibalik T-shirtnya sehingga menyentuh langsung punggungnya, dan tangan kananku terus kugerakkan naik hingga menyentuh pengait bra si Ine yang kemudian tanpa babibu langsung aku buka. Dalam sekejap, bra tersebut terjun bebas ke lantai keramik hotel yang berwarna putih bersih, sehingga kini tanganku bisa langsung menjamah payudaranya tanpa ada yang menghalangi. Dengan jari telunjuk dan jempol tangan kiriku, kupilin-pilin puting payudara kiri Ine yang kini mengeluarkan desahan-desahan karena bibirnya sudah lepas dari ciumanku. "Nghhhh... Jack.. aa" Desah si Ine. Tanpa buang waktu, segera kulucuti T-shirtnya sehingga pemandangan indah terpampang didepan mataku yang setengah melotot, payudaranya Ine sekal dan montok sekali dengan puting yang berwarna kemerahan. Juniorku yang tadi sudah setengah mengeras kini semakin mengeras seolah hendak meronta untuk keluar dari balik celana jeans dan juga celana dalamku.
Ine yang sudah setengah telanjang kurebahkan di atas sping bed. Lalu, aku buka resleting rok jeansnya dan segera kulorot sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna pink dan berenda, samar-samar terlihat rambut kemaluannya karena lapisan celana dalam itu memang tidak terlalu tebal. Tidak menunggu lama, segera kulepas celana dalam itu dan terlihat pemandangan yang wow dihadapanku sehinga aku hampir-hampir tidak berkedip dibuatnya. Tampak belahan vagina yang menggoda dengan dihiasi bulu-bulu kemaluan yang tidak terlalu lebat. Aku tidak tahan lagi, segera kujamah vagina itu. Kusibakkan kedua bibirnya kesamping shingga kelihatan bagian dalam vagina Ine yang berwarna merah muda. Tanpa menunggu lama, aku langsung menusukkan lidahku kedalam liang itu, kujilat-jilat dan kumainkan lidahku didalam. Nafas Ine semakin memburu, "Aaah, Jack.. ka.. mu ngap.. pain, enghhh..!!" Tidak kuhiraukan desahan itu dan aku terus saja menjilat-jilat vaginanya yang mulai dipenuhi lendir tanda Ine sudah sangat terangsang. Kucabut lidahku dan sasaran berikutnya adalah klitorisnya. Segera kukulum dan kuhisap klitorisnya sembari terkadang kujilat-jilat permukaannya. Desahan Ine kian menjadi dan tidak seberapa lama kemudian ia mencapai orgasme, "aaaach.. aahh!!" dengan diiringi lenguhan panjang tubuhnya menggelinjang hebat dan cairan kenikmatan mengalir deras keluar dari vaginanya. Aku langsung menyeruput habis cairan itu. Kemudian aku beranjak berdiri, kulihat Ine masih rebahan dengan mata setengah terpejam dan pandangan yang mupeng, woow gile.. terlihat tambah cakep aja ni anak. Lalu aku melepas kaosku dan celana jeansku, kemudian langsung kuterkam si Ine yang masih terengah-engah. Tanpa ampun, langsung kuemut puting payudaranya yang sebelah kanan, sambil tangan kiriku meremas dan memainkan payudara kiri Ine. "Aaahh, mmmmhh, terus Jack... ohh!!" Desahnya. Aku semakin asyik saja 'menyusu' di payudara yang montok tersebut. Aku sudah tidak tahan lagi, ingin segera menikmati 'main course' alias 'hidangan utama' berupa ML saus tiram, hmmm. Segera aku berdiri dan melepas kain terakhir yang menutup tubuh telanjangku yaitu celana dalam warna biru tua merek BXXXX. Begitu celana dalam itu terlepas, juniorku yang dari tadi tersiksa langsung berdiri mengacung menghirup udara bebas. Tidak tampak ada kepala penis karena memang punyaku uncut (belum disunat). Buat yang seumuranku tentu tahu kalau dulu, waktu masih anak-anak, yang namanya sunat tidak diharuskan (yang diharuskan hanya agama tertentu). Namun belakangan dunia medis merekomendasikannya, tapi aku belum juga memutuskan untuk melakukannya. Sebenarnya, Ine sudah kuberi tahu tentang hal ini sekitar setengah tahun yang lalu ketika kami baru pulang ke Indonesia dan kami berdua sedang memikirkan rencana pernikahan. Intinya dia keberatan dengan kondisi tersebut dan memintaku untuk disunat saja. Tapi, yah.. terus terang aku malu apalagi sekarang sudah di tanah air, nanti apa kata dokternya kalau tahu sudah gede kok belum disunat, bla bla bla, namun yang pasti aku akan lebih malu lagi kepada pasien lainnya yang akan disunat. Dalam bayanganku, tentu semuanya masih anak-anak dan pasti hanya aku sendiri yang paling tua.. aargh tidak! Aku tidak sanggup melakukan itu, jadi ya akhinya aku membohonginya dan mengatakan aku sudah disunat sekitar tiga bulan yang lalu. O ya, kembali lagi ke 'hidangan utama', aku berharap agar Ine tidak lagi keberatan dengan hal ini. Apalagi dia sedang horny, dimana seharusnya akal sehat tidak terlalu bermain, sehingga tanpa sadar dia akan mau ML denganku. Segera aku merangsek ke arah Ine untuk lekas-lekas menancapkan pusakaku ini kedalam liang vaginanya yang sudah basah itu. Tapi.. yang kutakutkan terjadi, Ine menahan tubuhku dan mendorong perlahan sembari menutupi tubuhnya dengan selimut. Sirna sudah wajah mupeng yang kulihat tadi berganti ekspresi kecewa. "Jack! Aku kan sudah bilang dulu kalau aku nggak mau melakukannya denganmu kalau kamu belum disunat, you have to be circumcised first!" Teriaknya. Waduh, batinku, gimana kalo penghuni kamar sebelah mendengar? Bakal ketahuan kalo aku belum sunat.. aaargh. Tapi yang lebih dari itu, aku memang merasa bahwa aku sudah bersalah kepada Ine. Juniorku pun tidak lagi tegang, namun mengendur dan semakin mengendur.
"Tapi Ne, apa kamu nggak ngerti? Aku kan malu. Apalagi sunatnya di Indonesia, the culture here is way different. Aku akan kelihatan aneh.. bahkan sangat aneh." Jawabku.
"Aku ngerti, aku bisa mengerti kalau kamu malu. Tapi... kamu sudah bohong sama aku Jack." Kata Ine lirih, airmata mulai membasahi pipinya.
Waduh, aku benar-benar merasa sangat bersalah. Aku mencoba menghiburnya, namun kali ini menjadi lebih susah dari biasanya.
"Ok, aku akan maafin kamu, but you have to promise. Kamu akan bener-bener sunat kali ini!" Kata Ine.
"Baiklah, aku akan sunat, minggu depan, ok?" Jawabku.
"No! Sekarang, hari ini atau aku akan pikir-pikir lagi soal rencana pernikahan kita." Jawab Ine tegas.
Akhirnya aku mengiyakan permintaannya, daripada tidak jadi menikah. Wah, jangan deh. Lebih baik menahan malu sebentar. Kami berdua kembali berpakaian dan Ine kuminta untuk cuci muka agar tidak terlihat bawa dia habis menangis. Kan gawat kalau ketahuan sama calon mertua.
"Kamu kan takut disunat, jadi aku akan menemani kamu." Kata Ine. Tapi aku menampik tawarannya karena, dia tampak shock dan lelah. Jelas bahwa dia perlu istirahat. Jadilah aku mengantarnya pulang. Ketika sampai di depan rumahnya dia bertanya. "Tapi bagaimana aku tahu kalau kamu bener-bener sunat hari ini?" Aku menjawab "besok kan bisa kamu lihat sendiri, pasti akan ketahuan kalau aku bohong lagi." Ine menyetujuinya dan aku pun berangkat sendiri mencari dokter yang melayani jasa penyunatan.
Setelah berputar putar keliling kota. Akhirnya kutemukan juga tempat praktek sunat. Hati-hati aku masuk kedalam dan, terjadilah yang kutakutkan. Terlihat banyak anak kecil yang antre untuk disunat. Aargh.. tidaak. Rasa malu kembali mengalahkan logika. Sehingga aku pun ngacir pergi dari tempat itu dan bertekad untuk mencari tempat lain saja. Namun keadaan semakin sulit karena kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 19.00. Waduh, bisa batal ini, dan Ine pasti marah lagi padaku besok, kenapa tadi aku tidak sunat saja ditempat yang banyak anak kecil itu, kataku dalam hati. Jam menunjukkan pukul 19.30 aku melihat papan nama sebuah klinik yang melayani penyunatan. Kali ini aku sudah bertekad untuk tidak akan lari apapun yang terjadi, ini demi rasa sayangku pada Ine, aku tidak mau mengecewakannya lagi. Dengan jantung berdegup kencang, kudorong pintu kaca depan klinik dan.. thank god, tidakada orang. Hanya ada seorang perawat, yang menurutku lumayan cantik, beranjak menyambutku dan menanyakan keperluanku dengan ramah. Aku menjawab "Emm, benar disini bisa sunat suster?"
"Oh betul sekali bapak. Nah, dimana anaknya yang mau disunat pak?" Tanya suster itu.
Waduh, sialan, pertanyaan yang aku sangat tidak suka. Terlebih lagi untuk menjelaskan. "Engg, sebenarnya.... sebenarnya.." Aku merasa tidak sanggup mengucapkannya, ingin rasanya lari lagi namun bayangan Ine yang menangis tiba-tiba terlintas di benakku sehingga aku memutuskan untuk menjawabnya. Ah terserah sajalah kata orang, batinku. "Sebenarnya saya yang mau sunat sus.." There, selesai sudah, aku sudah berhasil mengatakannya. Rasanya seperti beban 100kg sudah terangkat dari pundakku.
Suster itu agak terkejut mendengarnya, yang membuatku lega, dia tidak menertawakanku seperti bayanganku semula. Tidak lama kemudian dia masuk kedalam untuk menemui dokternya, lalu kembali lagi kedepan menemuiku dan berkata "Baik pak, dokternya sudah siap, silahkan masuk."
Akupun masuk kedalam ruang praktek dan.. aku kembali terkejut karena dokternya seorang wanita. Wah, masak aku mesti buka-bukaan didepan cewek selain Ine. Tetapi pikiran itu semakin memudar melihat sosok dokter itu yang cantik, sangat cantik bahkan. Kalau kutaksir kira-kira umurnya baru 23 mungkin 24, pastilah baru lulus dan buka praktek batinku, ukuran dadanya... tidak terlalu kelihatan karena ia memakai jubah khas dokter yang putih.
"Eee, dokter yang nanti......" Kata-kataku terputus. "Ya betul mas, saya yang akan menyunat anda." Katanya sambil tersenyum ramah. Kemudian dokter itu memintaku untuk melepas celana berikut celana dalamku. Wah, aku degdegan juga karena harus mengekspos bagian pribadiku dihadapan lawan jenis yang tidak kukenal. Perlahan tapi pasti, celana jeansku beserta celana dalamku sudah terlepas sehingga kemaluanku kini gandul-gandul dihadapan dokter tersebut. Dokter itu sendiri tidak terlalu memperhatikan karena sibuk menyiapkan peralatannya. Baru kemudian ia memandang penisku ini. Entah apa yang ada dibenaknya karena kurasa, biasanya dia menyunat anak-anak, sekarang dia dihadapkan pada penis pria dewasa.
Dokter wanita itu memintaku duduk di atas meja periksa dan kemudian dia memakai sarung tangan lateks. Barulah kemudian kedua tangan dokter itu menuju ke arah alat kelaminku. Waduh, aku kembali dagdigdug. Kemaluanku ini kan bukan punyanya anak kecil. So, kalau dipegang-pegang, apalagi oleh lawan jenis, pasti bakalan bangkit dari tidurnya. Benar saja, sewaktu dokter itu memegang batang penisku, si junior langsung bangun dan mengembang dengan cepat menuju ukuran maksimalnya, 18cm. dokter itu terlihat terkejut sekali, entah itu terkejut karena adikku tiba-tiba bangun, atau terkejut karena ukuran adikku yang lumayan besar. "Eeh, maaf ya dok, ini... spontan soalnya." Kataku dengan senyum yang kecut. "Oo, ee. nggak apa-apa kok." Dokter itu sepertinya juga salah tingkah, mukanya memerah. Melihat itu, pikiran jorokku mulai bermain. Bagaimana kalau dokter cantik ini kusuruh melakukan handjob. Tentu ia kaget waktu tadi tahu pasiennya adalah pria dewasa. Nah, kalau kubilang bahwa aku tidak tahu cara mengecilkan kembali penisku ini kemungkinan ia akan percaya, apalagi hingga sebesar ini aku belum disunat.
"Mmmm, tapi saya tidak bisa mengkhitan kalau sedang.... begini." Kata dokter itu padaku sambil sesekali memandang penis tegangku. "Lebih baik mas.. ee.. keluarkan dulu di kamar mandi baru kita lanjutkan." Tambah dokter itu lagi. Akupun mulai aksi pura-pura bego, "keluarkan? Maksudnya apa dok? Saya kan lagi nggak kebelet pipis." Jawabku dengan memasang tampang yang sebego mungkin. "Ee.. bukan pipis maksud saya. Maksudnya mas.. ee.. masturbasi dulu." Jawab dokter itu gugup. Nah, umpanku mulai kena, batinku. "Mas.. apa dok, saya nggak ngerti. Setahu saya kalau lagi begini ya didiamkan aja, ntar juga kecil lagi. Kalau pagi-pagi bangun juga gitu dok, saya diemin aja." Jawabku bego dengan penis yang tetap mengacung. "Memang caranya bagaimana dok?" Pancingku. "Ee.. ya, mas .. ngg.. kocok itunya, nanti kalau sudah keluar, pasti mengecil." Jawab dokter itu dengan muka yang kian memerah. Hatiku semakin girang, pasti ia percaya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang ini. "Bagaimana dok? Aduhh, saya nggak ngerti. Atau, dokter aja deh yang keluarkan. Saya takut soalnya saya bener-bener nggak ngerti soal ini." Tambahku. Dokter itu tampak terperanjat dengan jawaban polosku tadi. Namun sepertinya ia kehabisan akal untuk mengajariku cara masturbasi, dan ia juga tampak tidak ingin berlama-lama dengan pasien yang satu ini. Akhirnya dokter itu setuju untuk melakukan handjob. Hehehe, berhasil!! Batinku.
Pertama-tama, dokter itu menggenggam batang penisku dengan tangan kirinya yang masih terbungkus sarung tangan lateks. Kemudian ia mulai menggerakkan tangannya naik-turun. Ohh, gila, rasanya enak sekali. Apalagi kemudian dokter itu memainkan kedua buah zakarku dengan tangan kanannya yang, tentunya, juga masih bersarung tangan. Lalu, tangan kanannya digunakan untuk merangsang bagian sensitif penis pria, yaitu daerah dibawah kepala penis. Ahh, rasanya semakin nikmat, aku terkadang sampai memejamkan mataku untuk menikmati sensasinya. Tidak seberapa lama, cairan pelumas (cairan yang keluar jika pria terangsang) mulai menetes dari lubang kencingku. Dokter itu menadahinya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya yang mendapat giliran mengocok batang penisku. Setelah seluruh cairan pelumas keluar. Tangan kanannya behenti mengocok penisku dan tangan kirinya yang ada tetesan cairan tadi dipakai untuk mengocok batang penisku. Woow, sensasinya bebeda karena lebih licin rasanya. Nafasku mulai memburu, perjalanan menuju puncak sudah mencapai tengahnya. Dokter itu tidak mengurangi ritme kocokannya melainkan malah mempercepatnya, aah rasanya enak sekali apalagi karena ada cairan tadi. Lima menit kemudian aku sudah tidak tahan lagi, sedikit lagi sudah mencapai orgasme. "Aaaaaaa.. aaa." pekikku. Dan sedetik kemudian "Aaahh... hhh... hhh." Muntahlah spermaku ke lantai tempat praktek itu, sebagian mengenai pakaian dokter itu. Lega dan senang sekali rasanya, apalagi karena dokter cantik ini bersedia memberiku handjob, hehehe. Singkat cerita, akhirnya aku disunat juga, entah memakai metode apa, dan dokter itu bilang bahwa lukanya akan sembuh dalam waktu dua minggu. Sebelum pergi, aku menanyakan nama dokter itu, ternyata namanya Ika. Ternyata lagi, aku salah mengira, umurnya ternyata 27. Heh, dua tahun lebih tua dariku, tapi kok kelihatannya masih sangat muda, pastilah ia pandai merawat kecantikannya. Aku juga bertanya apakah aku bisa datang kembali ke klinik itu untuk memeriksakan juniorku dua minggu lagi.
Dalam waktu dua minggu itu pula aku berencana agar bisa melakukan yang lebih. I mean, dokter ini sudah mau handjob, bagaimana kalau aku bisa mendapatkan yang lebih dari itu. Dalam dua minggu itu pula, aku menolak ajakan Ine untuk melanjutkan 'hidangan utama' yang belum sempat dinikmati di hotel dulu. Aku bilang kepadanya bahwa penyembuhannya makan waktu satu bulan setengah dan bahwa sebaiknya kami melakukannya setelah menikah saja. Untung si Ine mau mengerti dan tidak ngambek lagi. (Lagi lagi lagi) singkat cerita, dua minggu telah berlalu. Aku menunggu lagi satu hari untuk memastikan bahwa juniorku ini sudah siap tempur. Hari yang ditunggu tibalah juga, aku berangkat kembali ke klinik itu pada jam yang serupa dengan terakhir kali aku ke sana. Harapanku, tidak ada pasien yang mengantre. Dan... betul juga, hanya ada satu orang pasien anak-anak dan bapaknya yang baru saja pergi meninggalkan klinik itu.
Aku menemui suster yang jaga. "E... bisa saya bertemu dengan dokter Ika? Saya sudah bikin janji dua mingu yang lalu." Tanyaku. Suster itu kemudian menuju ke ruang praktek dan tidak seberapa lama kemudian kembali dan mempersilakanku masuk. Aku akhirnya masuk kedalam ruang praktek. Dokter Ika menanyakan apakah ada keluhan pada kemaluanku. Aku menjawab bahwa tidak ada keluhan dan tidak terasa sakit. Dokter Ika kemudian menyatakan bahwa aku sudah sepenuhnya sembuh. "Ehh, tapi dok. Begini.. Saya, dalam waktu dekat ini akan menikah. Engg, saya kan tidak tahu apakah anu saya akan normal saja pas malam pertama." Pertanyaan yang ngarang dan ngaco. "Begini saja mas, mas coba saja masturbasi dulu, kalau tidak sakit kemungkinan tidak akan sakit waktu dipakai berhubungan badan." Jawab dokter Ika dengan wajah yang sedikit memerah. Mungkin karena mengingat yang tejadi dua minggu yang lalu. Aku kembali mencari akal agar dia mau kuajak yang tidak-tidak. "Mmm, saya masih takut dokter, bagaimana kalau nanti lukanya kambuh. Aduuuh, saya takut." Jawabku beralasan. "Emm.. gimana kalau dokter aja yang...." Tambahku. Ika hanya terdiam. Aku tidak ingin ia menjawab tidak sesuai keinginanku, jadi aku langsung berjalan menuju meja periksa dan melepas bawahanku sehingga bagian bawah tubuhku kini sudah tanpa sehelai benangpun. Sesuai dugaanku, Ika terpaksa harus menuruti kemauanku. Iapun menuju meja periksa dan kemudian langsung menggenggam batang penisku, tapi kali ini tanpa sarung tangan, wow. Menerima sentuhan dari tangan wanita, kontan penisku mengeliat dan bangun dari tidurnya. Dokter Ika kemudian tampak tertegun, memang, setelah disunat juniorku tampak lebih garang. Ika kemudian memeriksa bagian leher penis dan menyentuh-nyentuh disekeliling diameternya untuk memastikan bahwa aku tidak merasakan sakit. Kemudian ia mulai mengocok penisku. Ahh, memang enak sekali kalau disentuh oleh lawan jenis. Kocokan tangannya mulai dipercepat, pasti tujuannya supaya aku cepat keluar dan cepat pergi dari sini. Aku tahu itu, tapi aku tidak akan membiarkannya terjadi. Saat ini posisiku duduk diatas meja periksa sementara Ika duduk di kursi yang dihadapkan ke meja periksa itu sehingga posisinya agak lebih rendah dariku. Akupun menggerakkan tanganku menuju payudaranya yang terbalut jubah dokter dan kemeja hitam. Tanpa basa basi, kuremas kedua payudaranya. Ikapun terkejut dan melepaskan genggaman tangannya dari penisku. Kemudian kedua tangannya disilangkan diatas dadanya. "Mas, apa-apaan sih.. emph!" Sebelum banyak berkata-kata, kulumat dan kuhisap-hisap mulutnya. Kedua tangan Ika mencoba mendorongku, tapi tidak cukup kuat untuk melakukannya. Dengan tangan kiriku, kuremas sebelah payudaranya. Sementara tangan kananku, meremas-remas bongkahan pantatnya dari luar rok kain berwarna hitam yang dikenakan Ika. "Emmm... mmmhhh." Hanya itu yang terlontar keluar dari bibir Ika yang sedang kucium dengan ganas. Perlahan kucoba memasukkan lidahku kedalam mulutnya dan bermain-main dengan lidahnya, mungkin karenasudah terangsang, Ika membalas pemainan lidahku, lidahnya juga dimasukkan kedalam mulutku dan akupun langsung menghisap-hisapnya. Jemari tanganku mulai bergerak lincah membuka satu demi satu kancing kemeja Ika. Dan, aku tidak measakan penolakan darinya, berarti keadaan sudah benar-benar aman nih, hehehe. Akupun melepaskan ciumanku dan Ika tampak terengah-engah. Setelah kubuka semua kancing kemejanya segera kulepas kemeja dan jubah dokternya, kemudian menyusul bra putih yang dikenakannya. Wow, ternyata payudara dokter ini cukup sekal, kira-kira seukuran dengan punya Ine. Kedua payudara Ika juga terlihat masih tegak dan menantang. Tanpa buang-buang waktu, aku langsung mengulum sebelah puting susu Ika sementara yang satunya lagi aku mainkan dengan tanganku. "Ahh, ssshh.. mmmhh." Desah Ika. Tangan kananku yang bebas begerilya kebelakang dan bergerak kebawah, melepas pengait dan resleting rok Ika. Begitu sudah terbuka, rok hitam itupun meluncur bebas kebawah. Tangan kanankupun leluasa meremas-remas pantat Ika yang terbungkus celana dalam warna putih. Perlahan jemari tanganku kususupkan ke kemaluannya yang ternyata sudah basah. Ok, tidak perlu menunggu lagi, segera kuturunkan celana dalam itu sehingga Ika kini benar-benar telanjang bulat. Segera kuangkat tubuhnya dan kubaringkan diatas meja periksa. Aku membuka kaosku sehingga kini aku dan Ika sama-sama telanjang bulat. Kukangkangkan kakinya lalu segera kuarahkan batang penisku yang sudah tegang sekali menuju liang vaginanya. Kugesek-gesekkan terlebih dahulu di permukaan vaginanya. Lalu, bless, batang penisku melesak dalam di vagina Ika. "Aaa... masss.. pe.. lan." Desah Ika. Kudiamkan terlebih dahulu penisku. Setelah beberapa saat, barulah kugerakkan maju mundur diiringi dengan desahan Ika, si dokter cantik itu. Plok, plok! Suara pahaku yang bertemu dengan pangkal paha Ika. Sambil bersenggama, tanganku meremas-remas payudaranya dan terkadang memilin-milin putingnya, sementara bibirku berulang kali menciumi bibir, pipi dan leher Ika. Sepuluh menit berselang, nafas Ika semakin memburu dan tidak lama kemudian, "Aa.. ahhh... aaahhh!" Ika mencapai orgasme. Kedua matanya dipejamkan. Keringat deras membasahi tubuhnya. Kudiamkan sejenak dan kubiarkan Ika menikmati orgasmenya. Lalu kubalikkan badannya dan kumasukkan lagi penisku dalam posisi doggy style. Kusodokkan penisku pelahan, namun kian lama kian cepat. "Ahhh, mass... ahh.. ach.. enak mass!!" Racau Ika. Sekitar lima belas menit kami bercinta dalam posisi ini, Ika kembali orgasme. "Achh.. mass.. aku keluar, ahh, aaaaaa!" Kubalikkan lagi badannya dan kupompa terus karena aku juga merasakan gelombang orgasme kian mendekat. Kupacu dan kupecepat sodokanku dan "aaa.. aku mau kel.. luar." Aku hendak mencabut penisku untuk memuntahkan sperma diatas perutnya, namun kedua kaki Ika tiba tiba dilingkarkan disekeliling pinggangku dan "Ahh... hhh.. hhh!" Semburan demi semburan sperma masuk kedalam rahim Ika. Aku merasakan suasana ini sangat intim. Kudiamkan penisku didalam vagina Ika selama beberapa saat dan kupagut bibirnya lalu kubisikkan thank you di telinganya. Ika hanya tersenyum manis. Sangat manis. Sunguh hari yang sangat indah dan akan selalu kukenang.
-------------------------------End---------------------------------------
Sebut saja namaku Jack, usiaku kini 25 tahun. Aku adalah putra seorang pengusaha Indonesia yang keadaan ekonominya cukup berada sehingga, tidak seperti orang kebanyakan, aku cukup beruntung untuk bisa berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri. Kini kuliahku telah selesai dan aku memutuskan untuk kembali ke tanah air.
Ok, kita skip saja basa-basinya. Cerita ini berawal ketika aku menjalin kasih dengan seorang cewek Indonesia, panggil saja Ine yang kebetulan dulu kuliah ditempat yang sama denganku. Wait a minute, mendengar hal ini mungkin ada yang bertanya-tanya, kok nggak sekalian cari jodoh orang bule saja? Sekalian perbaikan keturunan. Hehehe.. yup anda tidak salah baca, its HEHEHE, aku hanya tertawa saja kalau mendengar perkataan semacam itu, karena soal cinta kan memang tidak bisa diatur. Lagipula kedua orangtuaku memang menginginkan putra tunggal mereka ini kelak berjodoh dengan sesama orang Indonesia saja, biar pure Indonesia katanya. Eits, bukan berarti aku dijodohkan lho, memang kebetulan ketemunya (dan sregnya) sama wanita asli Indonesia. Lagian, orang Indonesia kan nggak jelek-jelek amat, jadi mengapa keturunannya harus diperbaiki segala? Not to mention nggak ada montir di dunia ini yang bisa memperbaiki keturunan manusia, ya kan? Anyways, ini cuma pendapatku saja, so buat yang nggak setuju ya bebas-bebas saja, ok! Peace! Hehehe.. O ya, Ine berwajah sangat cute (menurutku, lagipula kecantikan itu relatif, tul ngga?), tingginya 165cm dengan ukuran payudara 34c.
Singkat cerita, aku dan Ine sudah bertunangan dan kurang lebih dua bulan lagi akan segera memasuki jenjang hubungan yang paling serius untuk mengikat janji suci dihadapan Tuhan dan kemudian menuju perkelaminan, eh... pelaminan. Nah, karena hubungan kami berdua sudah sangat serius dan kalau tidak ada aral melintang, batu menghadang dan badai menerjang, aku dan Ine sudah dipastikan akan menikah. Bicara soal angka dan peluang, kemungkinan kami akan menikah adalah 99,9 persen. Yang 0,1 persen sisanya hanya akan terjadi kalau tiba-tiba dihari pernikahanku nanti muncul seorang wanita hamil yang menuntut pertanggungjawaban dariku untuk menikahinya, which is impossible karena aku memang belum pernah bercinta dengan seorang wanitapun, termasuk si Ine. Karena itu, aku jadi ngebet sekali untuk bisa cepat-cepat melepas keperjakaanku ini dan ingin segera bercinta dengan kekasihku yang ayu itu karena toh kami sudah hampir menikah. Aku sudah membicarakan hal ini dengan Ine dan kami terlibat dalam perdebatan kecil, isinya soal aku yang tidak sabaran dan ini-itu. (Lagi-lagi) Singkat cerita, aku agaknya telah berhasil meyakinkan si Ine untuk berhubungan badan sebelum tanggal pernikahan tiba, aku berargumen jika kami berdua melakukannya setelah menikah, nanti akan sama dengan orang-orang lainnya, lagipula kami akan tahu bagaimana sensasinya jika melakukannya sebelum waktunya dan nantinya bisa dibandingkan lagi ketika melakukannya setelah menikah. Terdengar gila, tapi karena berhasil membujuknya, itu semua menjadi tidak masalah.
Kami berdua memutuskan untuk melakukannya besok sore di sebuah hotel di daerah Jakarta Selatan. Wah, membayangkan apa yang akan terjadi esok, aku jadi tidak sabar dan tidak bisa tidur, walaupun setelah dikocok jadi bisa tidur, hehehe. Keesokan harinya, aku menjemput Ine yang sudah mendapat ijin dari ortunya untuk ngedate denganku. Ya iyalah, kalo ijinnya ke ortu mau ML di hotel, mana mungkin dikasih. Kemudian, kami segera meluncur menuju hotel MXXXXXXX dan langsung check in. Supaya tidak dicurigai, aku check in sendiri, beberapa menit kemudian barulah si Ine menyusul menuju kamar hotel yang sudah kupesan sebelumnya setelah kukabari via sms.
Di dalam kamar hotel, jantungku dagdigdug tidak karuan karena belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Untuk mencairkan ketegangan, kami berdua duduk2 terlebih dahulu sembari mengobrol ngalor ngidul. Lumayan lama juga, kira-kira lebih dari setengah jam kami ngobrol. Baru setelah itu, aku memulai 'gerilya' dengan duduk semakin merapat dan merangkul pundaknya. Aku berbisik I love you ditelinganya agar dia rileks. Kemudian kami saling berpandangan, dan entah siapa yang memulai, kami mulai berciuman. Bibir mungilnya kulumat dan kuhisap-hisap. Perlahan, aku memasukkan dan kemudian memainkan lidahku didalam mulutnya. Ine tampak sangat menikmati hal ini, itu terlihat dari kedua matanya yang dipejamkan dan ritme nafasnya yang mulai berubah. Posisi tangan kiriku kupindahkan, dari yang semula merangkul erat pundak Ine berpindah ke pinggangnya yang ramping. Sementara tangan kananku kugerakkan merayapi punggung Ine, yang masih berbalut T-shirt ketat warna cokelat muda, dengan gerakan pelahan menuju keatas kearah belakang lehernya yang kemudian kubelai lembut. Hanya desahan perlahan yang terlontar dari bibirnya. Mendapat 'sinyal' ok, aku melanjutkan aksiku dengan menyusupkan tangan kiriku dibalik T-shirtnya. Perlahan, jemariku menyentuh kulit perutnya yang kencang, lalu naik keatas lagi, dan lagi, dan lagi, hingga sampai diatas gumpalan dadanya yang kenyal dan masih terbungkus bra berenda. Kuremas pelan-pelan payudara sebelah kiri Ine sambil terus berciuman dan tangan kananku kumasukkan dibalik T-shirtnya sehingga menyentuh langsung punggungnya, dan tangan kananku terus kugerakkan naik hingga menyentuh pengait bra si Ine yang kemudian tanpa babibu langsung aku buka. Dalam sekejap, bra tersebut terjun bebas ke lantai keramik hotel yang berwarna putih bersih, sehingga kini tanganku bisa langsung menjamah payudaranya tanpa ada yang menghalangi. Dengan jari telunjuk dan jempol tangan kiriku, kupilin-pilin puting payudara kiri Ine yang kini mengeluarkan desahan-desahan karena bibirnya sudah lepas dari ciumanku. "Nghhhh... Jack.. aa" Desah si Ine. Tanpa buang waktu, segera kulucuti T-shirtnya sehingga pemandangan indah terpampang didepan mataku yang setengah melotot, payudaranya Ine sekal dan montok sekali dengan puting yang berwarna kemerahan. Juniorku yang tadi sudah setengah mengeras kini semakin mengeras seolah hendak meronta untuk keluar dari balik celana jeans dan juga celana dalamku.
Ine yang sudah setengah telanjang kurebahkan di atas sping bed. Lalu, aku buka resleting rok jeansnya dan segera kulorot sehingga terlihat celana dalamnya yang berwarna pink dan berenda, samar-samar terlihat rambut kemaluannya karena lapisan celana dalam itu memang tidak terlalu tebal. Tidak menunggu lama, segera kulepas celana dalam itu dan terlihat pemandangan yang wow dihadapanku sehinga aku hampir-hampir tidak berkedip dibuatnya. Tampak belahan vagina yang menggoda dengan dihiasi bulu-bulu kemaluan yang tidak terlalu lebat. Aku tidak tahan lagi, segera kujamah vagina itu. Kusibakkan kedua bibirnya kesamping shingga kelihatan bagian dalam vagina Ine yang berwarna merah muda. Tanpa menunggu lama, aku langsung menusukkan lidahku kedalam liang itu, kujilat-jilat dan kumainkan lidahku didalam. Nafas Ine semakin memburu, "Aaah, Jack.. ka.. mu ngap.. pain, enghhh..!!" Tidak kuhiraukan desahan itu dan aku terus saja menjilat-jilat vaginanya yang mulai dipenuhi lendir tanda Ine sudah sangat terangsang. Kucabut lidahku dan sasaran berikutnya adalah klitorisnya. Segera kukulum dan kuhisap klitorisnya sembari terkadang kujilat-jilat permukaannya. Desahan Ine kian menjadi dan tidak seberapa lama kemudian ia mencapai orgasme, "aaaach.. aahh!!" dengan diiringi lenguhan panjang tubuhnya menggelinjang hebat dan cairan kenikmatan mengalir deras keluar dari vaginanya. Aku langsung menyeruput habis cairan itu. Kemudian aku beranjak berdiri, kulihat Ine masih rebahan dengan mata setengah terpejam dan pandangan yang mupeng, woow gile.. terlihat tambah cakep aja ni anak. Lalu aku melepas kaosku dan celana jeansku, kemudian langsung kuterkam si Ine yang masih terengah-engah. Tanpa ampun, langsung kuemut puting payudaranya yang sebelah kanan, sambil tangan kiriku meremas dan memainkan payudara kiri Ine. "Aaahh, mmmmhh, terus Jack... ohh!!" Desahnya. Aku semakin asyik saja 'menyusu' di payudara yang montok tersebut. Aku sudah tidak tahan lagi, ingin segera menikmati 'main course' alias 'hidangan utama' berupa ML saus tiram, hmmm. Segera aku berdiri dan melepas kain terakhir yang menutup tubuh telanjangku yaitu celana dalam warna biru tua merek BXXXX. Begitu celana dalam itu terlepas, juniorku yang dari tadi tersiksa langsung berdiri mengacung menghirup udara bebas. Tidak tampak ada kepala penis karena memang punyaku uncut (belum disunat). Buat yang seumuranku tentu tahu kalau dulu, waktu masih anak-anak, yang namanya sunat tidak diharuskan (yang diharuskan hanya agama tertentu). Namun belakangan dunia medis merekomendasikannya, tapi aku belum juga memutuskan untuk melakukannya. Sebenarnya, Ine sudah kuberi tahu tentang hal ini sekitar setengah tahun yang lalu ketika kami baru pulang ke Indonesia dan kami berdua sedang memikirkan rencana pernikahan. Intinya dia keberatan dengan kondisi tersebut dan memintaku untuk disunat saja. Tapi, yah.. terus terang aku malu apalagi sekarang sudah di tanah air, nanti apa kata dokternya kalau tahu sudah gede kok belum disunat, bla bla bla, namun yang pasti aku akan lebih malu lagi kepada pasien lainnya yang akan disunat. Dalam bayanganku, tentu semuanya masih anak-anak dan pasti hanya aku sendiri yang paling tua.. aargh tidak! Aku tidak sanggup melakukan itu, jadi ya akhinya aku membohonginya dan mengatakan aku sudah disunat sekitar tiga bulan yang lalu. O ya, kembali lagi ke 'hidangan utama', aku berharap agar Ine tidak lagi keberatan dengan hal ini. Apalagi dia sedang horny, dimana seharusnya akal sehat tidak terlalu bermain, sehingga tanpa sadar dia akan mau ML denganku. Segera aku merangsek ke arah Ine untuk lekas-lekas menancapkan pusakaku ini kedalam liang vaginanya yang sudah basah itu. Tapi.. yang kutakutkan terjadi, Ine menahan tubuhku dan mendorong perlahan sembari menutupi tubuhnya dengan selimut. Sirna sudah wajah mupeng yang kulihat tadi berganti ekspresi kecewa. "Jack! Aku kan sudah bilang dulu kalau aku nggak mau melakukannya denganmu kalau kamu belum disunat, you have to be circumcised first!" Teriaknya. Waduh, batinku, gimana kalo penghuni kamar sebelah mendengar? Bakal ketahuan kalo aku belum sunat.. aaargh. Tapi yang lebih dari itu, aku memang merasa bahwa aku sudah bersalah kepada Ine. Juniorku pun tidak lagi tegang, namun mengendur dan semakin mengendur.
"Tapi Ne, apa kamu nggak ngerti? Aku kan malu. Apalagi sunatnya di Indonesia, the culture here is way different. Aku akan kelihatan aneh.. bahkan sangat aneh." Jawabku.
"Aku ngerti, aku bisa mengerti kalau kamu malu. Tapi... kamu sudah bohong sama aku Jack." Kata Ine lirih, airmata mulai membasahi pipinya.
Waduh, aku benar-benar merasa sangat bersalah. Aku mencoba menghiburnya, namun kali ini menjadi lebih susah dari biasanya.
"Ok, aku akan maafin kamu, but you have to promise. Kamu akan bener-bener sunat kali ini!" Kata Ine.
"Baiklah, aku akan sunat, minggu depan, ok?" Jawabku.
"No! Sekarang, hari ini atau aku akan pikir-pikir lagi soal rencana pernikahan kita." Jawab Ine tegas.
Akhirnya aku mengiyakan permintaannya, daripada tidak jadi menikah. Wah, jangan deh. Lebih baik menahan malu sebentar. Kami berdua kembali berpakaian dan Ine kuminta untuk cuci muka agar tidak terlihat bawa dia habis menangis. Kan gawat kalau ketahuan sama calon mertua.
"Kamu kan takut disunat, jadi aku akan menemani kamu." Kata Ine. Tapi aku menampik tawarannya karena, dia tampak shock dan lelah. Jelas bahwa dia perlu istirahat. Jadilah aku mengantarnya pulang. Ketika sampai di depan rumahnya dia bertanya. "Tapi bagaimana aku tahu kalau kamu bener-bener sunat hari ini?" Aku menjawab "besok kan bisa kamu lihat sendiri, pasti akan ketahuan kalau aku bohong lagi." Ine menyetujuinya dan aku pun berangkat sendiri mencari dokter yang melayani jasa penyunatan.
Setelah berputar putar keliling kota. Akhirnya kutemukan juga tempat praktek sunat. Hati-hati aku masuk kedalam dan, terjadilah yang kutakutkan. Terlihat banyak anak kecil yang antre untuk disunat. Aargh.. tidaak. Rasa malu kembali mengalahkan logika. Sehingga aku pun ngacir pergi dari tempat itu dan bertekad untuk mencari tempat lain saja. Namun keadaan semakin sulit karena kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul 19.00. Waduh, bisa batal ini, dan Ine pasti marah lagi padaku besok, kenapa tadi aku tidak sunat saja ditempat yang banyak anak kecil itu, kataku dalam hati. Jam menunjukkan pukul 19.30 aku melihat papan nama sebuah klinik yang melayani penyunatan. Kali ini aku sudah bertekad untuk tidak akan lari apapun yang terjadi, ini demi rasa sayangku pada Ine, aku tidak mau mengecewakannya lagi. Dengan jantung berdegup kencang, kudorong pintu kaca depan klinik dan.. thank god, tidakada orang. Hanya ada seorang perawat, yang menurutku lumayan cantik, beranjak menyambutku dan menanyakan keperluanku dengan ramah. Aku menjawab "Emm, benar disini bisa sunat suster?"
"Oh betul sekali bapak. Nah, dimana anaknya yang mau disunat pak?" Tanya suster itu.
Waduh, sialan, pertanyaan yang aku sangat tidak suka. Terlebih lagi untuk menjelaskan. "Engg, sebenarnya.... sebenarnya.." Aku merasa tidak sanggup mengucapkannya, ingin rasanya lari lagi namun bayangan Ine yang menangis tiba-tiba terlintas di benakku sehingga aku memutuskan untuk menjawabnya. Ah terserah sajalah kata orang, batinku. "Sebenarnya saya yang mau sunat sus.." There, selesai sudah, aku sudah berhasil mengatakannya. Rasanya seperti beban 100kg sudah terangkat dari pundakku.
Suster itu agak terkejut mendengarnya, yang membuatku lega, dia tidak menertawakanku seperti bayanganku semula. Tidak lama kemudian dia masuk kedalam untuk menemui dokternya, lalu kembali lagi kedepan menemuiku dan berkata "Baik pak, dokternya sudah siap, silahkan masuk."
Akupun masuk kedalam ruang praktek dan.. aku kembali terkejut karena dokternya seorang wanita. Wah, masak aku mesti buka-bukaan didepan cewek selain Ine. Tetapi pikiran itu semakin memudar melihat sosok dokter itu yang cantik, sangat cantik bahkan. Kalau kutaksir kira-kira umurnya baru 23 mungkin 24, pastilah baru lulus dan buka praktek batinku, ukuran dadanya... tidak terlalu kelihatan karena ia memakai jubah khas dokter yang putih.
"Eee, dokter yang nanti......" Kata-kataku terputus. "Ya betul mas, saya yang akan menyunat anda." Katanya sambil tersenyum ramah. Kemudian dokter itu memintaku untuk melepas celana berikut celana dalamku. Wah, aku degdegan juga karena harus mengekspos bagian pribadiku dihadapan lawan jenis yang tidak kukenal. Perlahan tapi pasti, celana jeansku beserta celana dalamku sudah terlepas sehingga kemaluanku kini gandul-gandul dihadapan dokter tersebut. Dokter itu sendiri tidak terlalu memperhatikan karena sibuk menyiapkan peralatannya. Baru kemudian ia memandang penisku ini. Entah apa yang ada dibenaknya karena kurasa, biasanya dia menyunat anak-anak, sekarang dia dihadapkan pada penis pria dewasa.
Dokter wanita itu memintaku duduk di atas meja periksa dan kemudian dia memakai sarung tangan lateks. Barulah kemudian kedua tangan dokter itu menuju ke arah alat kelaminku. Waduh, aku kembali dagdigdug. Kemaluanku ini kan bukan punyanya anak kecil. So, kalau dipegang-pegang, apalagi oleh lawan jenis, pasti bakalan bangkit dari tidurnya. Benar saja, sewaktu dokter itu memegang batang penisku, si junior langsung bangun dan mengembang dengan cepat menuju ukuran maksimalnya, 18cm. dokter itu terlihat terkejut sekali, entah itu terkejut karena adikku tiba-tiba bangun, atau terkejut karena ukuran adikku yang lumayan besar. "Eeh, maaf ya dok, ini... spontan soalnya." Kataku dengan senyum yang kecut. "Oo, ee. nggak apa-apa kok." Dokter itu sepertinya juga salah tingkah, mukanya memerah. Melihat itu, pikiran jorokku mulai bermain. Bagaimana kalau dokter cantik ini kusuruh melakukan handjob. Tentu ia kaget waktu tadi tahu pasiennya adalah pria dewasa. Nah, kalau kubilang bahwa aku tidak tahu cara mengecilkan kembali penisku ini kemungkinan ia akan percaya, apalagi hingga sebesar ini aku belum disunat.
"Mmmm, tapi saya tidak bisa mengkhitan kalau sedang.... begini." Kata dokter itu padaku sambil sesekali memandang penis tegangku. "Lebih baik mas.. ee.. keluarkan dulu di kamar mandi baru kita lanjutkan." Tambah dokter itu lagi. Akupun mulai aksi pura-pura bego, "keluarkan? Maksudnya apa dok? Saya kan lagi nggak kebelet pipis." Jawabku dengan memasang tampang yang sebego mungkin. "Ee.. bukan pipis maksud saya. Maksudnya mas.. ee.. masturbasi dulu." Jawab dokter itu gugup. Nah, umpanku mulai kena, batinku. "Mas.. apa dok, saya nggak ngerti. Setahu saya kalau lagi begini ya didiamkan aja, ntar juga kecil lagi. Kalau pagi-pagi bangun juga gitu dok, saya diemin aja." Jawabku bego dengan penis yang tetap mengacung. "Memang caranya bagaimana dok?" Pancingku. "Ee.. ya, mas .. ngg.. kocok itunya, nanti kalau sudah keluar, pasti mengecil." Jawab dokter itu dengan muka yang kian memerah. Hatiku semakin girang, pasti ia percaya kalau aku tidak tahu apa-apa tentang ini. "Bagaimana dok? Aduhh, saya nggak ngerti. Atau, dokter aja deh yang keluarkan. Saya takut soalnya saya bener-bener nggak ngerti soal ini." Tambahku. Dokter itu tampak terperanjat dengan jawaban polosku tadi. Namun sepertinya ia kehabisan akal untuk mengajariku cara masturbasi, dan ia juga tampak tidak ingin berlama-lama dengan pasien yang satu ini. Akhirnya dokter itu setuju untuk melakukan handjob. Hehehe, berhasil!! Batinku.
Pertama-tama, dokter itu menggenggam batang penisku dengan tangan kirinya yang masih terbungkus sarung tangan lateks. Kemudian ia mulai menggerakkan tangannya naik-turun. Ohh, gila, rasanya enak sekali. Apalagi kemudian dokter itu memainkan kedua buah zakarku dengan tangan kanannya yang, tentunya, juga masih bersarung tangan. Lalu, tangan kanannya digunakan untuk merangsang bagian sensitif penis pria, yaitu daerah dibawah kepala penis. Ahh, rasanya semakin nikmat, aku terkadang sampai memejamkan mataku untuk menikmati sensasinya. Tidak seberapa lama, cairan pelumas (cairan yang keluar jika pria terangsang) mulai menetes dari lubang kencingku. Dokter itu menadahinya dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya yang mendapat giliran mengocok batang penisku. Setelah seluruh cairan pelumas keluar. Tangan kanannya behenti mengocok penisku dan tangan kirinya yang ada tetesan cairan tadi dipakai untuk mengocok batang penisku. Woow, sensasinya bebeda karena lebih licin rasanya. Nafasku mulai memburu, perjalanan menuju puncak sudah mencapai tengahnya. Dokter itu tidak mengurangi ritme kocokannya melainkan malah mempercepatnya, aah rasanya enak sekali apalagi karena ada cairan tadi. Lima menit kemudian aku sudah tidak tahan lagi, sedikit lagi sudah mencapai orgasme. "Aaaaaaa.. aaa." pekikku. Dan sedetik kemudian "Aaahh... hhh... hhh." Muntahlah spermaku ke lantai tempat praktek itu, sebagian mengenai pakaian dokter itu. Lega dan senang sekali rasanya, apalagi karena dokter cantik ini bersedia memberiku handjob, hehehe. Singkat cerita, akhirnya aku disunat juga, entah memakai metode apa, dan dokter itu bilang bahwa lukanya akan sembuh dalam waktu dua minggu. Sebelum pergi, aku menanyakan nama dokter itu, ternyata namanya Ika. Ternyata lagi, aku salah mengira, umurnya ternyata 27. Heh, dua tahun lebih tua dariku, tapi kok kelihatannya masih sangat muda, pastilah ia pandai merawat kecantikannya. Aku juga bertanya apakah aku bisa datang kembali ke klinik itu untuk memeriksakan juniorku dua minggu lagi.
Dalam waktu dua minggu itu pula aku berencana agar bisa melakukan yang lebih. I mean, dokter ini sudah mau handjob, bagaimana kalau aku bisa mendapatkan yang lebih dari itu. Dalam dua minggu itu pula, aku menolak ajakan Ine untuk melanjutkan 'hidangan utama' yang belum sempat dinikmati di hotel dulu. Aku bilang kepadanya bahwa penyembuhannya makan waktu satu bulan setengah dan bahwa sebaiknya kami melakukannya setelah menikah saja. Untung si Ine mau mengerti dan tidak ngambek lagi. (Lagi lagi lagi) singkat cerita, dua minggu telah berlalu. Aku menunggu lagi satu hari untuk memastikan bahwa juniorku ini sudah siap tempur. Hari yang ditunggu tibalah juga, aku berangkat kembali ke klinik itu pada jam yang serupa dengan terakhir kali aku ke sana. Harapanku, tidak ada pasien yang mengantre. Dan... betul juga, hanya ada satu orang pasien anak-anak dan bapaknya yang baru saja pergi meninggalkan klinik itu.
Aku menemui suster yang jaga. "E... bisa saya bertemu dengan dokter Ika? Saya sudah bikin janji dua mingu yang lalu." Tanyaku. Suster itu kemudian menuju ke ruang praktek dan tidak seberapa lama kemudian kembali dan mempersilakanku masuk. Aku akhirnya masuk kedalam ruang praktek. Dokter Ika menanyakan apakah ada keluhan pada kemaluanku. Aku menjawab bahwa tidak ada keluhan dan tidak terasa sakit. Dokter Ika kemudian menyatakan bahwa aku sudah sepenuhnya sembuh. "Ehh, tapi dok. Begini.. Saya, dalam waktu dekat ini akan menikah. Engg, saya kan tidak tahu apakah anu saya akan normal saja pas malam pertama." Pertanyaan yang ngarang dan ngaco. "Begini saja mas, mas coba saja masturbasi dulu, kalau tidak sakit kemungkinan tidak akan sakit waktu dipakai berhubungan badan." Jawab dokter Ika dengan wajah yang sedikit memerah. Mungkin karena mengingat yang tejadi dua minggu yang lalu. Aku kembali mencari akal agar dia mau kuajak yang tidak-tidak. "Mmm, saya masih takut dokter, bagaimana kalau nanti lukanya kambuh. Aduuuh, saya takut." Jawabku beralasan. "Emm.. gimana kalau dokter aja yang...." Tambahku. Ika hanya terdiam. Aku tidak ingin ia menjawab tidak sesuai keinginanku, jadi aku langsung berjalan menuju meja periksa dan melepas bawahanku sehingga bagian bawah tubuhku kini sudah tanpa sehelai benangpun. Sesuai dugaanku, Ika terpaksa harus menuruti kemauanku. Iapun menuju meja periksa dan kemudian langsung menggenggam batang penisku, tapi kali ini tanpa sarung tangan, wow. Menerima sentuhan dari tangan wanita, kontan penisku mengeliat dan bangun dari tidurnya. Dokter Ika kemudian tampak tertegun, memang, setelah disunat juniorku tampak lebih garang. Ika kemudian memeriksa bagian leher penis dan menyentuh-nyentuh disekeliling diameternya untuk memastikan bahwa aku tidak merasakan sakit. Kemudian ia mulai mengocok penisku. Ahh, memang enak sekali kalau disentuh oleh lawan jenis. Kocokan tangannya mulai dipercepat, pasti tujuannya supaya aku cepat keluar dan cepat pergi dari sini. Aku tahu itu, tapi aku tidak akan membiarkannya terjadi. Saat ini posisiku duduk diatas meja periksa sementara Ika duduk di kursi yang dihadapkan ke meja periksa itu sehingga posisinya agak lebih rendah dariku. Akupun menggerakkan tanganku menuju payudaranya yang terbalut jubah dokter dan kemeja hitam. Tanpa basa basi, kuremas kedua payudaranya. Ikapun terkejut dan melepaskan genggaman tangannya dari penisku. Kemudian kedua tangannya disilangkan diatas dadanya. "Mas, apa-apaan sih.. emph!" Sebelum banyak berkata-kata, kulumat dan kuhisap-hisap mulutnya. Kedua tangan Ika mencoba mendorongku, tapi tidak cukup kuat untuk melakukannya. Dengan tangan kiriku, kuremas sebelah payudaranya. Sementara tangan kananku, meremas-remas bongkahan pantatnya dari luar rok kain berwarna hitam yang dikenakan Ika. "Emmm... mmmhhh." Hanya itu yang terlontar keluar dari bibir Ika yang sedang kucium dengan ganas. Perlahan kucoba memasukkan lidahku kedalam mulutnya dan bermain-main dengan lidahnya, mungkin karenasudah terangsang, Ika membalas pemainan lidahku, lidahnya juga dimasukkan kedalam mulutku dan akupun langsung menghisap-hisapnya. Jemari tanganku mulai bergerak lincah membuka satu demi satu kancing kemeja Ika. Dan, aku tidak measakan penolakan darinya, berarti keadaan sudah benar-benar aman nih, hehehe. Akupun melepaskan ciumanku dan Ika tampak terengah-engah. Setelah kubuka semua kancing kemejanya segera kulepas kemeja dan jubah dokternya, kemudian menyusul bra putih yang dikenakannya. Wow, ternyata payudara dokter ini cukup sekal, kira-kira seukuran dengan punya Ine. Kedua payudara Ika juga terlihat masih tegak dan menantang. Tanpa buang-buang waktu, aku langsung mengulum sebelah puting susu Ika sementara yang satunya lagi aku mainkan dengan tanganku. "Ahh, ssshh.. mmmhh." Desah Ika. Tangan kananku yang bebas begerilya kebelakang dan bergerak kebawah, melepas pengait dan resleting rok Ika. Begitu sudah terbuka, rok hitam itupun meluncur bebas kebawah. Tangan kanankupun leluasa meremas-remas pantat Ika yang terbungkus celana dalam warna putih. Perlahan jemari tanganku kususupkan ke kemaluannya yang ternyata sudah basah. Ok, tidak perlu menunggu lagi, segera kuturunkan celana dalam itu sehingga Ika kini benar-benar telanjang bulat. Segera kuangkat tubuhnya dan kubaringkan diatas meja periksa. Aku membuka kaosku sehingga kini aku dan Ika sama-sama telanjang bulat. Kukangkangkan kakinya lalu segera kuarahkan batang penisku yang sudah tegang sekali menuju liang vaginanya. Kugesek-gesekkan terlebih dahulu di permukaan vaginanya. Lalu, bless, batang penisku melesak dalam di vagina Ika. "Aaa... masss.. pe.. lan." Desah Ika. Kudiamkan terlebih dahulu penisku. Setelah beberapa saat, barulah kugerakkan maju mundur diiringi dengan desahan Ika, si dokter cantik itu. Plok, plok! Suara pahaku yang bertemu dengan pangkal paha Ika. Sambil bersenggama, tanganku meremas-remas payudaranya dan terkadang memilin-milin putingnya, sementara bibirku berulang kali menciumi bibir, pipi dan leher Ika. Sepuluh menit berselang, nafas Ika semakin memburu dan tidak lama kemudian, "Aa.. ahhh... aaahhh!" Ika mencapai orgasme. Kedua matanya dipejamkan. Keringat deras membasahi tubuhnya. Kudiamkan sejenak dan kubiarkan Ika menikmati orgasmenya. Lalu kubalikkan badannya dan kumasukkan lagi penisku dalam posisi doggy style. Kusodokkan penisku pelahan, namun kian lama kian cepat. "Ahhh, mass... ahh.. ach.. enak mass!!" Racau Ika. Sekitar lima belas menit kami bercinta dalam posisi ini, Ika kembali orgasme. "Achh.. mass.. aku keluar, ahh, aaaaaa!" Kubalikkan lagi badannya dan kupompa terus karena aku juga merasakan gelombang orgasme kian mendekat. Kupacu dan kupecepat sodokanku dan "aaa.. aku mau kel.. luar." Aku hendak mencabut penisku untuk memuntahkan sperma diatas perutnya, namun kedua kaki Ika tiba tiba dilingkarkan disekeliling pinggangku dan "Ahh... hhh.. hhh!" Semburan demi semburan sperma masuk kedalam rahim Ika. Aku merasakan suasana ini sangat intim. Kudiamkan penisku didalam vagina Ika selama beberapa saat dan kupagut bibirnya lalu kubisikkan thank you di telinganya. Ika hanya tersenyum manis. Sangat manis. Sunguh hari yang sangat indah dan akan selalu kukenang.
-------------------------------End---------------------------------------
Subscribe to:
Posts (Atom)